Luhut dan Projo Hadiri Silatnas KIB, Sinyal Didukung Jokowi?
Tiga partai politik yakni Partai Golkar, PAN, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menandatangani nota kesepahaman membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Penandatanganan dalam acara bertajuk Silaturahim Nasional pada Sabtu (4/6) lalu dihadiri beragam tokoh politik.
Tampak Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan juga Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi hadir dalam pertemuan tersebut. Kehadiran dua tokoh yang dekat dengan Presiden Joko Widodo menimbulkan dugaan istana memberikan dukungan kepada KIB.
Budi Arie Setiadi mengatakan kedatangannya terkait dengan pemilihan presiden 2024. Sebab sebagai relawan, pihaknya spesialis dalam pemilihan presiden. "Pemilu 2024 itu pemilihan legislatif dan pemilihan presiden itu serentak, partai mengurusi pileg dan Projo spesialis Pilpres," kata Budi, dikutip dari Antara, Senin (6/6).
Dalam silaturahmi tersebut Budi Arie nampak duduk satu meja bersama Luhut yang juga merupakan Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar, Ketua Majelis Penasihat Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali serta Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie.
Direktur IndoStrategi Research and Consulting Arif Nurul Imam menilai KIB merupakan upaya menaikkan posisi tawar politik untuk menghadapi Pilpres 2024. "Selain sebagai ajang konsolidasi, Silaturahim Nasional Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bisa kita baca sebagai sarana menaikkan daya tawar poros politik KIB," kata Arif Nurul Imam.
Sebelumnya, dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V Projo di Magelang, Jawa Tengah, 21 Mei 2022, Jokowi meminta agar Projo tak terburu-buru membahas calon presiden 2024. “Meskipun, meskipun, mungkin yang kita dukung ada di sini,” kata Jokowi ketika itu.
Banyak yang menafsirkan pernyataan Jokowi itu ditujukan kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang menghadiri acara tersebut.
Berdasarkan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), pemilih Jokowi pada Pilpres 2019 cenderung mendukung Ganjar Pranowo jika Gubernur Jawa Tengah ini maju dalam Pilpres 2024. Meski demikian, tren dukungan pemilih Jokowi terhadap Ganjar sebagai calon presiden menurun pada penghujung kuartal I 2022.
Respons PDIP Atas Kehadiran Dua orang Dekat Jokowi
Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto memberikan tanggapan soal kehadiran Pro Jokowi (Projo) dan Luhut dalam pertemuan KIB. Hasto mengatakan partainya tak ingin mencampuri urusan parpol lain, termasuk kehadiran Projo dalam agenda KIB.
"Bagi PDIP dalam konteks pilpres konstitusi mengatakan bahwa pasangan capres cawapres itu diusung oleh parpol atau gabungan partai politik. Sehingga kami tidak mencampuri rumah tangga orang termasuk Projo," kata Hasto di Universitas Pertahanan (Unhan), Sentul, Bogor, Minggu.
Dia menegaskan, partainya tak merasa takut dengan manuver yang dilakukan Projo di silaturahmi nasional KIB. "PDIP lahir dari suatu proses gemblengan yang panjang. Kantor partai kami pernah diserang sehingga enggak ada ketakutan. Kami kalau seluruh kinerja yang ditunjukkan oleh PDIP tidak diterima oleh rakyat," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Hasto, PDIP terus bergerak ke bawah supaya rakyat dan PDIP menjadi satu kesatuan. "Bukankah itu sebagai suatu instrumen terpenting dalam pemilu itu adanya kekuatan kolektif," tuturnya.
Terkait kesepakatan yang dibuat Golkar, PAN, dan PPP, kata Hasto, hal itu merupakan strategi setiap parpol. "Bagi PDI Perjuangan strategi utama saat ini adalah bergerak bersama dengan kekuatan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam pemilu," tutur Hasto.
Dalam kesempatan itu, mahasiswa doktoral Universitas Pertahanan ini menambahkan seorang pemimpin tak bisa hadir hanya karena didukung segelintir atau parpol tertentu, namun seorang pemimpin harus hadir dari semangat gotong royong.
"Kita enggak bisa, ada seorang presiden yang berdiri hanya karena dukungan segelintir orang atau parpol. Kita adalah negara gotong royong, apalagi dukungan mereka yang tidak sebagai partai politik, padahal di tata kelola pemerintah memerlukan dukungan dari DPR," tuturnya.
"Kita lihat Pak Jokowi periode pertama basis relevannya sangat kuat tapi ketika di DPR kurang dari 50 persen, maka sulit untuk melakukan konsolidasi pemerintahan negara," kata Hasto.