Di Rapat Paripurna, PKS Minta Pemerintah Revisi Draf RUU Kesehatan
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta pemerintah memasukkan alokasi wajib atau mandatory spending kesehatan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Permintaan tersebut disampaikan pada Rapat Paripurna ke-27 hari ini.
Anggota Komisi Kesehatan dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani meminta pemerintah menjadikan alokasi anggaran wajib untuk kesehatan menjadi ruh RUU Kesehatan. Menurutnya, alokasi ini diperlukan sebagai jaminan dan kepastian bagi masyarakat bahwa negara hadir untuk menjamin kesehatan nasional.
"Melalui sidang terhormat ini, saya ingin mengingatkan bahwa kesehatan adalah amanat konstitusi yang tidak dapat dibantah, harus kita wujudkan," kata Netty dalam Sidang Paripurna, Selasa (20/6).
Netty menyoroti ketentuan mandatory spending yang tertulis pada UU Nomor 36 Tahun 2009 dihilangkan pada Draf RUU Kesehatan. Padahal, pemerintah wajib mengalokasikan setidaknya 5 persen dari total anggaran negara tiap tahunnya untuk kesehatan.
Netty berpendapat mandatory spending kesehatan penting, khususnya dalam melewati masa pandemi.
Sebelumnya, Komisi IX telah menyepakati RUU Kesehatan dibawa ke Paripurna untuk disahkan. Namun tak ada agenda pembahasan RUU tersebut pada Sidang Paripurna hari ini.
Namun Ketua DPR Puan Maharani langsung menutup rapat setelah pembahasan laporan Badan Pemeriksa Keuangan rampung. Artinya, Draf RUU Kesehatan belum dibahas pada Sidang Paripurna kali ini.
Sebelumnya, Ketua Panitia Kerja RUU Kesehatan Melkiades Laka Lena melaporkan hasil pembahasan tingkat pertama membuahkan draf yang terdiri dari 20 bab yang berisi 458 pasal. Adapun, RUU tersebut akan menghapus 11 Undang-Undang yang mengatur tentang kesehatan.
Sebanyak dua dari sembilan fraksi yakni PKS dan Demokrat menolak RUU Kesehatan dibahas pada tingkat kedua. Anggota Komisi IX Fraksi Partai Demokrat Aliyah Mustika Ilham mengatakan RUU Kesehatan terlalu berorientasi pada investasi dan bisnis, tidak kesehatan masyarakat.
Pasalnya, kata Aliyah, Draf RUU Kesehatan tersebut menghilangkan pengeluaran wajib negara atau mandatory spending 5 persen di bidang kesehatan.
Aliyah juga menilai pembahasan Draf RUU Kesehatan yang akan dibawa ke Rapat Paripurna terlalu cepat. Pasalnya, beleid tersebut menghilangkan dan merangkum 11 undang-undang tentang kesehatan.
"Jika ada ruang dan waktu yang lebih panjang, kami meyakini RUU ini dapat lebih komprehensif, holistik, berbobot, dan berkualitas," kata Aliyah pada rapat hari Senin (19/6).