Jokowi Tanggapi Petisi Bulaksumur UGM: Hak Demokrasi Masyarakat
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi adanya Petisi Bulaksumur yang disuarakan oleh sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM). Jokowi mengatakan aksi tersebut merupakan hak setiap masyarakat untuk bersuara.
"Itu hak demokrasi," kata Jokowi saat memberikan keterangan pers di Pasar Kota Wonogiri, Jawa Tengah pada Kamis (1/2).
Sejumlah sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) merilis Petisi Bulaksumur yang berisi keprihatinan kondisi perpolitikan nasional di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belakangan ini. Petisi Bulaksumur dibacakan oleh Koentjoro Soeparno di acara Mimbar Akademik: Menjaga Demokrasi oleh akademisi UGM di Balairung UGM pada Rabu (31/1).
Koentjoro merupakan seorang profesor psikologi UGM yang pernah menjadi Pimpinan Dewan Guru Besar UGM. Pembacaan petisi itu turut dihadiri oleh sejumlah guru besar UGM, dosen, dan mahasiswa.
Sivitas Akademika UGM menyesalkan sikap Jokowi yang mengambil sejumlah langkah penyimpangan demokrasi. Koentjoro menyinggung soal pelanggaran etik Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum hingga adanya pembenaran dari presiden tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik.
"Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi pada masa Pemerintahan Presiden Jokowi yang juga merupakan bagian dari keluarga besar UGM," kata Koentjoro.
Sembari membacakan naskah petisi tersebut, Koentjoro menyebut tindakan Jokowi belakangan ini sudah menyimpang. Ia menyebutkan Jokowi melakukan penyelewengan terhadap prinsip moral demokrasi, kerakyatan dan keadilan sosial yang merupakan esensi dari Pancasila.
Dia melanjutkan, sikap Jokowi berseberangan dengan jati diri UGM yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila untuk memperkuat demokrasi. "Presiden Joko Widodo sebagai alumni semestinya selalu mengingat janji sebagai alumni UGM ," ujarnya.
Melalui petisi tersebut, Sivitas Akademika UGM mendesak, menuntut, serta meminta kepada segenap aparat penegak hukum dan semua pejabat negara hingga aktor politik yang berada di belakang presiden untuk segera kembali kepada koridor demokrasi.
Mereka juga mendesak DPR dan MPR untuk mengambil sikap dan langkah konkret dalam menyikapi gejolak politik yang terjadi menjelang konstelasi elektoral saat ini. Petisi yang dikeluarkan sivitas akademika UGM menjalar ke berbagai kampus lain.
Giliran UII Yogyakarta Kritik Jokowi
Setelah UGM giliran sivitas akademika Universitas Islam Indonesia atau UII, Yogyakarta, yang bersikap. Mereka mengeluarkan pernyataan kritik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Presiden Jokowi diminta untuk memperhatikan etika dan praktik kenegarawanan dalam sebuah pernyataan berjudul "Indonesia Darurat Kenegarawanan". Kritik ini dibacakan langsung oleh Rektor UII Prof. Fathul Wahid di depan Auditorium Prof. KH. Kahar Muzakir kampus UII.
“Pernyataan sikap ini sama sekali bukan partisan, murni pernyataan anak bangsa yang tersadarkan bahwa bangsa Indonesia masih punya daftar pekerjaan yang sangat, sangat panjang,” kata Fathul dilansir dari saluran YouTube UII, Kamis (01/02).
Ada enam pernyataan sikap sivitas akademika UII. Pertama, mendesak Presiden Joko Widodo untuk kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan dengan tidak memanfaatkan instrumen kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada salah satu pasangan capres atau cawapres.
"Presiden harus bersifat netral, adil, dan menjadi pemimpin bagi semua kelompok dan golongan, bukan untuk sebagian kelompok," bunyi pernyataan tersebut.
Kedua, menuntut Presiden Joko Widodo beserta seluruh aparatur pemerintah berhenti menyalahgunakan kekuasan dengan tidak mengerahkan dan memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis, termasuk salah satunya dengan tidak melakukan politisasi dan personalisasi bansos.
Ketiga, menyeru DPR dan DPRD agar aktif melakukan fungsi pengawasan, memastikan pemerintahan berjalan sesuai dengan koridor konstitusi dan hukum, serta tidak membajak demokrasi dan mengabaikan kepentingan dan masa depan bangsa.
Keempat, mendorong capres, cawapres, para menteri, dan kepala daerah, yang menjadi timses serta tim kampanye salah satu paslon untuk mengundurkan diri dari jabatannya. "Guna menghindari konflik kepentingan yang berpotensi merugikan bangsa dan negara."
Kelima, mengajak masyarakat Indonesia untuk terlibat, memastikan pemilu berjalan dengan jujur adil dan aman demi terwujudnya pemerintahan yang mendapatkan legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat.
Keenam, meminta seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama merawat cita-cita kemerdekaan dengan memperjuangkan terwujudnya iklim demokrasi yang sehat.