OJK: Tren Fintech Akan Dipengaruhi Kripto, SuperApp, Dampak Sosial
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan, tren model bisnis penyelenggara teknologi finansial (fintech) dipengaruhi oleh perkembangan uang kripto (cryptocurrency). Startup sektor ini juga diramal masif adopsi aplikasi super atau superapp.
Deputi Komisioner OJK Imansyah memprediksi sejumlah model bisnis yang tren di bidang fintech, salah satunya terpengaruh oleh kripto. "Pertukaran kripto sangat masif," kata dia dalam Mandiri Investment Forum 2022, Rabu (9/2).
Di Tanah Air, jumlah pelanggan aset kripto melonjak dari empat juta pada 2020 menjadi 7,5 juta orang. Nilai transaksinya juga meningkat dari Rp 65 triliun menjadi Rp 478,5 triliun per Juli 2021.
Beberapa jenis aset kripto yang diminati di Indonesia antara lain bitcoin, ethereum, dan cardano. Kendati demikian, transaksi kripto di Nusantara masih tergolong kecil, yakni hanya 1% dari volume global.
Selain kripto, model bisnis fintech akan terpengaruh perkembangan superapp. Di Indonesia, aplikasi super tak lagi hanya decacorn Gojek dan Grab. Bukalapak, Shopee hingga KoinWorks mengembangkan beragam layanan layaknya superapp.
Kemudian, model bisnis fintech juga akan mengedepankan sisi lingkungan, sosial, dan tata kelola alias Environmental, Social and Governance (ESG). "Ini menarik pada jangka panjang," katanya.
Selain tren model bisnis yang akan berubah, Iman memperkirakan fintech mempertimbangkan talenta digital. "Ini akan menjadi tren. Apakah fintech bisa mengakomodasi kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) hingga blockchain," katanya.
Menurutnya, fintech juga akan menghadapi serangkaian regulasi seperti Undang-Undang (UU) Cipta kerja sektor keuangan dan UU Perlindungan Data Pribadi. "Ini menjadi prasyarat sebelum ekosistem digital terwujud," katanya.
Meski kripto menjadi salah satu tren model bisnis yang akan berkembang pada masa depan, OJK melarang lembaga keuangan, seperti perbankan hingga perusahaan pembiayaan memfasilitasi transaksi kripto.
"OJK dengan tegas melarang lembaga jasa keuangan menggunakan, memasarkan maupun memfasilitasi perdagangan aset kripto," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam siaran pers, bulan lalu (25/1).
Alasannya, aset kripto merupakan jenis komoditi yang mempunyai tingkat fluktuasi tinggi. Nilainya dapat naik dan turun tanpa terduga. Alhasil, masyarakat harus paham risikonya sebelum bertransaksi.
OJK juga mengimbau masyarakat waspada terhadap dugaan penipuan skema ponzi investasi kripto.
Di sisi lain, bukan OJK yang melakukan pengawasan dan pengaturan terhadap aset kripto. Ini merupakan wewenang Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).