TNI AL Awasi Pergerakan Kapal Penjaga Pantai Cina di Laut Natuna

Aryo Widhy Wicaksono
14 Januari 2023, 14:33
KRI Tjiptadi-381 (kanan) dan KRI Teuku Umar-385 (kiri) mengikuti sailing pass di Laut Natuna, Kepulauan Riau, Rabu (15/1/2020).
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
KRI Tjiptadi-381 (kanan) dan KRI Teuku Umar-385 (kiri) mengikuti sailing pass di Laut Natuna, Kepulauan Riau, Rabu (15/1/2020).

TNI Angkatan Laut mengirimkan kapal perang ke Laut Natuna Utara, untuk memantau aktivitas kapal penjaga pantai Cina di kawasan tersebut. Kapal asal Cina itu dalam beberapa waktu terakhir terpantau melakukan perjalanan di wilayah yang dianggap telah masuk ke zona ekonomi ekslusif (ZEE) Indonesia.

Menyitir laporan Reuters, berdasarkan data pelacakan kapal, kapal penjaga pantai Cina atau China Coast Guard (CCG) 5901, telah berlayar di dekat ladang gas Blok Tuna dan ladang minyak dan gas Chim Sao Vietnam sejak 30 Desember 2022.

Menanggapi ini, TNI AL mengerahkan sebuah kapal perang, pesawat patroli maritim, dan drone untuk memantau aktivitas kapal tersebut.

"Kapal Cina itu tidak melakukan aktivitas yang mencurigakan," kata Kepala Staf Angkatan Laut RI Laksamana Muhammad Ali, Sabtu (14/1) seperti dikutip Reuters.

"Namun perlu kita pantau karena sudah lama berada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia," ujarnya menambahkan.

Pada 2021, kapal-kapal dari Indonesia dan Cina pernah terlibat aksi saling membayangi. Peristiwa ini berlangsung selama berbulan-bulan di dekat anjungan minyak submersible yang melakukan penilaian sumur di blok Tuna.

Saat itu, Cina juga mendesak Indonesia untuk menghentikan pengeboran, dengan mengatakan aktivitas tersebut terjadi di wilayahnya.

Negara terbesar di Asia Tenggara itu mengatakan bahwa di bawah hukum laut konvensi PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), titik ujung selatan Laut Cina Selatan merupakan zona ekonomi eksklusif RI, sehingga pada 2017 menamai kawasan tersebut dengan Laut Natuna Utara.

Cina lantas menolak pengakuan tersebut, dengan mengatakan bahwa wilayah maritim itu berada di dalam klaim teritorial mereka pada Laut Cina Selatan. Kawasan tersebut mereka tandai dengan apa yang disebut sebagai "nine-dash line" atau sembilan garis putus berbentuk U.

Akan tetapi, sebelum Indonesia menamakan wilayah itu, pada 2016 Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag, Belanda, menilai batas klaim Cina tidak memiliki dasar hukum.

Sebelumnya, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono juga menyinggung akan menggelar operasi khusus oleh pasukan pengamanan perbatasan khusus Laut Natuna Utara.

Yudo berencana melakukan operasi tersebut secara lintas matra. "Nanti akan dikendalikan Kabirham I. Di situ antara udara, laut, dan darat akan dijadikan satu sehingga lebih efektif," kata Yudo di Istana Negara, Senin (19/12), usai dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Panglima TNI.

Kawasan Natuna Utara memang kerap dimasuki perahu asing untuk menangkap ikan di kawasan itu. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi perikanan di kawasan Laut Natuna Utara mencapai 2.687,8 ton pada 2017.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...