DPR Buka Kans Panggil Agus Rahardjo yang Seret Jokowi Soal Kasus e-KTP
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tak menutup kemungkinan untuk memanggil mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo. Agus berpotensi dipanggil buntut pengakuannya soal Presiden Joko Widodo sempat marah ketika meminta KPK menghentikan penyidikan perkara Setya Novanto.
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan ia mempersilakan Komisi III memanggil Agus bila dirasa perlu untuk meminta penjelasan padanya. Puan mengatakan DPR menjunjung supremasi hukum., sehingga ia mempersilakan anggota dewan memanggil Agus.
"Bahwa kemudian nantinya ada wacana atau keinginan dari anggota untuk melakukan itu (memanggil Agus), itu merupakan hak anggota. Kami juga akan mencermati apakah hal itu diperlukan atau tidak," kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (5/12).
Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul pun menyatakan hal senada. Ia menilai pemanggilan Agus diperlukan untuk memintai keterangan lebih lanjut agar polemik tersebut menjadi terang.
"Kalau mau itu diperjelas ya boleh-boleh saja," kata Pacul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (5/12).
Kendati demikian, menurutnya pernyataan Agus sudah tak relevan, lantaran perkara korupsi e-KTP itu telah tutup buku pada 2017 lalu. Berdasarkan hal itu, Pacul beranggapan motif Agus mengungkit masalah tersebut saat ini tidak terdapat motif yang jelas.
"Ini omongan orang kadaluwarso (kedaluarsa), mustinya dulu ketika dia menjadi ketua KPK ngomong kan, begitu," katanya.
Sebelumnya, Agus Rahardjo mengaku dirinya pernah dipanggil oleh Jokowi untuk menghadap ke Istana Merdeka Jakarta seorang diri, tanpa ditemani oleh lima komisioner KPK. Dalam pertemuan tersebut, ujar Agus, turut hadir Menteri Sekretariat Negara Pratikno.
Agus mengaku mendapat instruksi untuk menghentikan kasus korupsi E-KTP. "Begitu saya masuk, Presiden sudah marah. Beliau berteriak: Hentikan," ujarnya.
Awalnya, Agus mengaku heran hal apa yang diminta Jokowi untuk disetop. Ternyata yang minta dihentikan adalah kasus KTP elektronik. "Setelah saya duduk (mendapatkan penjelaskan), ternyata yang dihentikan adalah kasusnya Pak Setnov," kata Agus.
Mendapatkan permintaan, Agus lalu menjelaskan kepada Jokowi bahwa Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tersangka Setya Novanto sudah keluar tiga pekan sebelumnya. "Kami juga (saat itu) tak punya kewenangan surat perintah penghentian penyidikan (SP3)," ujar Ketua KPK Periode 2015-2019 tersebut.
Agus mengatakan dirinya tak bercerita kepada komisioner lain soal pemanggilan tersebut. Meski demikian, ia belakangan menyadari satu hal bahwa Jokowi merasa KPK tak mau diperintah. "Akhirnya ada revisi UU KPK, ada SP3, berada di bawah Presiden," ujar Agus.