Jakarta Tak Lagi Jadi Berstatus DKI, Ini Sejumlah Dampaknya
Jakarta telah kehilangan status daerah khusus ibu kota (DKI). Hal itu lantaran Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang DKI Jakarta sebagai ibu kota negara statusnya telah habis pada 15 Februari.
Ketetapan tersebut merujuk pada Pasal 41 ayat 2, Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN). Keputusan tersebut berbunyi:
'Paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia diubah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Ini.'
Status ibu kota yang diemban Jakarta akan diganti oleh Nusantara yang berlokasi di Kabupaten Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur bila Keputusan Presiden (Keppres) telah terbit. Ketentuan itu tercantum dalam ayat berbeda di Pasal yang sama, yakni Pasal 41 ayat 1 UU IKN yang berbunyi:
‘Sejak ditetapkannya Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), ketentuan Pasal 3, Pasal 4 kecuali fungsi sebagai daerah otonom, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku'.
Raibnya status DKI pada Jakarta memunculkan sejumlah impikasi perubahan yang semula tertulis di UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang DKI Jakarta ke UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN. Beberapa konsekuensi yang muncul dari perubahan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hilangnya Fungsi Ganda Jakarta
Dalam Pasal 4 UU Nomor 29 Tahun 2007, Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibukota Indonesia sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
Pasal 26 UU tersebut mengatur kewenangan mencakup seluruh urusan pemerintahan kecuali urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, agama, serta bagian-bagian dari urusan pemerintahan lain yang menjadi wewenang Pemerintah.
Adapun otoritas Pemprov DKI Jakarta sebagai ibu kota negara meliputi penetapan dan pelaksanaan kebijakan dalam bidang tata ruang, sumber daya alam, dan lingkungan hidup. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga memiliki kewenangan untuk mengurus pengendalian penduduk dan permukiman, transportasi, industri dan perdagangan serta pariwisata.
Dengan berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN, fungsi ganda Jakarta sebagai sebagai daerah otonom provinsi sekaligus sebagai Ibu Kota Negara tak lagi berlaku sejak 15 Februari 2024. Jakarta saat ini hanya menyandang status sebagai daerah otonom provinsi.
Ketetapan teranyar itu juga melegalkan pengalihan kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara.
2. Keikutsertaan Gubernur dalam Sidang Kabinet.
Pasal 26 ayat 8 UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang DKI Jakarta memberikan amanat kepada Gubernur untuk dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan hilangnya status Jakarta sebagai ibu kota negara sejak 15 Februari, maka tak ada lagi aturan Gubernur Jakarta bisa mengikuti sidang kabinet bersama Presiden dan Menteri terkait segala urusan yang menyangkut kepentingan ibu kota negara.
3. Hak Pembentukan Kawasan Khusus
Merujuk kepada Pasal 30 UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang DKI Jakarta, Jakarta diberikan kewenangan untuk mengusulkan pembentukan kawasan khusus kepada Pemerintah untuk selanjutnya dikelola bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Kawasan khusus adalah kawasan di dalam wilayah Provinsi DKI Jakarta yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi tertentu pemerintahan dan penyelenggaraan negara yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional.
Merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030, Jakarta merupakan bagian kawasan strategis nasional
Perda tersebut Kawasan Khusus meliputi Kawasan Medan Merdeka, Kawasan Tanjung Priok, Kawasan Gelora Bung Karno Senayan serta Kawasan ASEAN. Lokasi Kawasan Khusus di Jakarta juga meliputi Kawasan Pertahanan dan Kemanan, berupa Kawasan Mabes TNI Cilangkap, Kawasan Halim Perdanakusumah, Kawasan Marinir Cilandak, Kawasan Kopassus Cijantung, Kawasan Kementrian Pertahanan dan Keamanan, dan Kawasan instalasi militer lainnya.
Kawasan Medan Merdeka ditujukan sebagai kawasan pusat pemerintahan. Kawasan Gelora Bung Karno Senayan dan Halim Perdanakusumah merupakan kawasan evakuasi bencana utama.
Sementara Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan utama di Jakarta dan menjadi salah satu pelabuhan tersibuk di Indonesia yang menunjang kegiatan industri, perdagangan dan jasa.
4. Pemilihan Gubernur Jakarta
Pasal 10 UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang DKI Jakarta menyebut Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh satu orang Gubernur dibantu oleh satu orang Wakil Gubernur. Mereka dipilih secara langsung melalui pemilihan umum (Pemilu) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) edisi bahan rapat pleno pada 4 Desember 2023, terdapat pasal kontroversial yang mengatur bahwa Gubernur Jakarta bakal ditunjuk oleh Presiden.
Ketetapan tersebut tertulis pada Pasal 10 ayat 2 yang mengatur Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD. Adapun ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, dan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya telah angkat bicara soal wacana hilangnya pemilihan gubernur DKI Jakarta. Jokowi berpendapat jabatan gubernur sebaiknya dipilih langsung masyarakat. Pernyataan Presiden disampaikan merespons polemik Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).
"Kalau tanya saya, gubernur dipilih langsung (rakyat)," kata Jokowi di Jakarta, Senin (11/12/2023) dikutip dari Antara.