Tingkatkan Literasi Digital Melalui Pemerataan 5G
Teknologi jaringan 5G telah masuk ke Indonesia sejak 2021. Sejauh ini terdapat dua operator seluler yang menghadirkan jaringan 5G di tanah air, yakni Telkomsel dan Indosat. Teknologi jaringan 5G pertama kali dihadirkan oleh Telkomsel pada Mei 2021, kemudian disusul oleh Indosat satu bulan setelahnya.
Meski telah masuk ke Indonesia, keberadaan layanan 5G dinilai belum optimal baik dari segi komersialisasi, perluasan cakupan wilayah, serta peningkatan kecepatan. Pengamat telekomunikasi, Moch S. Hendrowijono, dalam pemberitaan media sempat menyebutkan, operator telekomunikasi belum mau dan belum mampu mewujudkan optimalisasi layanan 5G.
Penyebabnya adalah infrastruktur yang belum memadai serta ketersediaan frekuensi untuk menyediakan layanan sinyal 5G. Lebih lanjut, komersialisasi layanan 5G juga terkendala ketersediaan pita frekuensi.
Melansir pemberitaan sejumlah media, sejauh ini lebar pita yang dimiliki Telkomsel untuk penyediaan 5G adalah 50 MHz di frekuensi 2.300 MHz. Sementara itu, total lebar pita Indosat adalah 2 x 22,5 MHz di frekuensi 1.800 MHz, yang mana 20 MHz-nya dimanfaatkan untuk 5G. Jumlah tersebut dianggap jauh dari jumlah minimal untuk penyediaan layanan 5G dan melakukan ekspansi jaringan.
Terkait hal tersebut, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi juga sempat mengutarakan, layanan 5G akan merata setelah pelelangan spektrum frekuensi 700 MHz oleh Kominfo. Hal ini karena spektrum frekuensi 700 MHz adalah spektrum yang umum digunakan untuk penyediaan layanan 5G.
Saat ini spektrum 700 MHz banyak digunakan untuk menggelar siaran TV analog. Migrasi dari TV analog ke TV digital yang digalakkan pemerintah dianggap dapat menjadi solusi pemenuhan kebutuhan spektrum frekuensi 700 MHz untuk sinyal 5G.
Ada begitu banyak manfaat apabila optimalisasi serta pemerataan layanan 5G dapat diwujudkan. Salah satunya adalah tersedianya layanan internet yang lebih cepat dan stabil dengan latensi rendah. Hal ini tentu dapat meningkatkan produktivitas dalam kegiatan sehari-hari yang melibatkan internet.
Di sektor industri, keberadaan sinyal 5G membantu pengoperasian pesawat tanpa awak (drone) yang biasa digunakan untuk pengawasan aktivitas operasional. Sinyal 5G juga membantu pengembangan Internet of Things karena dapat memudahkan aktivitas berbagi data dan akses jarak jauh agar saling terhubung.
Adapun, pemeratan akses internet 5G dan literasi digital merupakan dua hal yang saling bertalian.
Pada satu sisi, pemerataan akses dan kualitas internet dapat mendukung rencana pemerintah untuk meningkatkan literasi digital masyarakat. Dengan meratanya akses dan koneksi internet, edukasi masyarakat dapat berjalan lebih cepat dan mudah. Kondisi ini juga mendorong masyarakat untuk beradaptasi dengan penggunaan teknologi sebagai penunjang aktivitas sehari-hari. Selain itu, cepatnya internet akan memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi dan melakukan kegiatan transaksi.
Pada sisi lain, literasi digital di kalangan masyarakat diperlukan demi meminimalisir dampak negatif penggunaan internet seperti cyberbullying, penyebaran hoax, doxxing, cybercrime, hingga eksploitasi seksual di dunia maya.
Dalam hal literasi digital, Kominfo bersama Siberkreasi secara khusus memberikan pelatihan digital melalui Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi Kementerian Kominfo (GNLD) Siberkreasi. Empat pilar literasi digital yang ditekankan dalam pelatihan ini adalah digital skill, digital ethics, digital culture, dan digital safety.
Sementara itu terkait upaya pemerataan, Kominfo menargetkan layanan 5G akan merata di Indonesia pada 2025 mendatang. Oleh karena itu, Kominfo giat melakukan penataan spektrum atau refarming hingga membangun ekosistem 5G.
Pada 2021, Kominfo melakukan refarming spektrum pita frekuensi 2,3 GHz. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan layanan 5G yang sudah digelar beberapa operator seluler di Tanah Air.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ismail, dilansir dari Katadata, mengatakan pemerataan 5G pada 2025 berkaca pada implementasi layanan sinyal 4G yang membutuhkan waktu enam hingga tujuh tahun untuk dapat beroperasi optimal di Indonesia.
Lebih lanjut, Ismail mengatakan bahwa penyediaan sinyal 5G harus tepat waktu dan tepat sasaran. Apabila penyediaan sinyal 5G dilakukan terlalu cepat, Indonesia akan menanggung biaya pembelajaran dari teknologi 5G. Sebaliknya, bila terlalu lambat maka Indonesia hanya akan menjadi pasar di negeri sendiri.