Banyak Tokoh Bangsa Turun Gunung, Hasto: Demokrasi Sedang Tidak Normal
Sekretaris Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud, Hasto Kristiyanto, menyoroti banyaknya tokoh bangsa dan akademisi yang mengkritisi jalannya demokrasi Tanah Air. Hasto bilang, kultur demokrasi tengah mengalami distorsi.
Dia mengatakan demokrasi boleh dijalankan, namun harus dijaga agar tetap berjalan secara adil. Ia menyebut ada tiga contoh hal yang membuktikan fenomena distorsi demokrasi ini.
“Kalau situasi demokrasi normal, tidak mungkin Ibu Sintia Abdurrahman Wahid turun gunung bersama para tokoh, pagi tadi ketemu Jusuf Kalla. Kardinal juga ikut,” ujarnya dalam acara Forum Dialog Nusantara bertajuk "Pilpres dan Memulihkan Distorsi Kompetisi Menjadi Kompromi" di Habibie & Ainun Library, Jakarta, Rabu (7/2).
Ia merujuk pada Gerakan Nurani Bangsa yang bertemu Mantan Presiden Indonesia ke-10 dan 12, Jusuf Kalla, pada Rabu pagi di kediaman JK.
Beberapa tokoh yang tergabung dalam gerakan ini seperti Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Quraish Shihab, Habib Muhammad Hilal Al Aidid. Ada juga tokoh agama Kardinal Suharyo, Pendeta Gomar Gultom, dan Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid.
Sekretaris Jenderal PDIP ini bercerita bahwa Dewan Pemenangan Cabang di Gunung Kidul, Yogyakarta, mendapat gangguan. Sehari sebelum Presiden Joko Widodo tiba di Gunung Kidul, tiba-tiba bendera PDIP diturunkan dan mendapat tekanan dari Pasukan Pengamanan Presiden.
“Tiba-tiba suasana berubah seperti perang, ada Banser, terjadi perdebatan,” katanya, “memangnya kami ini peserta pemilu liar?”
Ia juga menekankan bahwa skenario satu putaran tidak perlu dilakukan. Hasto bilang rakyat yang menentukan jumlah putaran pemilu, sehingga jangan memaksa rakyat apa yang terbaik. “Rakyat tanpa dipaksa bakal memilih yang baik dengan kegembiraan. Maka, demokrasi lah yang harus kita bawa,” ujar Hasto.