Empat Menteri Jokowi Hadiri Sidang Sengketa Pilpres di MK
Empat menteri Kabinet Indonesia Maju yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah hadir di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (5/4) pagi. Keempat menteri tersebut yakni Menteri Kooordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Sosial Tri Rismaharini, serta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
Risma tiba terlebih dahulu, dengan mengenakan batik coklat dan tak mengeluarkan sepatah katapun. Menteri dari PDIP itu tiba di Gedung MK sekitar pukul 07.24 WIB.
Beberapa waktu setelahnya, Airlangga tiba di MK. Ketua Umum Partai Golkar itu hadir mengenakan jas hitam sekitar pukul 07.28 WIB. "Insyaallah," kata Airlangga saat ditanyai kesiapannya.
Sri Mulyani tiba di Gedung MK sekitar pukul 07.31. Sekitar 18 menit setelahnya, Muhadjir pun tiba di Gedung MK.
Selain keempat menteri tersebut, Mahkamah juga akan menghadirkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Keempat menteri tersebut akan dimintai keterangan yang diperlukan Mahkamah dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sebagaimana yang telah disepakati dan disampaikan pada persidangan sebelumnya bahwa besok adalah agenda persidangan untuk mendengar keterangan-keterangan dari para menteri, termasuk dari DKPP," kata Ketua MK Suhartoyo sebelum menutup sidang, Kamis (4/4).
Suhartoyo mengatakan, tim paslon yang hadir sebagai termohon maupun pemohon tak dapat mengajukan pertanyaan kepada para menteri dalam sidang tersebut.
"Tetap komitmennya tidak boleh mengajukan pertanyaan, dan itu hanya untuk para hakim yang akan mengajukan pendalaman," kata Suhartoyo.
Sebelumnya, Suhartoyo mengatakan keputusan memanggil para menteri didapat dari hasil Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
"Universalnya kan badan peradilan yang sifatnya inter parties (mengikat para pihak) itu, kemudian nuansanya menjadi keberpihakan kalau mengakomodir pembuktian-pembuktian yang diminta oleh salah satu pihak. Jadi, ini semata-mata untuk kepentingan para hakim,” kata Suhartoyo.