JK Singgung Faktor Eksternal Penyebab Airlangga Mundur, Aburizal: Kami Prihatin
Keputusan Airlangga Hartarto mundur dari jabatan Ketua Umum Golkar menarik perhatian. Sejumlah petinggi partai berlambang pohon beringin itu mengaku terkejut dengan pernyataan Airlangga yang disebut mendadak.
Pada Minggu (11/8) Airlangga melalui pernyataan yang disiarkan lewat video menyatakan bulat untuk mundur. Bahkan ia menyebut sudah mundur sejak Sabtu, sehari sebelumnya.
Politikus senior Golkar Jusuf Kalla mengatakan ada yang tak biasa di balik mundurnya Airlangga. Ia menyebut tidak ada peristiwa politik di internal partai yang bisa membuat Airlangga mundur.
Mantan Ketua Umum Golkar itu bahkan menyebut Airlangga merupakan pimpinan yang mendapat banyak dukungan dari kader lantaran berhasil memajukan Golkar. Di bawah kepemimpinan Airlangga, jumlah suara Golkar meningkat drastis pada Pemilu 2024 menjadi 102 kursi Dewan Perwakilan Rakyat dari sebelumnya 85 kursi. Airlangga juga turut mengantarkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menang di Pilpres 2024.
“Sesuatu prestasi yang tentunya dengan segala usaha dan pengorbanan, tiba-tiba mundur, pasti ada alasan lebih kuat lagi,” ujar Jusuf Kalla dalam wawancara dengan MetroTV seperti dikutip Senin (12/8).
Menurut Jusuf Kalla dalam beberapa bulan terakhir tidak ada gejolak di internal partai untuk menurunkan Airlangga. Bahkan para senior di Dewan Pembina, Dewan Penasihat dan Pengurus DPD sudah bersepakat untuk menggelar Musyawarah Nasional (Munas) pada Desember 2024.
“Semua sudah setuju Desember tiba-tiba berhenti sekarang, pasti ada tekanan eksternal. Kalau tekanan internal harus melalui rapim tidak bisa orang per orang, tidak bisa internal diturunkan di tengah,” ujar Jusuf Kalla.
Mengenai adanya persoalan yang genting di balik pengunduran diri Airlangga sebelumnya dibenarkan oleh Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia. Dalam konsferensi pers di Kantor DPP Golkar, Doli menyebut dapat memahami mundurnya Airlangga.
Doli merupakan salah satu pejabat Golkar yang menemani Airlangga di kediamannya saat merekam pernyataan mundur. Menurut Doli keputusan itu dilakukan Airlangga untuk kepentingannya pribadi dan juga keluarganya.
“Ini memang lebih pertimbangannya sangat pribadi dan tentu kita menghormati itu,” ujar Doli.
Airlangga sendiri tak menjelaskan alasan di balik kemundurannya. Dalam pidato berdurasi 3 menit 22 detik itu Airlangga hanya menyebut tindakan itu diambil untuk menjaga soliditas partai.
“Setelah mempertimbangkan dan untuk menjaga keutuhan Partai Golkar dalam rangka memastikan stabilitas transisi pemerintahan yang akan terjadi dalam waktu dekat,” ujar Airlangga.
Di sisi lain, ia menyinggung pentingnya mengawal demokrasi yang tengah berkembang di Indonesia. Airlangga menyebut sebagai partai besar, Golkar perlu menjaga dan memastikan demokrasi berjalan dengan baik.
Situasi Tak Biasa
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie mengaku prihatin sekaligus memahami keputusan yang diambil Airlangga untuk mundur sebagai Ketua Umum. Dia meyakini keputusan mundur dilakukan demi mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi maupun kelompok.
"Dewan Pembina merasa prihatin, tetapi memahami atas keputusan yang diambil Airlangga,” kata Aburizal dalam keterangan tertulis.
Dia menilai keputusan Airlangga mundur dari kursi pimpinan partai berlambang pohon beringin itu lantaran ingin fokus memastikan stabilitas transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo kepada Prabowo Subianto. Menurut Aburizal kompleksitas tugas yang diemban Airlangga sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) menuntut untuk lebih fokus.
Adapun anggota Dewan Pakar Golkar Palar Batubara menyebut adanya sesuatu yang tak biasa di balik mundurnya Airlangga. Palar menilai mundurnya Airlangga sebagai Ketum Partai Golkar sebagai tsunami politik. Apabila tidak dimitigasi dapat berdampak lebih luas pada partai politik lainnya di Tanah Air.
“Kami inginkan tsunami politik enggak sampai berdampak pada hal-hal yang lain. Akan tetapi, kalau tsunami politik ini juga tidak bisa di-manage dengan baik ini akan terjadi ke partai-partai politik yang lain," ujar Palar.
Peristiwa Hukum
Hingga kini belum ada penjelasan resmi mengenai alasan mundurnya Airlangga dari tampuk pimpinan Golkar. Namun pengamat politik Adi Prayitno mengatakan pengunduran diri Airlangga mengindikasikan ada hal tak biasa.
Menurut Adi selama ini ada kecenderungan pergantian Ketua Umum Partai Golkar berkaitan dengan persoalan tertentu seperti masalah hukum dan konflik internal. Ia mencontohkan Airlangga muncul sebagai ketua lantara Setya Novanto yang menjabat Ketum terjerat kasus hukum.
Sebelumnya pada 2004, Akbar Tanjung yang menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar, dan berhasil meraih perolehan pileg terbanyak harus disingkirkan dan diganti oleh Jusuf Kalla. Situasi pergantian pimpinan di Golkar menurut Adi selalu diawali oleh situasi tidak normal dan tidak kondusif.
“Jadi, kalau tiba-tiba Airlangga mundur, ya, ini tentu makin memperpanjang betapa suksesi kepemimpinan di Partai Golkar itu selalu diwarnai oleh kondisi-kondisi yang tidak normal," kata Adi.
Bila di internal Golkar saat ini dalam situasi adem, Airlangga disebut-sebut masih tersangkut dengan persoalan hukum yang bergulir di Kejaksaan Agung. Pada Juli 2023 ia sempat diperiksa oleh Kejaksaan Agung selama lebih 12 jam untuk dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng periode 2021-2022.
Sejak pemeriksaan itu, Kejagung memang tak pernah lagi memanggil Airlangga. Namun, pejabat Kejagung menyebut masih akan mengumpulkan bukti terkait kejahatan korporasi di balik korupsi yang tengah diusut.
Orang Berpengaruh
Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menilai mundurnya Airlangga dari posisi Ketua Umum Golkar tak bisa dipisahkan dari penentuan calon kepala daerah yang akan maju di Pilkada. Menurut Adib terdapat pergolakan di internal partai lantaran adanya sejumlah kader Golkar yang tak bisa maju menjadi calon kepala daerah lantaran tersandera kebijakan partai secara nasional.
“Analisa fakta empiris yang saya kumpulkan tarik ulur kepentingan politik kuat di atas. Golkar dalam pilkada memiliki bargaining posisi yang tinggi,” ujar Adib.
Menurut Adib mesin politik Golkar saat ini sedang dalam performa maksimal lantaran raihan kursi di pemilu legislatif yang cukup tinggi. Gokar juga merupakan partai dengan pengkaderan yang bagus. Hal itu menurut dia membuat partai beringin ini tidak mudah ditekan dan diatur dalam penetapan calon kepala daerah.
Ia menilai saat ini Golkar terkesan dipaksa untuk ikut dalam kerja sama politik besar bersama Koalisi Indonesia Maju di berbagai daerah yang justru merugikan kader Golkar. Ia mencontohkan situasi di Banten dengan suara kader Golkar Airin Rachmi Diany yang justru tidak mendapat prioritas dari KIM untuk maju di Pilkada. Padahal menurut Adib, Airin merupakan sosok dengan elektabilitas tinggi.
“Menurut saya ada plot twist politik yang besar. Siapa yang menyangka Golkar adalah partai besar, ini operasi besar politik," ujar Adib. Meski tak menyebut secara spesifik ia mengatakan operasi itu bisa saja datang dari orang-orang yang memegang pengaruh pada pemerintahan baik sekarang atau masa datang.
Di sisi lain, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menyatakan bahwa keputusan Airlangga untuk mundur ada hubungannya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia menyebut sikap itu sebagai inisiatf pribadi.
"Pengunduran diri Bapak Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar adalah pilihan atau hak pribadi beliau yang selanjutnya sepenuhnya menjadi urusan internal Partai Golkar. Jadi tidak ada kaitannya sama sekali dengan Presiden," kata Ari dalam keterangan tertulis kepada wartawan pada Senin (12/8).
Ari memastikan sejauh ini Airlangga masih menduduki jabatan sebagai Menteri Koordinator bidang Perekonomian. Airlangga juga turut serta mendampingi Jokowi dalam sidang kabinet perdana di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur pada Senin (12/8).
Soal dugaan keterlibatan istana di balik mundurnya Airlangga ini banyak dibicarakan di media sosial. Salah satu alasannya lantaran beredarnya poster bertuliskan Gibran for Ketua Umum Golkar periode 2024-2029 yang dikeluarkan Gerakan Muda Pembaharuan Golkar. Gibran merupakan putra pertama dari Presiden Jokowi.