Jokowi Bantah Agus Rahardjo Soal Perintah Setop Kasus Setya Novanto
Presiden Joko Widodo (Jokowi) membantah pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo soal adanya perintah menghentikan kasus korupsi KTP elektronik yang menjerat Setya Novanto.
Jokowi juga membantah adanya pertemuan dengan Agus Rahardjo di Istana Merdeka pada 2017 silam. Ia mengaku telah memerintahkan Kementerian Sekretariat Negara jika pertemuan itu benar terjadi.
"Saya sehari ada beberapa puluh pertemuan, saya suruh cek di Kementerian Sekretariat Negara tidak ada agenda itu," kata Jokowi saat menyampaikan keterangan pers, disiarkan oleh Youtube Sekretariat Presiden pada Senin (4/12).
Jokowi mengaku akan mendukung penuh upaya KPK untuk menjalankan proses hukum terhadap Setnov saat itu. Bentuk dukungan tersebut ditujukan lewat pernyataan dirinya pada November 2017 silam yang meminta Setnov untuk taat menjalani proses hukum yang berlaku.
"Pak Setnov sudah divonis hukum berat 15 tahun. Terus untuk apa diramaikan, kepentingan apa diramaikan itu, untuk kepentingan apa?" ujar Jokowi.
Sebelumnya, Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku dirinya dipanggil oleh Jokowi untuk menghadap ke Istana Merdeka Jakarta seorang diri, tanpa ditemani oleh lima komisioner KPK. Dalam pertemuan tersebut, ujar Agus, turut hadir Menteri Sekretariat Negara Pratikno.
Agus mengaku mendapat instruksi untuk menghentikan kasus korupsi E-KTP. "Begitu saya masuk, Presiden sudah marah. Beliau berteriak: Hentikan," ujarnya.
Awalnya, Agus mengaku heran hal apa yang diminta Jokowi untuk disetop. Ternyata yang minta dihentikan adalah kasus KTP elektronik. "Setelah saya duduk (mendapatkan penjelaskan), ternyata yang dihentikan adalah kasusnya Pak Setnov," kata Agus.
Mendapatkan permintaan, Agus lalu menjelaskan kepada Jokowi bahwa Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tersangka Setya Novanto sudah keluar tiga pekan sebelumnya. "Kami juga (saat itu) tak punya kewenangan surat perintah penghentian penyidikan (SP3)," ujar Ketua KPK Periode 2015-2019 tersebut.
Agus mengatakan dirinya tak bercerita kepada komisioner lain soal pemanggilan tersebut. Meski demikian, ia belakangan menyadari satu hal bahwa Jokowi merasa KPK tak mau diperintah. "Akhirnya ada revisi UU KPK, ada SP3, berada di bawah Presiden," ujar Agus.
Ia juga mengatakan selama proses revisi UU KPK, para pimpinan komisi antirasuah sulit untuk bertemu Jokowi untuk memberikan masukan. Selain itu, Agus mengaku tak pernah mendapatkan draft rancangan UU KPK. "Pimpinan KPK tak tahu apa yang direvisi sampai terakhir".