Pengusaha Tekstil Desak Pemerintah Tetapkan Harga Minimum Produk E-Commerce
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengusulkan pemerintah membuat aturan terkait harga minimum produk baik di e-commerce maupun pusat perbelanjaan tekstil. Kebijakan itu guna mencegah praktik predatory pricing atau penjualan dengan harga yang dipatok sangat rendah.
Wakil Ketua Umum API, Ian Syarif, mengatakan Ia mengatakan produsen dalam negeri sulit bersaing dengan produk e-commerce yang dijual dalam jumlah besar dan harga di bawah biaya produksi lokal. Ia mencontohkan ada kaos yang dijual Rp 5.000 di e-commerce sangat tidak masuk akal.
“Itu seharusnya dikenakan minimum price, jadi harus ada minimum price standard,” ungkap Ian Syarif dalam dalam Rapat Pleno bersama Badan Legislasi DPR RI, dikutip dari siaran YouTube resmi Baleg DPR RI Senin (4/11).
Dia mengatakan sejumlah negara seperti Cina, India, dan Jepang telah menerapkan regulasi importasi produk luar negeri dengan mengenakan aturan harga minimum.
Selain itu, Ian mengatakan jumlah pakaian bekas yang dijual di pasaran juga masih sangat masif. Banyak baju bekas dari luar negeri yang dibanderol Rp 10.00–Rp 15.000 yang dijual di e-commerce maupun pusat perbelanjaan tekstil.
Ia menilai sebagian besar produk impor tersebut merupakan barang dumping atau barang reject yang tidak laku di pasar luar negeri, atau bahkan sisa produksi dari pabrik asing yang masuk ke pasar Indonesia. Fenomena ini menambah beban bagi industri lokal yang semakin sulit bersaing di pasar domestik.
Menurut Ian, kondisi ini memperparah industri tekstil dalam negeri yang sedang terpuruk dan meningkatkan potensi badai pemutusan hubungan kerja (PHK) bahkan di sejumlah pabrik tekstil besar.