Pekerja Migran Terlilit Utang di Inggris, BP2MI: Pemerintah Kecolongan
Sejumlah pekerja migran atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) telantar dan ada yang terlilit utang di Inggris. Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menilai, ini karena proses tidak sesuai.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan, ada proses yang dilewati dari pemberangkatan lebih dari 1.000 TKI ke Inggris, yakni tidak adanya struktur biaya.
Ia menjelaskan, TKI diberangkatkan atas kerja sama antara perusahaan di Indonesia dan di Inggris. Sedangkan BP2MI hanya bertanggung jawab pada pemberangkatan pekerja migran hasil kerja sama ini.
Sedangkan yang bertanggung jawab atas pemberangkatan yang dilakukan oleh perusahaan yakni Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
"Kepolisian akan melakukan pendalaman. Saya yakin banyak hal yang dilanggar misalnya, ada unsur penipuan di situ," kata Benny di Kompleks Kantor DPR di Jakarta, Rabu (7/12).
Ia menduga ada kelalaian pengawasan, yakni tidak memeriksa apakah Inggris memiliki struktur biaya atau cost structure untuk pemberangkatan TKI.
TKI hanya dapat bekerja di negara yang telah memiliki cost structure. Ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17/2018 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Pasal 30 ayat 2.
Struktur biaya adalah biaya-biaya yang dibutuhkan untuk bekerja di luar negeri, seperti pembuatan paspor, permohonan visa, pelatihan, asuransi, pemeriksaan kesehatan, tes psikologi, dan tiket pesawat.
Secara sederhana, struktur biaya adalah informasi publik agar calon TKI mengetahui biaya penempatan di suatu negara.
Benny menilai, tindakan Al Zubara merupakan kejahatan. “Saat pelepasan PMI ke Inggris, struktur biaya tidak ada. Pelanggaran itu," katanya.
Ia pun telah merekomendasikan pencabutan izin usaha Al Zubara kepada Kemenaker. Namun ia pesimistis Al Zubara akan mendapatkan ganjaran dari pengenaan biaya penempatan yang tinggi ini.
Sebab, BP2MI beberapa kali merekomendasikan pencabutan izin usaha milik beberapa perusahaan penempatan kerja migran beberapa tahun terakhir. Namun sebagian besar tidak dihiraukan atau hanya mendapatkan sanksi paling lama tiga bulan.
Menurutnya, akibat kelalaian pengawasan tersebut, 200 TKI yang terlantar di Inggris, karena tidak bisa membayar biaya penempatan Al Zubara. Perusahaan ini mengenakan biaya penempatan Rp 60 juta hingga Rp 80 juta.
Al Zubara bekerja sama dengan perusahaan penempatan pekerjaan migran di Inggris Raya, yakni AG Recruitment and Manajemen Ltd. Benny mendata lebih dari 1.000 orang TKI diberangkatkan selama Maret - Agustus.
Masalah timbul saat sebagian TKI terlambat diberangkatkan hingga sekitar Agustus. Alasannya, kontrak kerja yang diteken AG Recruitment hanya hingga November.
The Guardian melaporkan, sebagian TKI tersebut akan bekerja sebagai pemetik buah beri dengan upah sekitar Rp 5,3 juta per minggu. Buah beri ini bahan baku untuk Marks and Spencer, Waitrose, Sainsbury's, dan Tesco.
Benny menyampaikan, tingginya biaya yang ditetapkan oleh Al Zubara membuat TKI terjerat utang. Namun ia tidak memerinci berapa TKI yang terpaksa berutang.