Kerugian Negara di Kasus BTS BAKTI Kominfo Diklaim Tidak Komprehensif
Kuasa hukum tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Base Transceiver Station (BTS) 4G BAKTI Kominfo Irwan Hermawan, Handika Honggowongso menilai bahwa kerugian negara hasil penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) itu parsial tidak komprehensif.
Sebab menurutnya BPKP hanya menghitung prestasi terbangunnya BTS berdasarkan cut of proses pembangunan BTS hingga Maret 2022. Sedangkan faktualnya sampai Desember 2022, bahkan saat ini juga masih berlangsung. Oleh karenanya, ia memandang penghitungan kerugian negara itu salah secara metode.
“Kerugian Rp 8,3 triliun itu karena BPKP cut of proses pembangunan BTS paket 1,2,3,4 dan 5 per Maret 2022, dengan kemajuan secara kumulatif BTS terbangun sekitar 20%,” kata Handika dalam keterangan tertulis, Jumat (19/5).
Ia menjelaskan, anggaran dengan nilai Rp 8,3 triliun yang dianggap kerugian negara itu sebenarnya 90% diperuntukkan untuk belanja perangkat BTS, angkutan sampai lokasi dan konstruksi BTS sampai Desember 2022. Namun sampai hari ini kemajuan terbangunnya BTS yang sudah mencapai 90% itu belum dibuatkan berita acara serah terima BTS dengan BAKTI. Hal itu karena belum dilakukannya verifikasi karena sedang disidik oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Akibatnya tidak diperhitungkan oleh BPKP dalam audit,” ujar Handika.
Di sisi lain, Handika menjelaskan, pemasangan BTS di paket 4 dan 5 oleh PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera atau IBS juga menemukan berbagai kendala. Dalam paket itu, pembangunan dilakukan di wilayah Papua yang statusnya merah.
“Kendala itu sangat berat sekali karena di daerah rawa-rawa, hutan dan juga adanya teror, penyanderaan, pembacokan terhadap pegawai atau mitra kerja IBS dari kelompok kriminal bersenjata,” ucapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, IBS hingga kini tetap berupaya menyelesaikan proyek tersebut. Bahkan ia berharap adanya solusi dari pemerintah agar pembangunan tetap selesai.
“Saat ini pihak IBS terus melakukan upaya agar BTS bisa terbangun. Untuk itu, ia sangat berterima kasih atas pernyataan Jampidsus yang akan mendorong dan mengawal penyelesaian pembangunan BTS,” ungkap Handika.
Sebelumnya Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan, pihaknya memang menerima permintaan dari pihak Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung pada 31 Oktober 2022 lalu untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo.
“Berdasarkan semua yang kami lakukan dan berdasarkan bukti yang kami peroleh maka kami menyimpulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 8,3 triliun,” kata Ateh.
Menurutnya, dalam proses menghitung kerugian keuangan negara, BPKP melakukan audit, verifikasi pihak terkait, dan observasi fisik beberapa lokasi, termasuk mempelajari pendapat ahli.
“Kerugian keuangan negara terdiri dari biaya penyusunan kajian pendukung, mark up harga, dan pembayaran proyek BTS yang belum terbangun,” ucap Ateh.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan, kasus korupsi pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung BAKTI Kominfo bukan tindak pidana biasa. Sebab, kerugian keuangan negara mencapai Rp 8 triliun.
"Peristiwa ini dana yang digulirkan Rp 10 triliun, kerugian negaranya Rp 8 triliun. Ini bukan peristiwa pidana biasa," kata Kuntadi dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Rabu (17/5).
Dia mengatakan, saat ini penyidik Kejagung tak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga pemulihan kerugian keuangan negara. Menurut Kuntadi, penelusuran aset-aset sudah dilakukan sejak lama.
Adapun Kejagung telah menetapkan beberapa tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Salah satunya adalah Irwan Hermawan selaku komisaris PT Solitech Media Sinergy.
Adapun peranan dari Irwan Hermawan yakni bahwa sebagai komisaris, ia dianggap melawan hukum dan bersama-sama melakukan permufakatan jahat dengan tersangka lainnya. Itu dilakukan untuk mengkondisikan pelaksanaan pengadaan BTS 4G pada BAKTI Kominfo sedemikian rupa, sehingga mengarahkan ke penyedia tertentu yang menjadi pemenang dalam paket 1, 2, 3, 4 dan 5.