Sengketa Pulau Aceh-Sumut, Kemendagri Kaji Rujukan UU 1956 dan Dokumen Helsinki

Muhamad Fajar Riyandanu
16 Juni 2025, 20:27
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya (kedua kanan) didampingi Sekjen Kemendagri Tomsi Tohir (kanan), Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Muh Aris Marfai (kedua kiri) dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenhan Letnan Jenderal TNI Tri Budi Utomo (kiri) m
ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/nz
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya (kedua kanan) didampingi Sekjen Kemendagri Tomsi Tohir (kanan), Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Muh Aris Marfai (kedua kiri) dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenhan Letnan Jenderal TNI Tri Budi Utomo (kiri) memberikan keterangan kepada wartawan tentang polemik batas administrasi empat pulau di wilayah perbatasan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (16/6/2025). Kementerian Dalam Negeri terus melakukan kajian menge
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah memperhitungkan untuk merujuk instrumen Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonomi Aceh dan Dokumen Perjanjian Helsinki 2005 sebagai salah satu acuan hukum dan politik untuk sengket empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).

Kedua instrumen ini dinilai dapat menjadi dasar dalam menetapkan kepastian status kepemilikan Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang yang kini memicu polemik antara Pemerintah Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).

Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiatro, menilai langkah untuk mengacu pada UU Nomor 24 Tahun 1956 dan Dokumen Perjanjian Helsinki yang diusulkan oleh Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK) pada 13 Juni lalu itu penting untuk menetapkan kepemilikan sah dan permanen atas empat pulau yang menjadi sengketa antara Aceh dan Sumatera Utara.

“Kami sangat melihat apa yang disampaikan Pak Jusuf Kalla ini penting untuk menjadi rujukan karena mengacu kepada dokumen helsinki dan undang-undang 1956 untuk penetapan status kepemilikan yang lebih permanen,” kata Bima Arya di Kantor Kemendagri pada Senin (16/6).

Bima Arya juga melaporkan bukti dan informasi baru atau novum terkait kedudukan status empat pulau kecil yang terletak di perairan perbatasan Provinsi Aceh dan Sumut. Bima mengatakan novum tersebut akan dijadikan bukti tambahan untuk memperkuat kelengkapan dokumen resmi terkait status empat pulau yang memicu polemik antara Aceh dan Sumut.

Temuan novum tersebut nantinya akan melengkapi fakta geogratif, historis, politis dan data sosial-kultural terkait penetapan lokasi administratif Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang.

“Novum ini tentu akan kami jadikan melalui satu kelengkapan berkas untuk kemudian kami laporkan ke Bapak Menteri Dalam Negeri untuk kemudian beliau sampaikan kepada Bapak Presiden,” kata Bima Arya dalam konferensi pers di Kantor Kemendagri Jakarta pada Senin (16/6).

Meski begitu, Bima Arya enggan menguraikan lebih lanjut ihwal informasi baru atau novum terkait kedudukan sejumlah pulau kecil yang terletak di perairan perbatasan Aceh dan Sumut tersebut.

Bima hanya menyebutkan temuan novum itu menjadi pembahasan serius dalam rapat koordinasi lintas sektor yang melibatkan Kementerian Pertahanan, Badan Informasi Geospasial, TNI Angkatan Laut dan Angkatan Darat hari ini.

“Sore ini kami menyepakati bahwa keputusan akhir adalah didapat dari data-data yang hari ini dikumpulkan oleh Forum Rapat Lintas Instansi, untuk kemudian Pak Menteri laporkan kepada Bapak Presiden,” ujarnya.

Wali Kota Bogor periode 2019–2024 itu menekankan, temuan data baru atau novum menjadi landasan penting untuk menentukan kepemilikan pulau yang disengketakan tersebut. “Tidak ada keputusan yang tidak bisa diubah atau diperbaiki. Kami menimbang semua masukan data dan perspektif bersama dan menjadi keputusan akhir kepemilikan empat pulau terkait,” ujar Bima.

Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumut kini tengah terlibat dalam polemik batas wilayah administratif terkait klaim atas sejumlah pulau kecil yang terletak di perairan perbatasan kedua provinsi tersebut.

Perselisihan ini memuncak setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.

Aturan yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, pada 25 April itu menetapkan empat pulau yang sebelumnya berada di Kabupaten Aceh Singkil kini masuk ke dalam wilayah administrasi Sumut. Empat pulau tersebut adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang yang sekarang terdaftar di Kabupaten Tapanuli Tengah.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan