Cek Data: Sistem WFH Sebabkan Pemulihan Ekonomi Lambat?
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyinggung lambatnya pemulihan ekonomi di negara-negara maju. Salah satunya akibat menurunnya kinerja sektor properti, seperti perkantoran. Hal ini seiring perubahan sistem kerja menjadi bekerja dari rumah atau work from home (WFH) yang mulai berlaku semenjak pandemi Covid-19.
Kontroversi
Sri Mulyani mengatakan, banyak perusahaan yang masih menerapkan sistem WFH penuh atau fleksibel meski mobilitas masyarakat telah kembali normal. Tidak hanya itu, sejumlah negara telah mewacanakan empat hari kerja dalam sepekan. Perubahan sistem kerja ini dinilai dapat mendorong produktivitas pekerja.
Bahkan sistem kerja empat hari ini sudah diuji coba di beberapa negara seperti Inggris, Belgia, dan Portugal. Pekerja sudah dapat mengajukan bekerja empat hari sepekan di Belgia, sementara Portugal melakukan uji cobanya baru-baru ini.
Sri Mulyani menilai hari kerja yang lebih pendek dan fleksibilitas kerja lainnya seperti WFH memang terlihat menguntungkan untuk pekerja. Meski begitu, perubahan ini secara tidak langsung berdampak terhadap perekonomian.
“Banyak gedung-gedung perkantoran di negara-negara maju sekarang kosong. Makanya pemulihan ekonomi menjadi sangat sulit, karena permintaan terhadap penyewaan gedung menjadi sangat turun, sektor properti akan sangat terpengaruh,” ujarnya dalam acara Indonesia Data and Economic Conference (IDE) Katadata 2023 di Grand Ballroom Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis, 20 Juli 2023.
Faktanya
Belum ada penelitian yang menghubungkan langsung praktik kerja dari rumah dengan pertumbuhan ekonomi. Termasuk bagaimana praktik tersebut menyebabkan pemulihan ekonomi suatu negara lambat.
Salah satu penelitian yang mendekati topik ini adalah penelitian National Bureau of Economic Research (NBER) yang terbit pada Juli 2022. Penelitian ini menemukan WFH telah menahan pertumbuhan upah, salah satu pembentuk pertumbuhan ekonomi.
Barrero dkk. menemukan WFH dapat menekan pertumbuhan upah sebesar 2% pada 2021 hingga 2023 di Amerika Serikat (AS). Alasan utamanya adalah banyak pekerja yang rela mendapat gaji lebih rendah selama dapat bekerja dari rumah.
Pertumbuhan upah yang rendah ini terutama terjadi di sektor ekonomi kerah putih yang pekerjaannya dapat dilakukan jarak jauh. Sementara di sektor seperti ritel, perdagangan, transportasi, pergudangan, dan pariwisata tekanannya tidak sebesar di sektor jasa.
Penelitian ini menyebutkan salah satu implikasi dari tertahannya pertumbuhan upah ini adalah turunnya porsi upah buruh dalam total pendapatan nasional bruto. Meski begitu, ini tidak berarti hal tersebut berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Bagaimana dengan Sektor Properti?
Dalam skenario moderat, penelitian McKinsey Global Institute memperkirakan tren WFH dapat memangkas nilai properti perkantoran hingga US$800 miliar pada 2030. Penelitian ini fokus pada sembilan kota besar, yaitu Houston, New York, San Francisco, London, Paris, Muenchen, Tokyo, Shanghai, dan Beijing.
Hilangnya ratusan miliar dolar AS ini akibat permintaan ruang kantor yang diperkirakan lebih rendah 13% pada 2030 jika dibandingkan dengan 2019. San Francisco mengalami penurunan terdalam di antara kota-kota besar lainnya, yaitu hingga 20%.
Meski begitu, hal ini selamanya mimpi buruk bagi sektor properti. Penelitian yang sama menunjukkan perubahan tren ini hanya memindahkan pertumbuhan kota yang sebelumnya berada di pusat (urban) menjadi ke pinggir kota (suburban).
Perubahan pertumbuhan ini karena orang-orang yang memilih bekerja jarak jauh lebih memilih tinggal di pinggiran kota daripada pusat kota. McKinsey pun memperkirakan pertumbuhan harga permukiman urban akan lebih tinggi daripada suburban.
Ini membuat banyak kota mengalami efek donat, di mana harga properti di daerah urban turun sementara harga di suburban meningkat. Pada 2030, ketersediaan permukiman urban pun diperkirakan lebih tinggi daripada di suburban karena rendahnya permintaan di daerah urban.
Penelitian lain dari NBER juga menemukan kerja jarak jauh telah meningkatkan harga rumah di AS. Peneliti NBER memperhitungkan peningkatan harga rumah berkat kerja jarak jauh mencapai 15,1% dalam periode Desember 2019 hingga November 2021..
Kondisi di Indonesia
Mulai normalnya mobilitas masyarakat juga membuat aktivitas kawasan perkantoran di Jakarta kembali menggeliat. Meski belum mencapai titik prapandemi, sebagian besar karyawan sudah kembali ke kantor, terutama di kawasan di central business district (CBD) Jakarta. CBD ini adalah perkantoran di daerah Thamrin, Sudirman, Gatot Subroto, dan Kuningan.
Data konsultan properti Colliers menunjukkan 76% karyawan sudah kembali ke kantor pada Januari 2023. Meski belum sepenuhnya kembali ke kantor, angka ini lebih tinggi dibandingkan AS yang tingkat kembali ke kantornya baru mencapai 50,4%.
Walau begitu, tingkat karyawan kembali ke kantor ini belum mengerek harga sewa perkantoran yang anjlok sejak 2020. Bukannya menunjukkan tren kembali meningkat, rata-rata harga sewa kantor di Jakarta masih terus turun dari 2020 hingga kuartal I-2023.
Tingkat ketersewaan kantor juga terus menurun. Colliers menyebut penurunan ini karena banyak penyewa kantor mengurangi luas sewaannya serta bertambahnya gedung kantor baru ketika permintaan untuk kantor menurun.
Lalu, apakah hal ini berdampak buruk terhadap sektor properti dan perekonomian Indonesia? Data BPS menunjukkan sektor real estate masih menunjukkan pertumbuhan dalam tiga tahun terakhir, meskipun penyewaan perkantoran terpukul. Pada 2020, sektor real estate juga masih tumbuh ketika pertumbuhan ekonomi nasional negatif.
Dilihat dari kontribusinya, sektor real estate terhadap produk domestik bruto (PDB) memang menunjukkan penurunan dalam setahun terakhir. Namun, kontribusi ini masih dapat dijaga di atas 2% pada kuartal I-2023.
Ekonomi Indonesia secara umum juga berhasil kembali meningkat 3,7% pada 2021 dan 5,3% pada 2022. Pertumbuhan pada 2022 bahkan melebihi target pemerintah yang sebesar 5,2%.
Sama seperti kasus di sejumlah negara, masih belum ada penelitian yang menyambungkan langsung WFH dengan pertumbuhan ekonomi. Meski begitu, data yang tersedia saat ini menunjukkan WFH tidak memberikan dampak negatif terhadap perekonomian.
Referensi
Barrero, dkk. 2022. “The shift to remote work lessens wage-growth pressures”. NBER Working Paper Series. (Akses 26 Juli 2023)
BPS. [Seri 2010] Distribusi PDB Triwulanan Seri 2010 Atas Dasar Harga Berlaku (Persen). (Akses 1 Agustus 2023)
Colliers Indonesia. 21 Maret 2023. “Anda merasa kemacetan di Jakarta memburuk? Anda mungkin benar!” (Akses 27 Juli 2023)
Colliers Indonesia. Jakarta Office Quarterly Market Review Q4 2018, Q4 2019, Q4 2020, Q4 2021, Q4 2022, Q1 2023. (Akses 28 Juli 2023)
Mischke, J. dkk. 2023. “Empty spaces and hybrid places: The pandemic’s lasting impact on real estate”. McKinsey Global Report. (Akses 27 Juli 2023)
Mondragon, A. & Wieland, J. 2022. “Housing demand and remote work”. NBER Working Paper Series. (Akses 26 Juli 2023)