PKS Jadi Satu-satunya Partai di DPR Tolak RUU DKJ, Apa Alasannya?
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). RUU yang disusun oleh Badan Legislatif DPR tersebut ditetapkan menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna yang digelar pada Selasa (5/12).
Juru Bicara PKS Muhammad Iqbal mengatakan partainya menilai RUU tersebut dibuat secara terburu-buru. Selain menganggap pembuatan RUU yang dilakukan tanpa kajian mendalam, PKS juga menilai adanya potensi merugikan warga Jakarta dan menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Iqbal mengatakan, dalam RUU itu terdapat salah satu usulan panja yang menyatakan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk oleh Presiden. PKS menilai kebijakan itu berpotensi menjadi ajang korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Bisa saja suatu saat Presiden atau Partai pemenang menunjuk keluarga, kerabat atau orang yang tidak memiliki kompetensi memimpin dan ini adalah sebuah celah terjadinya KKN yang melawan amanat reformasi,” kata Iqbal seperti dikutip Rabu (6/12).
Di sisi lain, Iqbal menegaskan, sejak awal PKS yang menolak proyek IKN dan tetap konsisten agar Jakarta tetap menjadi ibu kota. Atas alasan itu ia mengatakan PKS berkeyakinan Gubernur dan Wakilnya harus dipilih oleh rakyat bukan ditunjuk presiden.
Sebelumnya, dalam Rapat Paripurna DPR menyetujui Revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta untuk dibahas ke tingkat selanjutnya menjadi RUU inisiatif DPR. RUU DKJ awalnya merupakan inisiatif Badan Legislasi (Baleg) DPR. Keputusan itu disepakati oleh 8 fraksi kecuali PKS.
Secara umum draft RUU yang terdiri dari 12 bab dan 72 pasal itu mengubah nama Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta menjadi Daerah Khusus Jakarta. Pada pasal pertama draft RUU tertulis DKJ adalah adalah daerah khusus di tingkat provinsi.
Kewenangan khusus DKJ terkait pelaksanaan fungsi sebagai pusat perekonomian nasional dan kota global. Dengan status baru tersebut kedudukan DKJ adalah sebagai pusat perekonomian nasional, kota global, dan kawasan aglomerasi. DKJ berfungsi sebagai pusat perdagangan, pusat kegiatan layanan jasa dan layanan jasa keuangan, serta kegiatan bisnis nasional, regional, dan global.
Dalam pasal 19 juga disebutkan DKJ punya kewenangan khusus di bidang urusan pemerintahan dan kelembagaan. Ada 15 kewenangan khusus di urusan pemerintahan, beberapa di antaranya pekerjaan umum dan penataan ruang, perindustrian, perdagangan, hingga ketenagakerjaan. Sementara itu di urusan kelembagaan, kewenangan khusus ini meliputi penetapan dan jenis tipe, jumlah, dan susunan perangkat daerah ini sesuai dengan kebutuhan DKJ.