DPR Sahkan RUU Pengelolaan Ruang Udara Jadi Undang-Undang
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Ruang Udara menjadi undang-undang (UU) dalam rapat paripurna ke-9 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/11).
Rapat paripurna ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, dan dihadiri 292 anggota serta turut hadir Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas, dan Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi.
Sebelum disahkan, Ketua Pansus RUU Pengelolaan Ruang Udara, Endipat Wijaya membacakan laporan hasil pembahasan di tingkat I dalam rapat paripurna tersebut.
Endipat membeberkan, RUU Pengelolaan Ruang Udara terdiri dari 8 bab dan 63 pasal yang telah disepakati oleh pemerintah dan DPR untuk disahkan menjadi UU.
“Secara keseluruhan jumlah DIM RUU Pengelolaan Ruang Udara sebanyak 581 DIM, terdiri dari 353 DIM batang tubuh RUU, 205 DIM penjelasan, 23 DIM usulan baru dari fraksi DPR maupun pemerintah,” kata Endipat.
Endipat lalu merincikan sejumlah substansi krusial RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara sebagai berikut:
Pertama, masyarakat berperan dalam pengelolaan ruang udara antara lain melalui penyampaian pendapat terkait kegiatan yang berdampak penting pada lingkungan serta menjaga ketertiban keselamatan dan keamanan pemanfaatan ruang dusta.
Kedua, pemanfaatan ruang udara yang dilaksanakan untuk kepentingan perekonomian, sosial dan budaya dalam meningkatkan pariwisata dan rekreasi, mendukung pendidikan, meningkatkan pembinaan olahraga dirgantara, pengembangan teknologi keudaraan informasi dan komunikasi, serta teknologi lainnya.
Ketiga, RUU ini menegaskan pelaksanaan penguasaan dan pengembangan teknologi melalui kerja sama tingkat nasional dan internasional.
Keempat, penetapan status kawasan udara yang perlu memperhatikan penerbangan sipil. Hal ini merupakan penerapan prinsip flexible use of airspace yaitu konsel yang menawarkan solusi dimana ruang udara tidak lagi secara kaku, melainkan digunakan secara bersama secara fleksibel.
Kelima, RUU ini mengatur mekanisme penindakan pelanggaran wilayah udara kedaulatan NKRI, mengingat dinamika ancaman dan intensitas pergerakan udara yang semakin kompleks dan membutuhkan landasan hukum yang kuat, spesifik, dan terintegrasi dalam RUU tentang pengelolaan udara.
Enam, pengaturan terhadap riset dan perguruan tinggi asing yang datang ke Indonesia mewajibkan untuk harus bermitra dengan penyelenggara penelitian dan pengembangan dalam negeri serta mengikutsertakan peneliti Indonesia.
Tujuh, penyidik tindak pidana di bidang pengelolaan ruang udara sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang telah disahkan pada 18 November 2025, RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara menegaskan penyidik Polri dan penyidik PNS melakukan penyidikan sesuai ketentuan persyaratan perundang-undangan. Dalam RUU ini juga memperjelas peran penyidik perwira TNI Angkatan Udara dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pada kawasan udara terlarang, kawasan udara terbatas yang ditetapkan untuk instalasi militer dan area aktivitas militer, kawasan keselamatan operasi penerbangan di pangkalan udara dan memasuki wilayah udara bagi pesawat udara sipil asing yang tidak berjadwal atau wahana udara sipil asing tanpa izin yang berkoordinasi dengan Polri dan penyidik PNS.
Delapan, RUU ini juga menetapkan pemidanaan atas pelanggaran yang dilakukan atas wilayah indonesia guna memberikan efek jera dan menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran wilayah di Indonesia.
Setelah mendengar paparan Endipat, Dasco selaku pimpinan sidang kemudian meminta persetujuan dari anggota yang hadir.
"Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Ruang Udara, apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?" tanya Dasco diamini anggota yang hadir.
