Mahfud Sebut Temuan Nilai Transaksi Janggal Capai Rp 349 Triliun
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebut total transaksi mencurigakan yang melibatkan pegawai Kementerian Keuangan mencapai Rp 349 triliun. Angka tersebut naik hampir Rp 50 triliun dari dugaan sebelumnya senilai Rp 300 triliun.
Mahfud menjelaskan dana tersebut merupakan nilai perputaran transaksi. Artinya, jumlah uang yang berputar dalam dugaan tindak pidana pencucian uang tersebut lebih kecil dari nilai yang dicurigai.
Mahfud mencontohkan temuan aparat penegak hukum di safe deposit box Rafael Alun Trisambodo senilai Rp 56 miliar. Namun total pergerakan uang mencurigakan pada rekening Rafael mencapai Rp 500 miliar.
"Ini transaksi mencurigakan dan itu banyak melibatkan orang yang punya sentuhan-sentuhan dengan, mungkin, orang Kementerian Keuangan," kata Mahfud dalam konferensi pers, Senin (20/3).
Mahfud mengatakan nilai uang yang terlibat dalam tindak pidana pencucian uang atau TPPI umumnya lebih besar dari korupsi. Pasalnya, aparat penegak hukum acap fokus ke tindak pidana korupsi dan tidak melanjutkan pendidikan ke TPPU.
Mahfud mencatat ada beberapa modus dalam TPPU, yakni:
- Kepemilikan saham pada perusahaan atas nama keluarga
- Kepemilikan aset atas nama pihak lain
- Membentuk perusahaan cangkang
- Mengelola hasil kejahatan sebagai keuntungan operasional
- Menggunakan rekening atas nama orang lain untuk menyimpan hasil kejahatan
- Menyembunyikan hasil kejahatan dalam safe deposit box atau tempat lain
Mahfud mengatakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK wajib menelusuri semua modus tersebut. Mahfud bersama Kementerian Keuangan, dan PPATK telah sepakat menjawab dugaan TPPU tersebut.
Sedangkan Kementerian Keuangan akan menindaklanjuti laporan hasil analisis yang diterbitkan oleh PPATK. Sebagai informasi, dugaan TPPU senilai Rp 349 triliun tersebut didapatkan dari proses intelijen keuangan dalam laporan hasil analisis PPATK.
"Apabila laporan pencucian uang diperlukan bukti tindak pidana, maka laporan hasil analisis tersebut ditindaklanjuti dengan proses hukum oleh Kementerian Keuangan," kata Mahfud.
Kemenkeu juga akan menyediakan penyidik pegawai negeri sipil atau PPNS yang bertugas menemukan alat bukti. Adapun, PPNS tersebut akan berasal dari bidang pajak atau kepabeanan.
"Atau mungkin saja diserahkan ke penegak hukum lainnya, yakut polisi, jaksa, atau KPK," kata ujarnya.
(Catatan redaksi: Judul artikel ini diubah pada Selasa (21/3) pukul 11.03 WIB untuk memberikan konteks lingkup transaksi janggal Rp 349 triliun)