Sidang MKMK Ungkap Fakta Permohonan Almas Tak Dibubuhi Tanda Tangan
Sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang digelar Kamis (2/11) memunculkan fakta baru. Laporan yang dibuat Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) mengungkap titik lemah permohonan uji materi Pasal 169 huruf q tentang Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 yang disampaikan Almas Tsaqibbirru dan telah dikabulkan oleh MK.
Ketua PBHI Julius Ibrani mengatakan dokumen perbaikan yang diajukan Almas dan menjadi dasar putusan MK tidak dilengkapi dengan tanda tangan pemohon dan juga kuasa hukumnya. Bukti itu didapatkan PBHI dari dokumen yang diunggah di website MK.
“Kami khawatir apabila dokumen ini tidak pernah ditandatangani sama sekali maka seharusnya dianggap tidak pernah ada perbaikan permohonan atau bahkan batal permohonannya," ujar Julius dalam persidangan MKMK, Kamis (2/11).
Julius hadir dalam sidang dan memaparkan laporannnya secara online. Ia mengatakan tidak adanya tanda tangan dari Almas dan kuasa hukum ini akan mencederai nama baik MK.
Hal lain yang disorot adalah persoalan bahwa perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 bersama dengan perkara nomor 91/PUU-XXI/2023 pernah masuk dalam permintaan pencabutan meski kemudian perkara 90 tidak jadi dicabut. Namun menurut Julius status perkara bisa diperdebatkan lantaran perkara yang sudah dicabut seharusnya tidak bisa dibahas.
Julius juga menilai terdapat kejanggalan dari permohonan yang diajukan Almas lantaran secara eksplisit menyebutkan nama Gibran Rakabuming Raka yang merupakan Wali Kota Surakarta dalam materi permohonan. Di sisi lain ia menyebut masuknya nama Gibran secara tidak langsung seharusnya juga membuat Ketua MK Anwar Usman tidak bisa turut menyidangkan lantaran memiliki hubungan kekeluargaan dengan Gibran.
“Tindakan yang dilakukan oleh para terlapor selaku hakim konstitusi patut diduga kuat telah melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi,” ujar Julius.
Pada sidang hari ini, MKMK menyidangkan 10 laporan yang disampaikan masyarakat. Sidang dibagi dalam dua sesi dengan masing-masing 5 laporan. Selain mempersoalkan Anwar Usman, PBHI menurut Julius juga mempersoalkan sikap 4 hakim MK karena membiarkan perkara tetap diputus padahal dokumennya tidak lengkap.
Menanggapi aduan BPHI, Ketua MKMK Jimly Assidique mengatakan akan mempelajari laporan yang disampaikan. Ia menyebutkan materi yang disampaikan Julius memiliki konten yang baru dan belum disampaikan oleh pelapor pada sidang sebelumnya.
Saat ini MKMK telah memeriksa tiga hakim terlapor pada Selasa (31/10) yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih dan 3 hakim pada Rabu (1/11) yaitu Saldi Isra, Manahan M.P. Sitompul, dan Suhartoyo. Sementara itu, tiga hakim konstitusi lainnya, yaitu Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M. Guntur Hamzah, dan Wahiduddin Adams, akan diperiksa pada Kamis (2/11).
Selain itu, MKMK juga akan mengkonfrontir panitera dalam perkara tersebut. Jimly menyebut pihaknya menemukan banyak masalah dalam cara pengambilan keputusan dan prosedur persidangan. Ketua Majelis Kehormatan mengatakan akan membacakan putusan pada 7 November 2023 sebelum berakhirnya masa pergantian nama capres dan cawapres di Komisi Pemilihan Umum.