Memahami Hak Korban dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang selanjutnya disebut UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual seakan menjadi angin segar dalam kemajuan perkembangan hukum di Indonesia.
Kasus kekerasan seksual yang semakin meningkat dan masih menjadi momok masyarakat kini sudah ditanggapi oleh pemerintah sebagai kasus yang harus diberantas.
UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang disahkan pada 9 Mei 2022 ini diduga mencakup berbagai kepentingan tentang perlindungan seksual terhadap masyarakat Indonesia.
Dalam keterangan resminya, Senin (19/9), Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Lestari Moerdijat mengatakan, sejak UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual disahkan, masyarakat mulai terbuka untuk melaporkan adanya tindak kekerasan seksual.
Mengemukanya berita pelecehan anak 12 tahun di Medan, Sumatera Utara, oleh sejumlah orang dekatnya hingga terpapar HIV, pelecehan anak di bawah umur di Ciputat, Tangerang Selatan dan sejumlah kasus kekerasan seksual di berbagai daerah, memperlihatkan mulai terbangun kepercayaan masyarakat terhadap aparat hukum dalam kasus-kasus tindak kekerasan seksual.
Menurut Lestari, di tengah semakin tingginya kepercayaan masyarakat untuk melaporkan tindak pidana kekerasan seksual itu seharusnya segera didukung dengan peraturan yang kuat dan operasional.
Ia mengatakan, aparat hukum harus dapat menindaklanjuti setiap laporan masyarakat dengan segera dan sesuai dengan semangat UU TPKS untuk melindungi warga negara.
UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual memberi perlindungan yang termasuk hak korban dan hak keluarga korban. Sikap ini menunjukkan adanya kepedulian negara terhadap kasus-kasus kekerasan seksual.
Oleh karena itu, tentu menarik jika membedah poin-poin pokok UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Berikut penjelasan tentang pengertian Tindak Pidana Kekerasan Seksual, hak korban, dan hak keluarga korban selengkapnya berdasarkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Pengertian Tindak Pidana Kekerasan Seksual
UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual mengartikan bahwa tindak pidana kekerasan seksual adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang ini dan perbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Pihak yang disinggung dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual termasuk orang perseorangan maupun korporasi atau kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi bak berupa bahan hukum maupun bukan bahan hukum.
Dalam kasus Tindak Pidana Kekerasan seksual, korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, kerugian ekonomi, dan/atau kerugian sosial yang diakibatkan adanya kekerasan seksual.
Sementara, keluarga adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat ketiga, orang yang mempunyai hubungan perkawinan, atau orang yang menjadi tanggungan Saksi dan/ atau Korban.
Dua pengertian ini tercantum pada Pasal 1 Ayat (4) dan (7) UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Hak Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual
UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual memberikan hak-hak kepada korban, keluarga korban, saksi yang diberikan oleh negara. Hak-hak ini tercantum pada Pasal 66 hingga 71 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Berikut ini hak korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual yakni Penanganan, Perlindungan, dan Pemulihan. Hak tersebut meliputi:
1. Hak Penanganan
Hak penanganan merupakan hak yang dimiliki atas tindakan yang dilakukan untuk memberikan layanan pengaduan, kesehatan, rehabilitasi sosial, penegakan hukum, layanan hukum, pemulangan, dan reintegrasi sosial. Hak penanganan meliputi:
- Hak atas informasi terhadap seluruh proses dan hasil Penanganan, Perlindungan, dan Pemulihan;
- Hak mendapatkan dokumen hasil Penanganan;
- Hak atas layanan hukum;
- Hak atas penguatan psikologis;
- Hak atas pelayanan kesehatan meliputi pemeriksaan, tindakan, dan perawatan medis;
- Hak atas layanan dan fasilitas sesuai dengan kebutuhan khusus Korban; dan
- Hak atas penghapusan konten bermuatan seksual untuk kasus kekerasan seksual dengan media elektronik.
2. Hak Perlindungan
Perlindungan merupakan upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau lembaga lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak perlindungan dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini meliputi:
- penyediaan informasi mengenai hak dan fasilitas Perlindungan;
- penyediaan akses terhadap informasi penyelenggaraan Perlindungan;
- Perlindungan dari ancaman atau kekerasan pelaku dan pihak lain serta berulangnya kekerasan;
- Perlindungan atas kerahasiaan identitas;
- Perlindungan dari sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merendahkan Korban;
- Perlindungan dari kehilangan pekerjaan, mutasi pekerjaan, pendidikan, atau akses politik; dan
- Perlindungan Korban dan/ atau pelapor dari tuntutan pidana atau gugatan perdata atas Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang telah dilaporkan.
3. Hak Pemulihan
Pemulihan merupakan seluruh upaya untuk mengembalikan kondisi fisik, mental, spiritual dan sosial korban. Hak pemulihan dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini meliputi:
- Rehabilitasi medis;
- Rehabilitasi mental dan sosial;
- pemberdayaan sosial;
- Restitusi dan/ atau kompensasi; dan
- reintegrasi sosial.
Selain itu, korban penyandang disabilitas juga berhak mendapatkan aksesibilitas dan akomodasi yang layak untuk pemenuhan haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali ditentukan lain.
Hak Keluarga Korban
Menurut Pasal 71 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, keluarga korban memiliki hak dari negara. Hak Keluarga Korban dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual meliputi:
- Hak atas informasi tentang Hak Korban, hak Keluarga Korban, dan proses peradilan pidana sejak dimulai pelaporan hingga selesai masa pidana yang dijalani terpidana;
- Hak atas kerahasiaan identitas;
- Hak atas keamanan pribadi serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikan;
- Hak untuk tidak dituntut pidana dan tidak digugat perdata atas laporan Tindak Pidana Kekerasan Seksual;
- Hak asuh terhadap Anak yang menjadi Korban, kecuali haknya dicabut melalui putusan pengadilan;
- Hak mendapatkan penguatan psikologis;
- Hak atas pemberdayaan ekonomi; dan
- Hak untuk mendapatkan dokumen kependudukan dan dokumen pendukung lain yang dibutuhkan oleh Keluarga Korban.
Demikian penjelasan terkait hak korban dan keluarga korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual berdasarkan peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.