Guru Besar UI Kritik UU Penyiaran hingga MK, Soroti Aturan Instan

Amelia Yesidora
3 Juni 2024, 17:50
UI, universitas indonesia, guru besar ui, uu penyiaran
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/Spt.
Suasana saat rapat paripurna ke-13 masa persidangan IV tahun sidang 2023-2024 di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/3/2024).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Guru Besar Antropologi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Sulistyowati Irianto sejumlah UU yang dibahas dengan durasi cepat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ia menyoroti kurangnya keterlibatan masyarakat sebelum disahkan.

Sejumlah aturan yang menjadi sorotan adalah Undang-Undang Penyiaran, Kepolisian Negara, Tentara Nasional Indonesia, Mahkamah Konstitusi, hingga  Kementerian Negara. 

Ia bilang, berbagai pasal dalam instrumen hukum itu berpotensi menghilangkan esensi demokrasi dan hak asasi manusia. Misalnya, hilangnya kebebasan berekspresi dan kebebasan pers dalam menyajikan temuan investigatif dalam RUU Penyiaran atau perluasan wewenang polri dalam RUU Polri. 

 "Padahal polisi adalah alat negara yang menjaga keamanan dan keterbitan bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat dan menegakkan hukum,” kata Sulis dalam kuliah umum bertajuk ‘Dilema Intelektual di Masa Gelap Demokrasi: Tawaran Jalan Kebudayaan pada acara Koentjaraningrat Memorial Lecture XXI/2024", yang diselenggarakan Forum Kajian Antropologi Indonesia (FKAI), Senin (3/6).

Saat kebijakan tersebut mendapat reaksi negatif dari rakyat, kebijakan tersebut  langsung dibatalkan atau ditunda. Salah satunya adalah rencana kenaikan Uang Kuliah Tunggal yang akhirnya dibatalkan. 

“Lalu hari ini ada kebijakan Tapera. Semua ini tidak berdasarkan regulatory impact analysis di tengah-tengah masyarakat,” katanya. 

Sulis menjelaskan fenomena kemunduran demokrasi bisa dilihat sejak putusan Mahkamah Konstitusi soal usia Wakil Presiden. Ia beranggapan saat ini pemerintah tengah berupaya melemahkan demokrasi, menyatakan semuanya wajar tanpa pelanggaran hukum. 

"Penyelenggara negara yang seharusnya menjadi wasit nampak terlibat, bahkan (seakan sebagai) kontestan. Asas pemilu jujur, adil, bebas, langsung, rahasia seperti digariskan Konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 22 E, telah dilanggar," kata Sulis.  

Reporter: Amelia Yesidora

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...