Putusan Mahkamah Kehormatan DPR: Bambang Soesatyo Langgar Kode Etik
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet terbukti melanggar kode etik. Putusan itu terkait pernyataannya yang mengklaim seluruh partai politik menyetujui dilakukannya amandemen UUD 1945.
“Amar putusan, MKD memutuskan dan mengadili sebagai berikut: satu, menyatakan Teradu terbukti melanggar,” kata Ketua MKD DPR Adang Daradjatun saat membacakan putusan perkara di Ruang Sidang MKD, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/4).
Menurut Adang, Bambang Soesatyo terbukti melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (4) jo Pasal 3 ayat (2) jo Pasal 20 ayat (1) Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik. Putusan itu dibuat setelah MKD DPR mendengarkan keterangan pengadu dan saksi-saksi, serta memeriksa dokumen.
Dalam putusannya, Majelis Kehormatan menjatuhkan sanksi ringan dengan teguran tertulis. Mahkamah meminta Bambang Soesatyo tidak mengulangi kesalahan dan lebih berhati-hati dalam bersikap.
Bambang yang merupakan Wakil Ketua Umum Partai Golkar selaku Teradu tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan tersebut. Ia juga tidak hadir memenuhi panggilan pada sidang MKD DPR sebelumnya pada Kamis (20/6).
Mantan Ketua DPR itu dilaporkan ke MKD DPR RI oleh Pengadu seorang mahasiswa bernama Muhammad Azhari. Bambang dilaporkan atas pernyataannya yang dimuat di media-media daring bahwa seluruh partai politik telah sepakat untuk melakukan amendemen UUD 1945.
Bambang sebelumnya telah membantah pernyataan itu. Ia mengklaim tidak pernah menyebut sudah ada persetujuan dari partai untuk melakukan amandemen. Bambang berkelit ia hanya menyebutkan bahwa karpet merah untuk amandemen UUD 1945 terbuka bila sudah mendapat persetujuan dari pimpinan partai politik.
"Dari awal saya sudah tegaskan, bahwa jika seluruh pimpinan parpol melalui fraksi-fraksi di DPR setuju, plus para anggota DPD setuju dan memenuhi unsur sepertiga usulan untuk mengubah UUD, maka kami di MPR siap melaksanakan. Kan ini kalimatnya jelas," ujar Bambang di kompleks Parlemen Senayan pekan lalu.
Wacana amandemen UUD 1945 bergulir menyambut sejumlah dinamika politik yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Salah satunya adalah mengenai potensi kembari dihidupkannya Dewan Pertimbangan Presiden sebagai jawaban atas rencana presiden terpilih Prabowo Subianto untuk membentuk presidential club.
Isu amandemen juga sempat terdengar saat ada usulan agar pemilihan presiden dikembalikan saja kepada MPR seperti yang dulu berlaku di Indonesia sebelum reformasi. Namun hingga kini belum ada pembicaraan resmi dari MPR untuk melakukan amandemen UUD 1945.