Duduk Perkara Suap Rp 88,3 Miliar yang Jerat Kabasarnas jadi Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka. Henri diduga diduga menerima suap Rp 88,3 miliar dari beberapa vendor yang memenangkan sejumlah proyek pengadaan barang di Basarnas pada rentang waktu 2021-2023.
"Dari informasi dan data yang diperoleh Tim KPK, diduga HA (Henri Alfiandi) bersama dan melalui ABC (Letkol Adm Afri Budi Cahyanto) diduga mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, seperti dikutip Kamis (27/7).
Alex menerangkan dalam perkara tersebut KPK telah menetapkan lima tersangka. Selain Henri tersangka lain adalah Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto. Sedangkan tersangka dari pemberi suap dari pihak swasta adalah Komisaris Utama PT. Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG), Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya (MR), dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
Menurut Alex kasus tersebut berawal pada 2021. Saat itu Basarnas melaksanakan beberapa tender proyek pekerjaan yang diumumkan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Basarnas yang dapat diakses oleh umum. Kemudian pada 2023, Basarnas kembali membuka tender proyek untuk 3 pekerjaan.
Pekerjaan pertama adalah pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar. Pekerjaan kedua pengadaan Public Safety Diving Equipment dengan nilai kontrak Rp 17, 4 miliar. Selanjutnya pekerjaan ketiga adalah pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp 89,9 miliar.
Permainan dalam Tender Proyek
Pada pelaksanaanya, Mulsunadi, Marilya, dan Roni melakukan pendekatan secara personal dengan menemui langsung Henri selaku Kepala Basarnas dan Afri selaku Koorsmin Kepala Basarnas merangkap asisten sekaligus orang kepercayaan kepala Basarnas. Tujuan pendekatan agar dapat memenangkan tiga proyek yang sedang ditenderkan.
Dalam pertemuan tersebut, diduga terjadi deal pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak. Penentuan besaran fee dimaksud diduga ditentukan langsung oleh Henri.
Dalam pertemuan dicapai kesepakatan bahwa Henri siap mengkondisikan dan menunjuk perusahaan Mulsunadi dan Marilya sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan tahun anggaran 2023.
Kemudian perusahaan Roni ditunjuk menjadi pemenang tender untuk proyek pengadaan Public Safety Diving Equipment dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024). Penyerahan uang juga diberi kode "Dako" (Dana Komando) untuk Henri melalui Afri.
Mulsunadi kemudian memerintahkan Marilya untuk menyiapkan dan menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp 999,7 juta secara tunai di parkiran salah satu Bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap. Sedangkan Roni menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp 4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank.
Tim KPK yang mendapat informasi adanya penyerahan sejumlah uang dalam bentuk tunai dari Marilya kepada Afri di salah satu parkiran Bank di Mabes TNI Cilangkap. Kabar itu ditindaklanjuti dengan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para pihak.
Dalam OTT itu turut diamankan goodie bag yang disimpan dalam bagasi mobil ABC yang berisi uang Rp 999,7 juta. Para pihak tersebut kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK Jakarta Selatan untuk menjalani pemeriksaan intensif hingga berujung dengan penetapan lima orang tersangka.
Alex mengatakan untuk Marsdya Henri Alfiandi dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto yang diduga sebagai penerima suap, penegakan hukumnya diserahkan kepada Puspom Mabes TNI dengan supervisi KPK. Sedangkan tiga tersangka sipil yakni Marilya, Roni, dan Mulsunadi proses hukumnya langsung ditangani oleh KPK.
Tim Penyidik kemudian langsung menahan dua tersangka yakni Marilya dan Roni selama 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 26 Juli 2023 sampai dengan 14 Agustus 2023.
"Untuk tersangka MG, kami ingatkan untuk kooperatif segera hadir ke Gedung Merah Putih KPK mengikuti proses hukum perkara ini," kata Alex.
Ketiga tersangka sipil tersebut disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.