DPR Tunda Rapat Paripurna, Bagaimana Kelanjutan Pengesahan Revisi UU Pilkada?
Sidang paripurna pengambilan keputusan tingkat dua revisi Undang-Undang tentang pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang digelar Kamis (22/8) ditunda. Musababnya, forum pengambilan keputusan tertinggi di DPR itu tak kunjung memenuhi kuorum meski sempat ditunda selama 30 menit.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin sidang mengatakan hanya 89 orang dari 575 total anggota DPR yang hadir. Sepuluh di antaranya berasal dari fraksi Gerindra. Adapun 87 lainnya menyampaikan izin tidak bisa mengikuti sidang.
“Oleh karena itu kita akan menjadwalkan kembali rapat bamus untuk paripurna karena kuorum tidak terpenuhi,” ujar Dasco menjelang penutupan sidang. Ia kemudian menutup palu dan sidang pun berakhir.
Sebelumnya Dasco telah membuka rapat paripurna pada pukul 09.30 WIB. Pembukaan rapat kemudian ditunda selama 30 menit. Setelah penundaan berakhir, pada pukul 10.03 WIB rapat kembali dimulai untuk kemudian ditutup kembali.
Dalam sidang, Dasco didampingi oleh dua wakil ketua lainnya yaitu Freidrich Paulus Lodewijk dari Golkar dan Rachmat Gobel dari Nasional Demokrat. Menurut Pasal 279 dan 281 Peraturan Tata Tertib DPR kuorum sidang adalah lebih dari separuh anggota DPR menghadiri sidang, yang terdiri atas lebih dari separuh unsur fraksi.
Penundaan paripurna membuat nasib Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang yang sebelumnya sudah disetujui oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama pemerintah. Rapat Baleg yang berlangsung tiga sesi pada Rabu (21/8) berbuah sepakat. Hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menolak rancangan undang-undang.
Terdapat dua materi krusial RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja RUU Pilkada ini. Pertama, berkaitan dengan Pasal 7 UU Pilkada terkait syarat usia pencalonan yang disesuaikan dengan putusan Mahkamah Agung (MA). Pasal 7 ayat (2) huruf e, disepakati berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.
Dengan merujuk pada aturan MA, DPR mengabaikan putusan terbaru yang dibuat Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Dalam sidang pada Selasa (22/8) MK menegaskan bahwa penghitungan syarat usia calon kepala daerah harus terhitung sejak penetapan pasangan calon, bukan saat pasangan calon terpilih dilantik menjadi kepala daerah.
Materi krusial kedua berkaitan dengan perubahan Pasal 40 UU Pilkada terkait ambang batas pencalonan kepala daerah. Dalam revisi terbaru, DPR hanya mengakomodasi sebagian dari putusan MK.
DPR menyimpulkan persyaratan pencalonan kepala daerah tetap mengacu pada ambang batas 25% suara sah atau 20% jumlah kursi untuk partai yang ada di parlemen. Sedangkan syarat suara berdasarkan persentase jumlah pemilih tetap sebagaimana ditetapkan MK hanya berlaku untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPR.
Dengan penundaan sidang hari ini, lalu bagaimana nasib revisi UU yang kini tengah menjadi sorotan banyak pihak ini?
Mekanisme Pengambilan Keputusan
Setelah penundaan pada hari ini, pengesahan revisi UU Pilkada di DPR tidak berhenti. Sesuai Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib penundaan rapat dapat dilakukan bila kuorum tidak tercapai.
“Setelah diskors sampai dengan 30 menit, tadi peserta rapat tidak memenuhi kuorum sehingga sesuai dengan aturan yang ada bahwa rapat tidak bisa diteruskan sehingga acara pada hari ini pelaksanaan pengesahan revisi uu pilkada otomatis tidak bisa dilaksanakan,” ujar Dasco kepada wartawan setelah menutup sidang.
Menurut Dasco sesuai dengan mekanisme yang ada, setelah penundaan rapat paripurna DPR akan mengambil keputusan dalam rapat pimpinan untuk merumuskan langkah selanjutnya. Setelah itu penentuan kapan rapat paripurna dilaksanakan kembali akan ditentukan oleh Badan Musyawarah.
“Kami akan lihat mekanisme juga yang berlaku apakah nanti mau diadakan rapim dan bamus karena itu ada aturannya. Saya belum bisa jawab. Kita akan lihat lagi ya dalam beberapa saat,” ujar Dasco.
Ia pun tidak bisa memerinci kapan rapat pimpinan ataupun rapat Bamus bisa dilaksanakan. Sesuai agenda, Politkus PDIP Masinton Pasaribu mengatakan Ketua DPR Puan Maharani saat ini tidak berada di DPR karena sedang ada tugas antarparlemen.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sepakat membawa draf Revisi Undang-Undang Pilkada ke Rapat Paripurna terdekat untuk disahkan menjadi undang-undang. Poin-poin dalam revisi UU Pilkada ini merevisi putusan Mahkamah Konstitusi mengenai syarat pencalonan kepala daerah.
Kesepakatan itu melalui rapat Panitia Kerja (Panja) Baleg di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8). Delapan fraksi DPR RI sepakat membawa ke Rapat Paripurna, yakni Gerindra, Demokrat, Golkar, PKS, NasDem, PAN, PKB, dan PPP. Hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menolak revisi UU Pilkada yang menganulir putusan MK.
Keputusan DPR ini mendapat reaksi keras dari masyarakat. Sejumlah kelompok masyarakat seperti buruh, mahasiswa dan akademisi turun aksi ke jalan untuk menolak pengesahan revisi UU Pilkada.