Traveloka Raih Pendanaan Rp 4,5 Triliun dari INA RI & Investor Amerika
Traveloka mendapatkan pendanaan baru US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,5 triliun. Investor yang berpartisipasi dalam putaran ini yaitu BlackRock Inc., Allianz Global Investors, dan Indonesia Investment Authority (INA).
Unicorn Tanah Air itu menyampaikan, perusahaan sudah mencapai kesepakatan pembiayaan dengan investor.
Besaran dana yang diperoleh lebih besar ketimbang yang dibahas sebelumnya yakni sekitar US$ 200 juta pada Juni, menurut laporan Bloomberg.
“Traveloka mempertimbangkan pencatatan saham perdana alias IPO di Amerika atau Indonesia,” kata sumber Bloomberg yang mengetahui masalah tersebut, dikutip Kamis (29/9).
Berdasarkan data CB Insights, valuasi Traveloka US$ 3 miliar. Bloomberg News melaporkan pada 2020 bahwa unicorn ini mencari dana dengan penilaian yang lebih rendah.
Traveloka menutup layanan berbelanja bahan pokok Traveloka Mart pada Agustus. Langkah ini merupakan bagian dari strategi dan prioritas unicorn Tanah Air itu.
“Kami akan memberhentikan layanan Traveloka Mart sebagai bagian dari strategi dan prioritas perusahaan,” kata narasumber Traveloka kepada Katadata.co.id, bulan lalu (25/8).
Startup pariwisata atau online travel agent (OTA) itu menyampaikan bahwa perusahaan akan tetap berfokus pada karyawan, mitra, dan pengguna selama proses pemberhentian Traveloka Mart.
“Ini untuk memastikan transisi yang baik sesuai aturan yang berlaku,” ujar dia. “Kami akan terus berkoordinasi dengan para mitra dan menyediakan dukungan dalam proses pemberhentian layanan Traveloka Mart ini.”
Padahal sektor ini diminati oleh konglomerat. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan sektor pertanian selama pandemi corona:
Perusahaan konsultan strategi global L.E.K Consulting memperkirakan, nilai transaksi atau gross merchandise value (GMV) layanan kebutuhan pokok lewat digital US$ 5 miliar - US$ 6 miliar (Rp 70 triliun - Rp 84 triliun) pada 2025.
Sebelumnya, riset Facebook dan Bain & Company menunjukkan, 44% konsumen di Asia Tenggara berbelanja bahan pokok secara online selama pandemi corona. Kebiasaan ini diprediksi tetap menjadi tren meski memasuki normal baru (new normal) atau saat pandemi usai.