Eks Direksi ASDP Sebut Akuisisi Saham PT JN Tak Rugikan Negara, Ini Alasannya
Sidang mantan petinggi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) terus berlanjut hari ini. Dalam persidangan, eks petinggi perusahaan pelat merah itu membantah tudingan akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) telah mengakibatkan kerugian negara Rp 1,25 triliun.
Keterangan tersebut disampaikan mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono, serta mantan Direktur Komersial dan Pelayanan periode 2019–2024 Yusuf Hadi. Ketiganya menghadiri sidang dengan agenda pembacaan duplik.
Keterangan ketiga terdakwa disampaikan bergantian oleh beberapa kuasa hukum, salah satunya Soesilo Aribowo. Kuasa hukum para terdakwa menyatakan tidak sependapat dengan perhitungan kerugian negara versi ahli yang dihadirkan JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Miftakh Aulani Rahman.
Mereka berpandangan penurunan aset bersih bukan disebabkan karena kerugian perusahaan, namun karena perbedaan nilai valuasi kapal antara nilai buku 2021 dengan nilai wajar 2021.
“Penurunan yang signifikan atas nilai wajar kapal tahun 2021 disebabkan oleh perhitungan yang dilakukan oleh ahli perkapalan ITS, yaitu Insinyur Wasis (Wasis Dwi Aryawan) yang tidak kompeten,” kata kuasa hukum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (13/11).
Ahli perkapalan insinyur ITS, Wasis Dwi Aryawan menghitung harga wajar kapal menggunakan metode Condition Assessment Program (CAP). Dalam perhitungannya, kapal yang dinilai CAP di bawah 50% langsung dihargai sebagai besi tua atau scrap seharga 5.300 per kilogram.
“Padahal, tidak ada teori yang mengaitkan CAP dengan scrap,” kata kuasa hukum terdakwa.
Kuasa hukum para terdakwa mengatakan, dalam persidangan ahli teknik perkapalan ITS yang dihadirkan oleh penuntut umum KPK itu menyatakan penilaiannya bersifat subjektif.
Menurut kuasa hukum, kapal-kapal yang layak melaut juga dinilai ahlo tersebut dengan harga scrap alias besi tua kiloan. Dampaknya, muncul perhitungan kerugian negara yang besar.
“Hasil penilaian dengan menggunakan metode scrap adalah menghasilkan hasil penilaian yang cacat,” kata mereka.
Ahli yang dihadirkan oleh para terdakwa dalam sidang sebelumnya, yakni A. Utoyo Hadi selaku mahkoda senior, mantan Syahbandar, dan anggota Mahkamah Pelayaran menyebut scrap kapal hanya dilakukan jika kapal sudah tidak beroperasi lagi, tidak menghasilkan pendapatan, dan sudah tidak laik laut atau jika pemiliknya mau menjual dengan besi tua.
Atas dasar itu, kuasa hukum eks direksi ASDP menilai terdapat sejumlah poin yang diabaikan KPK dalam menghitung nilai perusahaan.
“Pertama, kapal milik PTJN dianggap sebagai benda mati tidak produktif seperti kursi atau meja. Padahal, kapal-kapal ini masih layak melaut, beroperasi, dan menghasilkan pendapatan sebesar 600 miliar per tahun,” kata kuasa hukum.
Kedua, PT JN setelah diakuisisi adalah bagian dari PT ASDP. Pihak mantan direksi mengatakan integrasi bisnis PT ASDP dan PT JN akan mengefisiensikan biaya operasional keduanya. Salah satu contohnya, harga suku cadang akan lebih murah jika dibeli dalam jumlah besar dibandingkan jika dibeli terpisah.
“Ketiga, adalah faktor kelengkapan atau izin operasional kapal, karena ada pembatasan jumlah kapal pada lintasan komersial, maka izin tidak dikeluarkan lagi," demikian pernyataan kuasa hukum terdakwa.
Kuasa hukum para terdakwa juga membantah pernyataan penuntut umum yang menyebut usai akuisisi, PT JN mencatatkan kerugian agregat sebesar minus Rp 153,83 miliar dalam periode 2022 sampai 2024.
Kuasa hukum menyinggung laporan keuangan PT JN yang terkonsolidasi dengan PT ASDP. Dari laporan keuangan tersebut, konsolidasi laba atau rugi PT JN 2022 adalah minus Rp 58 miliar. Nilai ini terhitung sejak PT JN diakuisisi oleh PT ASDP, yakni sejak tanggal 22 Februari 2022 sampai dengan 31 Desember 2022.
“Laba atau rugi PT JN sebesar minus Rp 126,218 miliar yang didalilkan penuntut umum, termasuk periode bulan Januari sampai dengan Februari tahun 2022, seharusnya masuk dalam pengelolaan manajemen PT JN yang lama,” katanya.
Kuasa hukum para terdakwa mengatakan, sebagaimana termuat dalam laporan keuangan konsolidasi PT ASDP 2022 yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Amir Abadi Jusuf dan Arianto, PT JN telah mencatatkan goodwill sekitar Rp 103 miliar pada 2022.
“Berdasarkan fakta hukum tersebut, dalil penuntut umum yang menyatakan bahwa pada tahun 2022 PT JN mengalami kerugian adalah tidak tepat karena sejatinya PT JN telah mencatatkan keuntungan,” katanya.
Mereka menyatakan dengan demikian, dalil penuntut umum yang pada intinya menyatakan bahwa PT JN mencatatkan net loss agregat sebesar minus Rp 153,83 miliar dalam periode 2022 sampai 2024 terbantahkan.
Kuasa hukum para terdakwa juga membantah dalil penuntut umum yang menyatakan bahwa PT JN terus mencatatkan cash flow negatif. Pasalnya, dalam laporan keuangan 2023 dan 2022, net operating cash flow PT JN tercatat sebesar Rp 123,3 miliar. Sedangkan saldo kas PTJN tahun 2023 tercatat sebesar Rp 5,1 miliar dan di tahun 2022 sebesar Rp 10,2 miliar.
“Hal ini membuktikan bahwa cash flow PT JN positif. Oleh karena itu, dalil penuntut umum yang menyatakan bahwa PT JN terus mencatatkan cash flow negatif keliru," demikian penjelasan para kuasa hukum mantan direksi ASDP.
Dituduh Rugikan Negara Rp 1,2 Triliun
Sebelumnya, Ira, Yusuf Hadi, serta Harry Muhammad Adhi Caksono didakwa telah merugikan negara Rp 1,25 triliun dalam kasus akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019-2022. Jaksa KPK mengatakan, kapal yang diakuisisi para terdakwa sudah tua dan tidak layak karena dalam kondisi karam.
Jaksa menjelaskan perkara ini berawal dari skema kerja sama usaha (KSU) antara ASDP dan PT JN pada 2019. Namun, skema itu berubah dalam proses akuisisi pembelian saham PT JN. Para terdakwa disebut melakukan dua keputusan direksi yang bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan kerja sama KSU dengan PT JN.
Para terdakwa juga menambahkan ketentuan pengecualian persyaratan untuk kerja sama KSU, serta melakukan perjanjian kerja sama KSU pengoperasian kapal antara ASDP dengan PT JN meski belum ada persetujuan dari dewan komisaris.
Jaksa juga menyebut para terdakwa menyampaikan isi izin pelaksanaan KSU dengan PT JN ke dewan komisaris PT ASDP. Meski demikian, substansi izin itu berbeda dengan yang disampaikan ke Menteri BUMN saat itu.
Para terdakwa juga dituding tidak mempertimbangkan usia kapal milik PT JN dalam menentukan opsi skema transaksi jual beli. Mereka diduga mengondisikan penilaian 53 unit kapal PT JN oleh KJPP Mutaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan rekan (KJPP MBPRU).
Terdakwa juga dinilai telah mengabaikan hasil uji tuntas teknik (due diligence) PT Biro Klasifikasi Indonesia (PT BKI) dalam proses akuisisi terkait untuk tidak mengakuisisi 9 kapal PT JN yang kondisinya tidak layak.
Jaksa meyakini penundaan docking rutin tahunan 12 kapal milik PT JN dilakukan para terdakwa untuk mengalihkan beban pemeliharaan rutin terjadwal tahun 2021, kepada PT ASDP sebagai pemilik baru PT JN.
Jaksa juga mengatakan para terdakwa mengkondisikan valuasi perusahaan PT JN oleh KJPP Suwendho Rinaldy dan rekan (KJPP SRR) berdasarkan penilaian KJPP MBPRU tanpa verifikasi dan review ulang.
Terdakwa juga disebut memilih menggunakan discount of lack marketability (DLOM) yang lebih rendah 20 persen kepada opsi DLOM 30 persen yang diusulkan KJPP SRR.
Jaksa mengatakan, perbuatan para terdakwa telah memperkaya pemilik PT JNI, Adjie sebesar Rp 1,25 triliun. Dalam perkara ini, ketiganya didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

