Perjalanan Skema BLT dari Negeri Samba hingga ke Indonesia
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumumkan akan memberikan Bantuan Langsung Tunai alias BLT minyak goreng kepada masyarakat, Jumat (4/1). Manuver itu dilakukan demi membendung efek domino sekaligus bertujuan meringankan beban masyarakat. dari kenaikan harga minyak goreng di Tanah Air.
“Harga minyak goreng naik cukup tinggi, dampak dari lonjakan harga minyak sawit di pasar internasional. Untuk meringankan beban masyarakat, pemerintah akan memberikan BLT minyak goreng,” kata Jokowi dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (4/1).
Golongan yang termasuk dalam penerima bantuan adalah mereka yang terdaftar dalam Bantuan Pangan Non Tunai atau BNTP, dan Program Keluarga Harapan atau PKH, yang jumlahnya mencapai 20,5 juta keluarga. BLT minyak goreng juga akan diberikan kepada 2,5 juta Pedagang Kaki Lima atau PKL yang berjualan gorengan.
Masing-masing penerima BLT minyak goreng akan memperoleh dana tunai Rp 100 ribu per bulan, dan akan mendapatkan pembayaran sekaligus di awal untuk periode tiga bulan ke depan. Maka, pada April 2022 masyarakat yang termasuk dalam penerima BLT akan memperoleh dana Rp 300 ribu.
Kebijakan yang dilakukan Jokowi, sudah dilakukan sebelumnya oleh presiden Indonesia keenam, Susilo Bambang Yudhoyono atau yang akrab disapa SBY. Saat itu, skema BLT diberikan untuk menekan potensi kenaikan harga bahan bakar minyak alias BBM. Meski skema bantuan tersebut sudah lazim di kalangan masyarakat Indonesia, namun skema BLT sudah lebih dulu diterapkan di Amerika Latin.
Konsep BLT Lahir di Brasil
Kebijakan bantuan uang tunai alias BLT lahir di Amerika Latin, tepatnya dari Negeri Samba atau Brasil pada 1995, dengan nama Bolsa Familia. Program tersebut diciptakan presiden Brasil ke-35, yakni Luiz Inácio Lula da Silva.
Bolsa Familia merupakan program bantuan berupa tunjangan yang diberikan kepada keluarga kurang mampu di Brasil. Di mana dalam program bantuan tersebut, terbagi lagi menjadi beberapa kategori bantuan, seperti Bolsa Escola atau tunjangan pendidikan, Bolsa Alimentação atau bantuan pangan selama pendidikan , Cartão Alimentação atau bantuan pangan, dan Auxílio Gás atau bantuan gas.
Sebagai informasi, Cartão Alimentação adalah program bantuan yang dikeluarkan Presiden Lula untuk memerangi masalah kelaparan di Negeri Samba. Adapun program Auxílio Gás merupakan bantuan berupa kompensasi uang tunai, lantaran subsidi BBM di Brasil sudah berakhir.
Mekanisme Bolsa Familia sendiri, berupa bantuan langsung tunai bersyarat, untuk penduduk miskin di Brasil. Keluarga yang menginginkan program bantuan tersebut, wajib memastikan anak-anaknya bersekolah dan memperoleh vaksinasi.
Apabila absensi atau tingkat ketidakkehadiran anak di sekolah sudah melewati batas, maka keluarga itu akan dikeluarkan dari program Bolsa Familia, dan dana bantuan untuk mereka akan ditangguhkan.
Sebuah media lokal São Paulo, Estadão menulis bahwa program yang diprakarsai Presiden Lula itu berhasil mengurangi tingkat kemiskinan di Brasil hingga 27,7 % dalam periode pemerintahan pertamanya.
Melansir laman The Guardian, hingga 2011 skema bantuan tunai sudah diterima oleh 26 % populasi Brasil atau setara 50 juta keluarga. Tak hanya itu, program bantuan tunai juga berhasil menurunkan ketimpangan pendapatan di Negeri Samba selama satu dekade terakhir. Bahkan, The Guardian menulis bahwa program bantuan tersebut merupakan salah satu skema transfer sosial terbesar di dunia.
Adopsi Program BLT di Indonesia
Berkaca pada kesuksesan Bolsa Familia, berbagai negara turut mengadopsi program bantuan keluaran Negeri Samba tersebut, tak terkecuali Indonesia. Pemantiknya adalah kenaikan harga minyak dunia pada 2004 dan pemotongan subsidi minyak pada 2005.
Berdasarkan laporan World Bank bertajuk BLT Temporary Unconditional Cash Transfer, pemotongan subsidi telah menaikkan harga bahan bakar rumah tangga, dengan nilai rata-rata melampaui 125 %. Di mana, saat itu harga bensin sudah mengalami kenaikan 88 %, minyak tanah 186 %, dan solar 105 %.
Kenaikan harga bahan bakar itu berimbas pada harga bahan pokok. Alhasil, untuk menanggulangi efek kenaikan harga tersebut, pemerintah memperkenalkan program Bantuan Langsung Tunai alias BLT. Program itu pertama kali dicetuskan oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, persis setelah dia dan SBY memenangkan pemilu 2004.
Melalui Instruksi Presiden atau Inpres No.12 Tahun 2005, program BLT tidak bersyarat diselenggarakan dari Oktober 2005 hingga Desember 2006. Di mana, dokumen Jamsostek Indonesia mencatat kalau program tersebut berhasil menyasar 19,2 juta keluarga yang termasuk dalam kategori Rumah Tangga Miskin.
Adapun target utama program tersebut adalah keluarga miskin yang memiliki anak maksimal berusia 15 tahun, atau ibu yang sedang hamil. Dengan durasi bantuan selama setahun, Badan Pusat Statistik mencatat, bantuan telah dibagikan empat kali, dengan nilai total bantuan yang diterima sebesar Rp 1,2 juta.
Adapun rincian pencairan BLT saat itu terbagi menjadi dua periode. Untuk bantuan periode pertama sebesar Rp 300 ribu dikirimkan pada Oktober 2005 melalui Pos Indonesia, kemudian sisa dana Rp 900 ribu, baru dikirimkan pada tahun berikutnya.
BLT Kembali Dibagikan
Peningkatan harga bahan bakar di kancah global membuat pemerintah kembali mengurangi subsidi BBM pada kuartal kedua 2008. Kali ini, harga bensin naik 33 % dan minyak tanah naik 50 %. Tidak hanya peningkatan harga BBM, harga pangan pokok secara global pun meningkat pada tahun 2007 dan 2008.
World Bank turut menambahkan kondisi ini semakin diperparah oleh krisis keuangan internasional dan credit crunch yang memburuk secara signifikan dari 2008 hingga awal 2009. Credit crunch sendiri adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan terhadap aktivitas kredit karena perbankan mengalami kelangkaan sumber dana. Hal ini juga bisa terjadi karena tidak ada permintaan penyaluran kredit kepada perbankan.
Dengan Perintah Presiden Indonesia nomor 3 tahun 2008, BLT kembali digelar. Lebih rendah dari BLT tiga tahun sebelumnya, pemerintah menganggarkan BLT sebesar Rp 900 ribu untuk masing-masing penerima yang akan dikirimkan dalam periode sembilan bulan.
Beriringan dengan program BLT, pemerintah juga meluncurkan Program Keluarga Harapan (PKH) pada 2007 sebagai program BLT Bersyarat. Bantuan ini bisa diperoleh setelah seorang ibu memverifikasi kelahiran anaknya dan bantuan tunai yang akan diterima berkisaar antara Rp 600 ribu hingga Rp 2,2 juta per tahun. Dimulai dengan tujuh provinsi pada awal pelaksanaan program, hingga akhir 2011 program PKH sudah diterima lebih dari 800 ribu rumah tangga di 18 provinsi.
Empat tahun berselang, pada 2013 pemerintah menghadirkan nama baru untuk program BLT, yaitu Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Mekanisme program ini hampir sama dengan BLT, tidak ada syarat mutlak untuk penerimanya. Namun jumlah bantuannya lebih kecil daripada BLT sebelumnya.
Anggaran yang dikeluarkan untuk program BLSM sebesar Rp 3,8 triliun untuk menyasar 18,5 juta keluarga miskin di seluruh Indonesia. Penerima program tersebut akan memperoleh uang tunai RP 100.000 per bulan.
BLT Era Pandemi
Program BLT kembali digulirkan kepada masyarakat di awal pandemi. Pada 2020 silam, presiden Jokowi memberikan BLT dan juga subsidi gaji khusus bagi pekerja. Untuk BLT, pemerintah memberikan dana senilai Rp 600 ribu per bulan selama tiga bulan bagi keluarga miskin yang berdomisili di luar Jabodetabek.
Untuk warga Jabodetabek, bantuan ini tidak berupa uang tunai, melainkan sembako dengan nilai yang sama yaitu Rp 600 ribu per bulannya. Kala itu, syarat penerima BLT adalah keluarga yang belum menerima bantuan sosial (bansos) lain, seperti PKH, Bantuan Pangan Nontunai, atau Kartu Prakerja.
Selain itu, Presiden Jokowi juga memberikan subsidi gaji khusus bagi pekerja dengan total Rp 2,4 juta per orang. Bantuan ini diberikan kepada pekerja yang memiliki penghasilan Rp 5 juta per bulan dan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan di bawah Rp 150 ribu per bulan. Targetnya, sebanyak 15,7 juta pekerja akan menerima bantuan ini, berdasar data yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
Dana ini akan diberikan selama empat bulan, dengan mekanisme pembayaran Rp 600 ribu per bulannya. Adapun dana ini akan ditransfer langsung ke rekening masing-masing penerima dalam jangka waktu per dua bulan sekali. Harapannya, dana ini akan meningkatkan daya beli dan konsumsi rumah tangga, sehingga mengamankan Indonesia dari resesi ekonomi.