KLH Sebut Pulau Jawa dan Bali Sudah Masuk Fase Krisis Air Bersih

Image title
26 Maret 2025, 20:22
air, klh, jawa, bali
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/agr
Kondisi Sungai Cikeruh yang mengering di Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/9/2024).

Ringkasan

  • Pulau Jawa dan Bali Nusa Tenggara mengalami krisis air bersih. Pulau Jawa kekurangan 118 miliar meter kubik air per tahun untuk memenuhi kebutuhan.
  • Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua masih memiliki cukup air secara kuantitas, namun kualitas air di banyak DAS tercemar limbah. Sebagian besar titik pantau sungai di Indonesia (96%) tercemar ringan dan beberapa tercemar berat.
  • Pengolahan air membutuhkan teknologi dan biaya yang tinggi, sementara perubahan ekosistem dan berkurangnya tutupan lahan di DAS memperburuk krisis air. Banjir di Jabodetabek menjadi contoh dampak hilangnya tutupan lahan di DAS.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Lingkungan  Hidup (KLH), mencatat terdapat dua gugus pulau besar di Indonesia yang masuk dalam kategori krisis air bersih dalam beberapa tahun terakhir.

Deputi Bidang Tata Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan KLH, Sigit Reliantoro mengatakan, dua gugus pulau besar di Indonesia yang sudah masuk dalam fase kritis air adalah Jawa dan Bali Nusa Tenggara.

“Di Jawa itu tahun 2024 kemarin, kita sudah kekurangan 118 miliar meter kubik per tahun air untuk memenuhi kebutuhan,” ujar Sigit dalam peringatan Hari Air Sedunia, di Jakarta, Rabu (26/3).

Sigit mengatakan, di pulau lain seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua masih tersedia cukup untuk mendukung kehidupan disana dalam segi kuantitas.

Sedangkan dari segi kualitas, Dia mengatakan banyak daerah aliran sungai (DAS) di Indonesia berada dalam kondisi tercemar karena limbah rumah tangga dan industri.

"Kami memantau 2.198 sungai, ada 8.627 titik yang memenuhi baku mutu itu hanya 2,19 persen. Sebagian besar, 96 persen itu cemar ringan kemudian ada beberapa yang cemar berat," ujarnya.

Ia mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan air diperlukan teknologi pengolahan. Dengan begitu maka secara otomatis akan meningkatkan biaya pengelolaan air bersih.

Selain itu, perubahan ekosistem juga menjadi tantangan tersendiri dalam memastikan konservasi air berjalan sesuai dengan kondisi alam. Pasalnya, berkurangnya tutupan lahan di beberapa DAS di Indonesia juga menjadi penyebab penanganan krisis air menjadi lebih sulit.

Sigit mencontohkan, kejadian banjir yang terjadi di Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, Bekasi (Jabodetabek) pada awal Maret 2025 akibat hilangnya tutupan lahan di DAS Ciliwung, Cisadane, dan Kali Bekasi.

 Sebagai contoh, tutupan hutan yang berada di DAS Kali Bekasi hanya tersisa sebesar 3,53% dari keseluruhan DAS. Sedangkan angka minimal tutupan hutan di DAS adalah sebesar 30%.

 "Sehingga daya untuk menampung air masuk ke dalam sistem akuifertana juga menurun,” katanya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...