Kemensos Resmi Cabut Izin Pengumpulan Uang dan Barang ACT
Pemerintah Republik Indonesia (RI) melalui Kementerian Sosial (Kemensos) telah resmi mencabut izin pengumpulan uang dan barang (PUB) yayasan filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT. Setelah ini, ACT tak lagi diizinkan untuk menyelenggarakan kegiatan pengumpulan uang dan barang dari masyarakat.
Pencabutan izin itu tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi pada Selasa (5/7).
Muhadjir menyampaikan bahwa pencabutan izin PUB karena ACT terindikasi melanggar Peraturan Menteri Sosial (Permensos) 8 tahun 2021 tentang PUB. Akan tetapi, Muhadjir tak merinci bagian mana dari peraturan tersebut yang dilanggar.
“Nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut,” kata Muhadjir dalam keterangan resminya pada Rabu (6/7).
Tak hanya Permensos, ACT juga terindikasi melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Di dalam Pasal 6 Ayat 1 PP tersebut, termaktub bahwa pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.
Akan tetapi, ACT menggunakan 13,7% hasil pengumpulan uang dan barang dari masyarakat untuk dana operasional yayasan. Menurut Muhadjir, persentase tersebut tak sesuai dengan ketentuan PP Nomor 29 Tahun 1980.
“Sementara itu, PUB Bencana seluruhnya disalurkan kepada masyarakat tanpa ada biaya operasional dari dana yang terkumpul,” ujarnya.
Selain mencabut perizinan, Kemensos juga telah menghadirkan jajaran pengurus ACT di kantor Kemensos pada Selasa (5/7). Dalam kesempatan itu, Presiden ACT, Ibnu Khajar hadir mewakili yayasannya.
“Ibnu Khajar dan pengurus yayasan hadir untuk memberikan klarifikasi dan penjelasan terkait dengan pemberitaan yang berkembang di masyarakat,” kata Muhadjir.
Dalam permasalahan ini, Muhadjir menympaikan bahwa Kemensos sebagai perwakilan pemerintah akan tanggap untuk memberikan tindak lanjut. Salah satu upaya akan dilakukan dengan pengecekan kembali perizinan yang telah diberikan kepada yayasan lain. “Untuk memberikan efek jera agar tidak terulang kembali,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden ACT, Ibnu Khajar menjelaskan bahwa gaji yang diperoleh para pengurus ACT merupakan hasil dari pemotongan dana administrasi sebesar 13,7%. Pemotongan diambil dari infaq umum, corporate social responsibility (CSR), dan dana hibah.
“Wakaf tidak dipotong, syariatnya tidak dipotong. Zakat 12,5 persen. Yang lain diambil,” jelas Ibnu dalam Konferensi Pers di Kantor ACT pada Senin (4/7).
Dalam kesempatan itu, dia menepis anggapan bahwa yayasan yang diketuainya menggaji pimpinan hingga Rp 250 juta. Dirinya mengaku tak mengetahui asal muasal data yang beredar tersebut.
“Data-data yang beredar tidak berlaku permanen. Kita tidak bisa jelaskan sebenarnya sumber data dari mana,” ujar Ibnu.
Dalam level pimpinan presidium, Ibnu mengungkapkan bahwa gaji yang diterima tidak lebih dari Rp 100 juta. Nominal tersebut menuturnya wajar, sebab diiringi tugas yang berat, yaitu mengelola 1.200 karyawan.