Fintech Bakal Makin Gencar Akuisisi Bank Tahun Ini
Perusahaan teknologi finansial atau fintech diperkirakan akan semakin masif mengakusisi atau berinvestasi di perbankan pada 2022. Langkah ini didorong berbagai keuntungan seperti integrasi layanan hingga efisiensi biaya.
Tren akuisisi fintech terhadap bank telah berlangsung sejak 2020 dan tahun ini akan semakin meluas. "Ini karena permintaan dari fintech yang ingin akuisisi bank tinggi," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro kepada Katadata.co.id, Rabu (2/3).
Beberapa akuisisi fintech terhadap bank di antaranya PT Dompet Karya Anak Bangsa, pengelola fintech pembayaran GoPay misalnya menguasai 22,16% saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) pada 2020.
Pada tahun lalu, fintech lending Akulaku atau PT Akulaku Silvrr Indonesia juga mengakuisisi 24,9% saham Bank Neo Commerce.
Kemudian, PT Finaccel Teknologi Indonesia atau Kredivo menjadi pengendali PT Bank Bisnis Internasional Tbk (BBSI) pada tahun lalu.
Terbaru, Tech in Asia melaporkan bahwa induk perusahaan fintech lending Modalku, Funding Societies terlibat dalam pembelian saham di Bank Index.
Eddi mengatakan, ada sejumlah alasan fintech mengakuisisi bank. Pertama, untuk mendapatkan izin layanan yang tidak didapatkan sebelumnya. "Dengan dia punya izin bank akan bantu bisnisnya," katanya.
Selain itu, fintech mengakuisisi bank untuk mengurangi biaya penyaluran dana.
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira juga mengatakan, tren fintech ke dapan memang lebih mengarah pada integrasi vertikal, yakni akuisisi atau merger dengan bank.
Fintech banyak melakukan aksi korporasi itu dengan alasan mengembangkan ekosistem keuangan secara lebih luas. Ini karena fintech punya keunggulan dari sisi penilaian kredit atau credit scoring, tetapi lemah dari sisi data calon debitur. Sedangkan bank mempunyai akses terhadap data ini melalui Sistem Layanan Infromasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selain itu, pendapatan dari komisi atau fee based income yang diterima bank atas transaksi isi ulang (top up) cukup besar. “Bayangkan, setiap isi GoPay dikenakan Rp 1.000. Kalikan saja dengan volume transaksi nasabah. Ini lebih baik fintech yang menguasai,” ujar dia kepada Katadata.co.id.
Sebelumnya, Kepala Departemen Riset Sektor Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inka Yusgiantoro juga mengatakan, keuntungan perusahaan teknologi seperti fintech memiliki bisnis bank yaitu dapat meningkatkan skala bisnisnya, terutama sistem pembayaran.
Selain itu, “mungkin dalam rangka mewujudkan ekosistem digitalnya," kata Inka dalam sesi webinar, akhir tahun lalu (23/11/2021).
Dari sisi bank, masuknya raksasa teknologi, termasuk fintech, dapat mempercepat proses digitalisasi di internal bank. Selain itu, bank mendapatkan keuntungan karena modalnya diperkuat dengan investor baru.