Perjalanan UN Siswa Sekolah, Dihapus Era Jokowi Hendak Diberlakukan Prabowo
Pemerintah memberi sinyal kuat untuk kembali mewajibkan Ujian Nasional (UN) untuk siswa SD hingga SMA. Bila Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Abdul Mu'ti mengembalikan pelaksanaan UN, ini mengembalikan kebijakan yang tak berlaku sejak 2021.
Penghapusan kebijakan UN ini diprakarsai Nadiem Makarim Ketika menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Nadiem mengganti UN dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang menjadi instrumen untuk mengukur kemampuan nalar siswa.
Berikut uraian singkat dari rangkaian perjalanan kebijakan penghapusan hingga munculnya wacana untuk mengembalikan UN untuk siswa sekolah:
1. Hapus UN untuk Cegah Siswa Stres
Nadiem Makarim beralasan materi UN terlalu berat dan malah memaksa siswa menghafal materi. Selain itu, pelaksanaannya kerap membuat guru hingga pelajar terbebani sehingga keduanya tak jarang dilanda stres.
Nadiem menjelaskan metode pengganti UN bakal mengukur kemampuan siswa menganalisis dan bernalar dalam bahasa (literasi) dan matematika (numerasi).
Berbeda dengan UN, model ujian baru ini akan dilakukan siswa di tengah jenjang sekolah. Diharapkan hasilnya dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran ke depannya.
Tak hanya itu, Nadiem juga mengembalikan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) kepada masing-masing sekolah. Namun alih-alih pilihan ganda, Nadiem ingin ujian ini nantinya akan dilakukan dengan tes tertulis atau penugasan baik kelompok atau karya tulis.
Kebijakan baru ini merupakan satu dari empat pokok kebijakan pendidikan pemerintah. Selain UN, dan USBN, program ini juga menyasar Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
2. Wacana Hapus UN Muncul Sejak Era Anies dan Muhadjir
Rencana penghapusan UN sebenarnya pernah mengemuka pada awal 2015 ketika Anies Baswedan menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Anies mengatakan, UN tidak menjadi penentu kelulusan siswa, melainkan hanya sebagai sarana pemetaan pendidikan nasional dan membantu seleksi ke jenjang pendidikan selanjutnya.
Pelaksanaan UN kerap kali menekan siswa dan mendorong terjadinya kecurangan. Hal ini membuat Anies memberi otonomi kepada sekolah untuk menentukan kelulusan siswa. Ia ingin agar para siswa jujur dalam menyelesaikan UN.
Ketika Anies mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta pada akhir 2016, posisinya digantikan oleh Muhadjir Effendy. Muhadjir mengeluarkan kebijakan moratorium UN 2017. Ia beralasan, orientasi pada UN mereduksi mata pelajaran lainnya.
Di sekolah, siswa hanya disiapkan untuk UN sehingga guru-guru yang mengajar mata pelajaran lain di luar UN kurang dihargai. Selain itu, UN hanya menguji ranah kognitif dan cenderung mengesampingkan hakikat pendidikan untuk membangun karakter, perilaku, dan kompetensi.
3. Jusuf Kalla dan DPR Kritik Kebijakan Hapus UN
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai penghapusan UN akan berdampak buruk kepada para siswa. Kebijakan tersebut dianggap menurunkan semangat belajar. JK pun menilai generasi muda bisa menjadi lemah dan tak mau bekerja keras jika UN dihapuskan.
"Itu menjadikan kita suatu generasi lembek," kata JK saat berkunjung ke kantor Transmedia, Jakarta, Rabu (11/12/2019) seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.
Selain itu, Kalla menilai penghapusan UN bisa berdampak kepada penurunan mutu pendidikan nasional. Pernyataan JK itu merujuk kepada hasil riset Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan (OECD) lewat Programme for International Student Assessment (PISA).
JK menyebut mutu pendidikan nasional turun pada 2018 karena UN tak lagi menjadi penentu kelulusan seperti pada 2015. Dia lantas meminta Nadiem mengurungkan niatnya untuk menghapus UN.
Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Gerindra Ali Zamroni juga melontarkan kritik wacana penghapusan UN. Menurutnya, rencana ini mengaburkan banyak persoalan yang semestinya diatasi oleh kementerian
"Contohnya soal kesejahteraan guru, nasib guru honorer, akses pendidikan, mutu kualitas pendidikan yang merata dan lain sebagainya," kata Ali, seperti dilansir dari Antara, Sabtu (30/11/2019).
Ali juga menginginkan Kemendikbud memberikan tolak ukur bagi siswa yang berprestasi seperti di bidang olahraga, matematika, “Penghapusan UN seperti ingin main praktis saja," ujarnya.
4. Mandikdasmen Abdul Mu'ti Kirim Sinyal Kembali Laksanakan UN
Mandikdasmen Abdul Mu'ti menyatakan pemerintah sudah hampir bersepakat untuk kembali menggelar Ujian Nasional (UN) untuk siswa mulai dari SD hingga SMA. Meski begitu, ia mengatakan belum ada kepastian kapan UN akan kembali digelar.
"Ujian Nasional sudah siap sebenarnya secara konsep, tapi 2025 ini belum kita laksanakan,” ujar Abdul Mu’ti di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jakarta, Senin (30/12).
Menurut Abdul Mu’ti pembahasan lebih lanjut mengenai pelaksanaan UN masih dalam proses. Ia mengatakan, pemerintah baru bisa memberikan informasi kepada publik mengenai kemungkinan pelaksanaan UN saat tahun pelajaran 2025/2026 telah berjalan.
“Kalau nanti sudah masuk pada tahun pelajaran berikutnya, seperti apa UN akan kami umumkan pada waktunya kita terapkan,” ujar Abdul Mu’ti.