Tarif Parkir Jakarta Berpotensi Naik Usai Tak Lagi Jadi Ibu Kota
DPR telah menyetujui Badan Legislasi untuk membahas Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ). Ketua Baleg Supratman Andi Agtas menyatakan pihaknya akan segera menggelar Rapat Kerja dengan Menteri Dalam Negeri untuk melanjutkan perumusan RUU DKJ.
Pengesahan RUU DKJ nantinya berpotensi mengubah sebagian aturan di Jakarta yang telah tertuang di UU Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta maupun perangkat Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta. Salah satu ketentuan yang berpotensi mengalami perubahan adalah aturan terkait tarif pajak pada jasa hiburan dan jasa parkir.
Dalam Pasal 41 draf RUU DKJ edisi bahan rapat pleno Baleg pada 4 Desember 2023, tarif pajak jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 25% dan paling tinggi 75%.
Ketetapan tersebut cenderung lebih tinggi dari regulasi eksisting saat ini, yakni Perda DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan.
Perda DKI Jakarta tentang Pajak Hiburan mengatur penarikan bea untuk jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa secara lebih tegas dan ajek, tanpa adanya rentang persentase.
Perda DKI Jakarta saat ini mengatur tarif pajak untuk diskotik, karaoke, klab malam, pub, bar sebesar 25%. Sementara tarif pajak untuk panti pijat, mandi uap dan spa sebesar 35%.
Kenaikan tarif layanan publik juga dapat terjadi pada retribusi jasa parkir. Pasal 41 draf RUU DKJ menetapkan tarif pajak jasa parkir paling tinggi 25%.
Adapun besaran tarif pajak parkir di Jakarta saat ini ditetapkan sebesar 20%, sebagainya tertulis dalam Pasal 7 Perda DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Parkir. Wajib pajak atau pihak yang memiliki kewajiban untuk membayar bea parkir yakni orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat Parkir.
Pengesahan RUU DKJ nantinya juga akan menghilangkan fungsi Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. DKJ nantinya akan menjadi wilayah pusat perekonomian nasional, kota global, dan kawasan aglomerasi.
Dengan berlakunya UU DKJ nantinya, fungsi ganda Jakarta sebagai sebagai daerah otonom provinsi sekaligus sebagai Ibu Kota Negara tak lagi berlaku. Jakarta kelak hanya akan menyandang status sebagai daerah otonom provinsi.
Adapun ketentuan peralihan ibu kota negara tertulis dalam Pasal 39 UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN). Pasal tersebut menuliskan bahwa kedudukan, fungsi dan peran ibu kota negara tetap berada di Provinsi DKI Jakarta sampai ditetapkannya Keputusan Presiden (Keppres).
Keppres itu nantinya akan menetapkan pemindahan ibu kota Negara dari Jakarta ke Nusantara, kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.