Pengusaha Kendaraan Listrik Dorong Pemerintah Kurangi Subsidi BBM
Pemain industri kendaraan listrik mendorong pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar minyak alias BBM. Langkah ini dianggap sebagai pendorong untuk menjadikan Indonesia sebagai raja kendaraan listrik.
CEO Electrum Jack Yang mengatakan kebijakan subsidi BBM dari pemerintah sebagai penghalang bagi Indonesia menjadi raja kendaraan listrik. saat ini Indonesia hanya memiliki kans 20% untuk menjadi raja kendaraan listrik.
Dia mengatakan potensi Indonesia bisa berkembang. "Indonesia bisa jadi raja karena punya banyak penduduk dan sumber daya nikel,” kata Yang dalam Tech in Asia Conference di Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta, Rabu (23/10).
Dia mengatakan negara dengan adopsi kendaraan listrik tinggi punya harga BBM yang lebih tinggi dari Indonesia.
Ia mencontohkan harga pertalite di India Rp 17.500 per liter, sementara di Indonesia Rp 10.000 per liter. Jadi, harga pertalite di India lebih mahal 75% dari Indonesia. Tingginya harga ini membuat warganya pindah ke kendaraan listrik yang biaya operasi lebih rendah.
Oleh karena itu, Yang bilang Indonesia harus mengurangi subsidi BBM itu, apalagi bila menargetkan pertumbuhan ekonomi 8% per tahun.
“Bila hal itu terjadi, diiringi dengan peningkatan teknologi, saya rasa kita punya kans besar menjadi raja kendaraan listrik,” ujar Yang.
Kebijakan Pembatasan Subsidi BBM
Pemerintah mantan Presiden Joko Widodo sempat mengkaji pembatasan subsidi BBM. Namun, hingga akhir jabatannya, kebijakan tersebut belum terealisasi.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebut kemungkinan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan membatasi subsidi BBM.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengatakan kemungkinan pembatasan subsidi BBM berlanjut pada masa pemerintahan bar. Dia mengatakan Sudah tidak ada rapat-rapat pembahasan mengenai hal ini dalam masa akhir kepemimpinan Joko Widodo.
Ia menjelaskan, pemerintah sempat menggodok kajian agar BBM subsidi tepat sasaran. Hal ini dilakukan melalui penentuan masyarakat yang berhak menerima yang sesuai dengan kemampuan ekonomi.
“Ditentukan berapa sih jumlah konsumsi dengan tingkat ekonomi seperti itu. Ini yang sedang kami kaji agar pelaksanaannya tidak simpang siur,” ujarnya.