Bos KSP Indosurya Divonis Bebas, Kejagung Nilai Putusan Hakim Keliru
Kejaksaan Agung menilai vonis bebas yang diberikan pada terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam atau KSP Indosurya, Henry Surya keliru. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan Majelis Hakim dalam memutus perkara tidak menerapkan peraturan hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 253 huruf a KUHAP.
"Putusan Majelis Hakim tidak sejalan dengan tuntutan dari Penuntut Umum," kata Ketut dalam keterangan resmi yang dikutip Selasa (31/1).
Ketut mengatakan kejaksaan akan mengajukan kasasi atas putusan yang telah dibuat hakim. Kasasi akan diajukan dalam rentang waktu 14 hari ke depan.
Menurut Ketut, terdapat beberapa pertimbangan dalam pengajuan kasasi yang akan dilayangkan. Ketut mengatakan kejaksaan menilai perbuatan para pelaku dalam perkara tersebut sangat melukai hati masyarakat yang menjadi korban dari kegiatan KSP Indosurya.
Lebih jauh Ketut mengatakan KSP Indosurya telah memiliki 23.000 nasabah dengan mengumpulkan dana nasabah seluruhnya sebanyak Rp 106 Triliun. Berdasarkan hasil audit nasabah yang tidak terbayarkan lebih dari 6.000 nasabah yang jumlah kerugian sebesar kurang lebih Rp 16 Triliun.
"Pengumpulan dana dilakukan secara ilegal dengan memanfaatkan kelemahan hukum perkoperasian dijadikan alasan untuk mengeruk keuntungan masyarakat," kata Ketut.
Ketut mengatakan, KSP Indosurya juga tidak memiliki legal standing sebagai koperasi, dikarenakan beberapa hal. KSP Indosurya diketahui tidak pernah melakukan rapat anggota yang memiliki kewenangan tertinggi minimal satu tahun sekali sebagai bentuk pertanggungjawaban. KSP Indosurya juga tidak memberikan kartu tanda anggota kepada orang yang direkrut.
Anggota juga tidak pernah dilibatkan dalam mengambil keputusan penting seperti pembagian dividen/Sisa Hasil Usaha (SHU) setiap tahunnya. Kejaksaan menilai KSP Indosurya telah melakukan perubahan nama koperasi menjadi KOSPIN Indosurya Cipta.
"Produk yang dijual tidak masuk akal, seperti simpanan berjangka yang nilai simpanannya mulai Rp 50 juta sampai jumlah tidak terbatas dengan iming-iming bunga 8,5%-11,5 % yang tidak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia," ujar Ketut.
Ketut juga menyoroti perluasan wilayah yang dilakukan KSP Indosurya dengan membuka dua kantor pusat dan 191 kantor cabang di seluruh Indonesia tanpa pemberitahuan kepada Kementerian Koperasi dan UKM. Keputusan strategia itu juga tidak diketahui oleh anggota.
"Hal tersebut semata-mata adalah perintah dari Henry Surya yang dibantu oleh Junie Indira dan Suwito Ayub," kata Ketut.
Lebih jauh, Ketut mengatakan, setelah uang nasabah terkumpul dari 2012-2020 atas perintah Henry Surya, sebagian dana tersebut dialirkan ke 26 perusahaan cangkang milik Henry Surya. Dana sisa dibelikan aset berupa tanah, bangunan dan mobil atas nama pribadi serta atas nama PT. Sun Internasional Capital milik Henry Surya.
Ketut mengatakan, perbuatan Henry Surya, Junie Indira, dan Suwiyo Ayub dengan dalih membuat koperasi simpan pinjam, semata-mata untuk mengelabui masyarakat. Mereka membuat pengumpulan uang KSP Indosurya seolah-olah untuk kepentingan dan kesejahteraan para anggota.
Padahal, kata Ketut, perbuatan tersebut dilakukan untuk menghindari adanya pengawasan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). KSP juga sengaja menghindari proses perizinan penghimpunan dana masyarakat melalui Bank Indonesia. Ketut mengatakan, Henry Surya dkk memanfaatkan celah hukum untuk memperdaya korban dengan kedok koperasi.
Berdasarkan penilaian kejaksaan, Ketut mengatakan penuntut umum sudah tepat menjerat para pelaku dengan dakwaan kesatu: Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 378 KUHP, dan Pasal 372 KUHP. Henry Surya juga didakw dengan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 4 jo. Pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam putusannya, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat mengatakan tak bisa memberi putusan atas perkara KSP Indosurya lantaran menilai kasus itu masuk ranah hukum perdata. Atas putusan itu hakim kemudian memerintahkan agar bos KSP Indosurya dibebaskan dari tahanan dan terbebas dari tuntutan jaksa.