Hutan Mayong Merapun, Keanekaragaman Hayati di Tengah Kebun Sawit
Hutan tropis seluas 600 hektare tersisip di tengah perkebunan sawit milik PT Triputra Agro Persada Tbk. Hutan Mayong Merapun ini menjadi rumah bagi belasan orang utan.
Katadata.co.id bersama sejumlah media berkesempatan untuk menyusuri hutan Mayong Merapun. Butuh satu jam perjalanan dengan pesawat baling-baling dan empat jam perjalanan darat dari Balikpapan, Kalimantan Timur untuk menjangkau hutan yang kini menjadi zona edukasi dan wisata.
Tak lama setelah melalui jalan setapak memasuki hutan, tampak beberapa sarang yang menjadi penanda keberadaan orang utan. Sarang adalah rumah yang dibentuk oleh orang utan di atas pohon besar dari ranting-ranting dengan bentuk melingkar. Beberapa sarang yang terlihat menunjukkan bahwa terdapat orang utan dewasa, remaja, dan anak-anak di hutan tersebut.
Dalam mengelola Hutang Mayong, Emiten perkebunan sawit berkode TAPG membentuk anak usaha yakni PT Yudha Wahana Abadi atau YWA. Mereka juga bermitra dengan PT Ecositro, lembaga penelitian konservasi ekosistem hutan tropis yang telah beroperasi di Kalimantan selama 15 tahun.
Menurut catatan YWA, terdapat belasan orang utan tinggal di hutan tersebut. Namun sejauh ini, orang utan yang terobservasi baru lima ekor. Jumlah ini sebenarnya terbilang banyak, lantaran radius edar seekor orang utan mencapai 1.000 hektar.
Selain orang utan, Hutan Mayong menjadi tempat tinggal sekitar empat belas fauna yang dilindungi, puluhan jenis amfibi, dan ratusan jenis flora.
Peneliti Ecositrop Ari Mujahid menjelaskan, Hutan Mayong Merapun merupakan Areal Bernilai Konservasi Tinggi atau ABKT. Hutan ini merupakan ABKT kategori I, III, dan IV atau memiliki biodiversitas tinggi, spesies terancam punah, dan fungsi jasa lingkungan.
"Hutan Mayong dekat dengan Sungai Mayong, Jadi, fungsinya menjaga areal resapan air. Kalau hutan ini dibabat, Sungai Mayong jadi tercemar," kata Ari di Hutan Mayong, Kamis (30/11).
Hutan Mayong memiliki zona edukasi seluas 99 hektare, zona pemanfaatan dan pengembangan seluas 83 hektar, dan zona penelitian seluas 445 hektare. Oleh karena itu, Ari mengatakan Hutan Mayong merupakan hutan multifungsi.Saat ini, menurut dia, Hutan Mayong dijadikan sebagai arboretum dan Taman Keanekaragaman Hayati atau Kehati. Menurutnya, Hutan Mayong sudah diakui Kabupaten Berau sebagai Taman Kehati.
Jaga Produktivitas Kebun
Berdasarkan paparan TAPG, Hutan Mayong berkontribusi sekitar 20% dari total konsesi perseroan. Kawasan tersebut diperkirakan dapat memproduksi 21.800 ton Tandan Buah Segar sawit per tahun.
Estate Manager YWA Rionald P Hutabarat menjelaskan, pengelolaan Hutan Mayong adalah bentuk komitmen lingkungan perusahaan. Selain itu, pengeolaan hutan ini juga dapat menjaga produktivitas kebun.
Saat ini, YWA memanen TBS setiap seminggu sekali dengan produktivitas mencapai 25 ton TBS per hektar. Total pohon sawit yang berada di atas kawasan konsesi sekitar 8.000 hektar tersebut mencapai hampir 12 juta pohon.
Kegiatan pengelolaan Hutan Mayong saat ini adalah mencegah perburuan liar dan penebangan liar. Rionald menekankan, hal tersebut penting agar primata di Hutan Mayong tidak keluar dari kawasan hutan.
Ia bercerita primata dapat dengan mudah merusak kebun sawit. Ini karenabentuk pohon sawit mirip dengan makanan utama primata, yakni Pohon Bendang atau Borassodendron Borneense.
Rionald menceritakan pengalamannya dalam menjaga kebun sawit dari beruk pada 2009. Menurutnya, seekor beruk dapat merusak 16.000 bibit sawit berusia 10 bulan dalam waktu dua jam.
"Kalau dilihat sekilas bibit sawit yang dirusak masih bagus, tapi pucuk semua bibit tersebut telah diambil oleh beruk. Kami enggak mau ada masalah ini di sini," kata Rionald.
Dalam kasus orang utan, Ari mengatakan seekor orang utan dapat menghabiskan seluruh TBS pada 30 pohon sawit per hari. Oleh karena itu, Ari menegaskan penebangan dan perburuan liar penting dicegah agar orang utan tidak merasa terancam di Hutan Mayong.
Selain mengelola Hutan Mayong, Ari mengatakan, pihaknya telah membuat jalan pembatas antara area kebun YWA dan Hutan Mayong. Selain itu, patroli rutin dilakukan di jalan buatan tersebut untuk meningkatkan presensi manusia di kebun YWA.
Ari mengatakan telah menjadwalkan untuk memeriksa observasi Hutan Mayong setidaknya setiap dua bulan. Observasi tersebut bertujuan untuk mendata perubahan fauna di Hutan Mayong.
"Jangan sampai makanan untuk fauna di dalam hutan habis. Sebab, ini dapat berakibat fauna bisa datang ke kebun untuk cari makan," katanya.