Cek Data: Debat Capres Singgung Kasus HAM Berat, Bagaimana Datanya?

Puja Pratama
14 Desember 2023, 08:50
Capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan), Capres nomor urut dua Prabowo Subianto (tengah) dan Capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo (kiri) berpegangan tangan usai beradu gagasan dalam debat perdana Capres dan Cawapres 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Sel
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/YU
Anies Baswedan (kanan), Prabowo Subianto (tengah), dan Ganjar Pranowo (kiri) berpegangan tangan usai beradu gagasan dalam debat perdana Capres dan Cawapres 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023).

Isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) adalah salah satu persoalan yang dibahas dalam debat calon presiden (capres) pertama pada Selasa, 12 Desember 2023. Hal ini terkait bagaimana penyelesaian kasus-kasus yang terjadi di masa lalu. 

Kontroversi

Dalam salah satu sesi tanya jawab, capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo bertanya kepada Prabowo Subianto mengenai langkah yang disiapkan capres nomor urut 2 tersebut untuk menyelesaikan kasus HAM masa lalu. Dia juga menyinggung banyak orang tua yang kesulitan menemukan anaknya yang hilang, termasuk menemukan makam anaknya jika sudah meninggal dunia. 

Ganjar menyebutkan, saat ini ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang telah disepakati pemerintah. Namun, ksus-kasus tersebut belum jelas juntrungannya untuk diselesaikan, mulai dari Peristiwa 1965 hingga Tragedi Wamena pada 2003. 

Menurutnya, DPR pernah mengeluarkan empat rekomendasi penyelesaian kasus HAM pada 2009. Pertama, membentuk pengadilan HAM ad hoc. Kedua, menemukan 13 korban penghilangan paksa. Ketiga, memberikan kompensasi dan pemulihan. Keempat, meratifikasi konvensi anti penghilangan paksa sebagai upaya pencegahan.

“Pertanyaan dua saja. Kalau Bapak ada di situ (jika menjadi presiden), apakah akan membuat pengadilan HAM dan membereskan rekomendasi DPR? Pertanyaan kedua. Di luar sana menunggu banyak ibu-ibu, apakah Bapak bisa membantu menemukan di mana kuburnya yang hilang agar mereka bisa berziarah?” tanya Ganjar kepada Prabowo

Faktanya

Dari data rekapitulasi kasus HAM yang dicatat Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Setara Institute, menunjukkan bahwa 12 kasus yang disebutkan Ganjar tersebut hanyalah total kasus yang diakui pemerintah telah terjadi di Indonesia. Jumlah tersebut belum merupakan keseluruhan kasus HAM masa lalu.

Jika akumulasi kasus pelanggaran HAM masa lalu dimulai sejak 1965 hingga 2004, setidaknya ada 35 kasus HAM. Jadi, 12 kasus yang telah diakui Presiden Joko Widodo hanya sebagian dari banyak kasus yang terjadi.

KontraS juga mencatat ada lima kasus pelanggaran HAM berat yang penyelesaiannya macet pada 2018. Kedua kasus tersebut berujung dengan penyelesaian secara nonyudisial, artinya penyelesaian akan berfokus kepada korban dan bukan terhadap pelaku. 

Penyelesaian jalur nonyudisial akan berupa pemberian jaminan kesehatan, rehabilitasi rumah, pembangunan rumah ibadah, hingga pemulihan hak warga eksil. Sementara pelaku tetap melenggang tanpa ada proses hukum di pengadilan. 

Saat memberikan keterangan pers pada 23 Juni 2023 lalu, Menko Polhukam Mahfud Md menyampaikan bahwa meski ada penyelesaian kasus melalui mekanisme nonyudisial, tetapi proses penyelesaian secara yudisial masih bisa berjalan. Artinya, masih ada peluang untuk menyelesaikan kasus pelanggaran berat melalui pengadilan. Asalkan, kata Mahfud, ada persetujuan dari DPR. 

Andrew Rosser (2013) dalam “Towards a Political Economy of Human Rights Violations in Post-New Order Indonesia” menyebutkan, sulitnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Indonesia pasca-Orde Baru lantaran tiadanya kerangka hukum. Hal ini terutama kerangka hukum HAM dan lembaga-lembaga negara yang bertanggung jawab menegakkannya. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...