Istana Anggap Kasus Korupsi Sritex Pemicu Masalah Industri Tekstil


Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyebut perkara kasus korupsi terkait pemberian fasilitas kredit yang menyeret PT Sri Rejeki Isman (Sritex) menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap masalah di industri tekstil nasional saat ini.
Ia menilai penyelewengan di internal perusahaan berdampak luas terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 10 ribu karyawan sehingga memicu dampak sosial-ekonomi yang signifikan.
"Akibat ekonominya juga banyak, industri tekstil kita dianggap sedang bermasalah. Padahal ternyata ada faktor juga dari sisi manajemen pemiliknya," kata Prasetyo kepada wartawan di Istana Merdeka Jakarta pada Jumat (23/5).
Pada kesempatan tersebut, Prasetyo menyoroti persoalan sistemik di sektor perbankan, khususnya terkait praktik pemberian kredit yang bermasalah. Ia menyebut perkara Sritex menjadi peringatan serius untuk meningkatkan kualitas maupun seleksi ketat perbankan terhadap akses pembiayaan kepada perusahaan.
"Ini menjadi alarm bahwa kita mendapatkan fakta ternyata banyak juga oknum-oknum dari perbankan yang menyalahgunakan kewenangannya dengan memberikan kredit ke perusahaan yang tidak seharusnya," ujarnya.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka, yaitu Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex) periode 2005–2022, Iwan Setiawan Lukminto, Direktur Utama PT Bank DKI tahun 2020 Zainuddin Mappa, dan Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) tahun 2020 Dicky Syahbandinata.
Ketiganya diduga korupsi penyelewengan dana fasilitas kredit dengan perkiraan kerugian keuangan negara sebesar Rp 692,28 miliar.
Kejaksaan mengatakan Iwan Setiawan Lukminto saat menjabat Direktur Utama Sritex 2005–2022 diduga menyalahgunakan dana kredit dari Bank BJB senilai Rp 543 miliar dan Bank DKI sejumlah Rp 149 miliar.
Dana yang seharusnya untuk modal kerja digunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif seperti tanah di Yogyakarta dan Solo. Kejagung mengatakan hal ini membuat arus kas perusahaan terganggu dan memicu kredit macet.
Adapun Direktur Utama PT Bank DKI tahun 2020 Zainuddin Mappa berperan dalam persetujuan dan pemberian kredit kepada Sritex tanpa analisis kelayakan yang tepat dan tidak sesuai prosedur bank.
Sementara itu, Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) tahun 2020 Dicky Syahbandinata punya peran serupa dengan Zainuddin Mappa, yakni terlibat dalam pengucuran kredit dari Bank BJB ke Sritex yang tidak sesuai aturan.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan Sritex menerima fasilitas kredit Rp 3,59 triliun dari empat bank pemerintah, yakni Bank DKI, Bank BJB, Bank Jateng, serta bank sindikasi yang terdiri dari BRI, BNI dan LPEI.
Bank BJB dan Bank DKI memberikan kredit tanpa analisis memadai dan tidak menaati prosedur. Oleh sebab itu, dua petinggi bank tersebut juga ditetapkan sebagai tersangka.
"Ditemukan alat bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi," kata Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan pada Rabu (21/5) malam.