KPK Cegah Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Ke Luar Negeri
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan ke luar negeri. Direktorat Jenderal Imigrasi mengatakan status tersebut diberikan hingga Desember 2022.
"Atas nama Karen A (Agustiawan) ada masa cegah dari 8 Juni 2022 sampai 8 Desember 2022," kata Subkoordinator Humas Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Jakarta, Rabu (13/7) dikutip dari Antara.
Belum diketahui kasus apa yang membuat Karen dicegah ke luar negeri. Namun KPK saat ini tengah menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) PT Pertamina.
Kasus ini bermula ketika Pertamina menandatangani perjanjian jual beli LNG dengan Anadarko Petroleum Corporation pada Februari 2019. Isinya berupa komitmen Pertamina mengimpor 1 juta metrik ton per tahun (MTPA) dari Mozambique LNG1 Company Pte Ltd selama 20 tahun. Anak usaha Anadarko ini memiliki lapangan gas raksasa di lepas pantai Blok Mozambique Area 1.
Pertamina beralasan membeli gas tersebut untuk kebutuhan domestik. Termasuk di dalamnya bahan bakar pembangkit listrik dan proyek pengembangan atau RDMP Kilang Cilacap. Selain itu, perusahaan membeli LNG dari Mozambique karena harganya yang murah.
Namun, proyeksi Pertamina meleset. Pasokan LNG dalam negeri saat ini justru berlebih. Pandemi Covid-19 juga membuat harga komoditas ini anjlok cukup signifikan.
KPK juga menyita barang bukti berupa dokumen terkait kasus tersebut. Sedangkan pengumuman tersangka hingga kronologi kasus akan disampaikan KPK saat upaya penangkapan atau penahanan dilakukan.
Karen dua tahun lalu baru menghirup udara bebas usai menjalani masa tahanan selama 1,5 tahun dari vonis 8 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dalam kasus blok Basker Manta Gummy (BMG).
Karen bebas setelah majelis hakim kasasi Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis bebas pada 9 Maret 2020 lalu. MA menganggap perbuatan Karen bukanlah tindak pidana namun murni keputusan bisnis.
Dia dianggap telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai Direktur Pertamina ketika berinvestasi di Blok BMG dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 568,06 miliar. Persoalan tersebut terjadi saat Pertamina membeli sebagian aset di Blok BMG Australia melalui Participation Interest tanpa didasari kajian kelayakan atau feasibility study berupa kajian secara lengkap (final due dilligence).