Kemnaker: Aturan Cuti Melahirkan di UU KIA Tak Langgar UU Ciptaker
Kementerian Ketenagakerjaan (kemnaker) memastikan aturan cuti melahirkan dalam Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak atau UU KIA tak bertentangan dengan Undang-Undang ketenagakerjaan yang berlaku. Kemnaker pun turut serta menggodok UU KIA bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, dan Kementerian Hukum dan HAM.
“Kami telah memastikan apa yang diatur UU KIA, terutama yang kaitannya dengan ibu yang bekerja yang melahirkan, menyusui, dan keguguran, serta pekerja laki-laki yang istrinya melahirkan atau keguguran, tidak bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja,” kata Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Indah Anggoro Putri, melalui Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, Jumat (7/6).
Menurut Indah, beberapa peraturan dalam UU KIA yang berhubungan dengan ketenagakerjaan adalah cuti melahirkan bagi ibu yang bekerja. Dalam UU KIA, setiap ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan paling singkat tiga bulan pertama.
UU KIA juga mengatur cuti tambahan tiga bulan berikutnya bisa diberikan apabila terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. Indah mengatakan seorang ibu melahirkan mendapatkan hak upah sesuai ketentuan.
“Selama masa cuti tersebut, mereka berhak atas upah yang dibayar penuh untuk tiga bulan pertama dan bulan keempat. Kemudian, 75% dari upah untuk bulan kelima dan bulan keenam,” kata Indah.
Selain itu, ibu yang mengambil cuti tidak boleh diberhentikan dari pekerjaannya. Mereka juga mendapat hak selain gaji, sesuai ketentuan aturan pekerjaan.
Tak hanya memberi hak cuti pada ibu, UU KIA juga mengatur hak suami untuk cuti pendampingan istri pada masa persalinan. Cuti suami ini diberikan selama dua hari dan dapat diberikan paling lama 3 hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan.
Indah menambahkan, ibu bekerja yang melahirkan punya waktu istirahat 1,5 bulan bila mengalami keguguran atau sesuai surat keterangan dokter. Ia juga berhak atas kesempatan dan fasilitas yang layak untuk pelayanan kesehatan dan gizi serta melakukan laktasi selama waktu kerja.
“Jenis fasilitas kesejahteraan pekerja tersebut bisa macam-macam. Yang penting fasilitas kesejahteraan pekerja tersebut memang dibutuhkan oleh pekerja di perusahaan dan perusahaan mampu untuk menyediakannya,” ujarnya.
UU Kesejahteraan Ibu dan Anak pada fase 1000 hari pertama disahkan DPR pada Selasa (4/6). Selanjutnya UU menunggu penetapan dari Presiden Jokowi untuk diundangkan.