Laba Anjlok, Alibaba dan JD.Com Kini Didenda Rp 1 Miliar oleh Cina
Laba Alibaba melorot 81% pada kuartal III, sementara JD.Com merugi. Kedua raksasa e-commerce itu kini didenda 500 ribu yuan atau Rp 1,1 miliar oleh pemerintah Cina.
Selain kedua perusahaan itu, Badan Regulasi Pasar Cina (SAMR) mendenda pengembang PUBG, Tencent dengan nilai yang sama. Ketiganya dianggap melanggar aturan anti-monopoli.
Menurut SAMR, sejumlah raksasa teknologi itu menandatangani kesepakatan bisnis seperti merger dan akuisisi sejak 2012. Setidaknya, ada 34 kesepakatan yang dilakukan oleh Alibaba, Baidu, Tencent, JD.Com hingga Suning.
Kesepakatan itu mencakup akuisisi Alibaba atas perusahaan pemetaan navigasi AutoNavi Software Holdings Co. Selain itu, Tencent mengakuisisi platform kesehatan China Medical Online Co.
Namun mereka tidak melaporkan kesepakatan tersebut kepada otoritas. SAMR menganggap bahwa perusahaan teknologi tersebut melanggar undang-undang anti-monopoli.
"Kasus yang diumumkan kali ini semua transaksi yang seharusnya diumumkan tetapi tidak dideklarasikan di masa lalu," kata SAMR dikutip dari CNN Internasional, Selasa (23/11).
SAMR pun mencatat, ada 43 pelanggaran terpisah yang dilakukan oleh Alibaba hingga Tencent. Akibatnya, masing-masing perusahaan dikenakan denda Rp 1,1 miliar.
Di satu sisi, laba Alibaba turun dari 28,77 miliar yuan pada kuartal III 2020 menjadi 5,37 miliar yuan atau US$ 833 juta pada periode yang sama tahun ini. Namun perusahaan mengatakan ini bukan karena regulasi di Cina.
Sedangkan Alibaba beberapa kali didenda oleh pemerintah Cina:
- Akhir 2020: didenda 1,5 juta yuan atau setara Rp 3,36 miliar karena tidak melaporkan akuisisi
- Awal Maret 2021: anak usaha Alibaba di bidang kebutuhan pokok atau groseri yakni Nice Tuan didenda karena menerapkan skema pembelian berbasis komunitas yang dianggap bisa mengelabui konsumen agar membeli barang
- April 2021: Alibaba didenda 4% dari pendapatan perusahaan 2019 karena dianggap melakukan praktik yang memaksa pedagang memilih salah satu dari dua platform, alih-alih dapat bekerja dengan keduanya
- Mei 2021: pengembang aplikasi pendidikan Zuoyebang yang didanai oleh Alibaba didenda 2,5 juta yuan atau Rp 5 miliar
- November 2021: didenda 500 ribu yuan atau Rp 1,1 miliar karena tidak melaporkan akuisisi
Raksasa e-commerce itu menyampaikan, penurunan laba karena investasi di bidang strategis utama seperti segmen pasar konsumen tingkat bawah dan operasi internasional.
Meski begitu, pendapatan Alibaba melebihi ekspektasi analis. Perusahaan milik Jack Ma ini mencatatkan peningkatan pendapatan 29% yoy menjadi 200,69 miliar yuan atau US$ 31,4 miliar.
JD.Com pun mencatatkan kerugian bersih 3,3 miliar yuan atau US4 507 juta pada kuartal III. Ini membaik dibandingkan tahun lalu 7,6 miliar yuan atau US$ 1,1 miliar.
“Ini terutama karena penurunan nilai investasi perusahaan e-niaga,” kata JD.Com dalam pernyataan tertulis, dikutip dari Tech In Asia, Sabtu (20/11).
Namun, JD.Com juga membukukan kenaikan pendapatan bersih 25,5% yoy menjadi 218,7 miliar yuan atau US$ 33,9 miliar.
"Pertumbuhan pendapatan JD.com itu mengalahkan ekspektasi rata-rata analis," demikian dikutip dari KrAsia. Banyak analis yang memperkirakan bahwa pendapatan JD.com mencapai US$ 33,54 miliar.
Beijing pun nampaknya akan terus menerapkan pengawasan ketat kepada Alibaba hingga Tencent. Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi (MIIT) berencana memperpanjang tekanan setidaknya hingga akhir tahun ini.
"Kami akan mengambil langkah-langkah yang ditargetkan untuk mendorong lingkungan pasar yang adil dan teratur," kata Menteri Perindustrian dan Teknologi Informasi Xiao Yaqing dikutip dari South China Morning Post, pada Oktober (16/10).
Xiao mengatakan, pemerintahan akan terus meminta pertanggungjawaban perusahaan teknologi, memperkuat pengawasan, dan bekerja dengan badan pemerintah lainnya untuk mengelola industri teknologi.