Insentif Belum Berlaku, Pengusaha Ditarik Pajak Hiburan 40%
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI menyatakan sebagian kabupaten/kota telah mengenakan pajak hiburan terbaru hingga 75%. Pajak hiburan terbaru ini diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Aturan tersebut menaikkan pajak lima jenis usaha hiburan ke rentang 40% sampai 75%, yakni diskotek, karaoke, klub malam, bar, dan spa. Salah satu pemerintah daerah yang telah menaikkan pajak hiburannya adalah Kabupaten Badung, Bali.
Ketua PHRI Badung Ray Suryawijaya mengatakan pajak hiburan di Badung telah naik menjadi 40% sejak Januari 2024. Walau demikian, Ray melaporkan Pemerintah Provinsi Bali telah menginstruksikan para bupati dan walikota untuk memberikan insentif pajak hiburan.
"Jadi, jelas pajak hiburan di Badung akan dikembalikan menjadi seperti tarif lama. Namun kami harus bayar pajak hiburan 40% itu karena tidak berlaku surut. Jadi kami harus nombokin dulu sampai surut," kata Ray dalam konferensi pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (7/2).
Ray menjelaskan insentif pajak hiburan tersebut kini sedang diproses oleh pemerintah dan sedang dalam proses harmonisasi di pemerintah pusat. Setelah proses harmonisasi, aturan tersebut akan disesuaikan oleh Pemerintah Provinsi Bali sebelum menjadi insentif yang diimplementasikan seluruh walikota dan bupati di Pulau Dewata.
Ray menyampaikan Pemerintah Provinsi Bali menargetkan waktu proses penyesuaian tersebut memakan waktu tiga hari. Dengan demikian, Ray berharap insentif pajak hiburan di Badung baru aktif secepatnya pertengahan Februari 2024.
"Pengusaha hiburan di Badung sepakat untuk membayar pajak hiburan sebesar 40% tersebut sebelum berlaku surut," ujarnya.
Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Haryadi Sukamdani mengatakan nilai kerugian implementasi kenaikan pajak hiburan tahun ini tidak bisa dinilai. Sebab, dampak implementasi pajak tersebut adalah tutupnya seluruh usaha di lima jenis usaha hiburan tersebut.
Haryadi menjelaskan rata-rata keuntungan bersih usaha hiburan adalah 10% dari pendapatan kotor. Oleh karena itu, Haryadi menekankan pajak hiburan sebesar 40% sudah pasti akan mematikan industri hiburan.
"Kalau rugi berarti ada harapan untuk untung. Pajak ini sudah pasti membuat lima usaha hiburan tersebut bubar," katanya.