Tren Neobank di Indonesia, Enam Fintech Akuisisi dan Investasi di Bank
Setidaknya ada enam penyelenggara teknologi finansial (fintech) yang berinvestasi hingga mengakuisisi bank di Indonesia. Modalku juga dikabarkan akan mengambil alih Bank Index.
Tech in Asia melaporkan bahwa induk perusahaan fintech lending Modalku, Funding Societies terlibat dalam pembelian saham di Bank Index.
Bank Index beroperasi di kota-kota besar di Indonesia. Bank ini berfokus pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Pemegang saham terbesar Bank Index adalah PT Khazanah Indexindo.
Sebelum kabar akuisisi Bank Index, DealStreetAsia melaporkan bahwa Co-Founder sekaligus CEO Funding Societies Kelvin Teo tertarik berinvestasi di bank lokal. Tujuannya, mengembangkan pasar neobank.
VP Head of Marketing Communications Modalku Ariani Hadioetomo belum bisa berkomentar soal kabar akuisisi Bank Index. Namun ia membenarkan bahwa perusahaan berencana merambah neobank.
"Sejalan dengan pendanaan seri C+, Modalku akan memperluas bisnis menuju neobank untuk mendukung UMKM lebih maksimal," kata Ariani kepada Katadata.co.id, Selasa (1/3).
Perusahaan juga terus berkomunikasi dengan berbagai rekan yang berpotensi mendukung strategi bisnis.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro mengatakan, tren akuisisi fintech terhadap bank akan semakin masif tahun ini. "Ini karena permintaan dari fintech yang ingin akuisisi bank tinggi," katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (1/3).
Menurutnya, fintech mengakuisisi bank untuk mendapatkan izin layanan yang tidak didapatkan sebelumnya. "Dengan dia punya izin bank akan bantu bisnisnya," katanya.
Selain itu, fintech mengakuisisi bank untuk mengurangi biaya penyaluran dana.
Katadata.co.id mencatat, setidaknya ada tujuh fintech berinvestasi ataupun mengakuisisi bank di Indonesia untuk merambah bisnis bank digital. Mereka di antaranya:
1. Akulaku
Fintech lending, Akulaku atau PT Akulaku Silvrr Indonesia resmi mengakuisisi 24,9 % saham Bank Neo Commerce pada tahun lalu (19/11/2021).
Akulaku merupakan fintech yang didirikan William Li pada 2014. Li memiliki latar belakang hukum dan manajemen investasi ditemani rekannya, Gordon Hu yang merupakan software engineer.
Saat itu, Li memiliki ide untuk membuat layanan keuangan lintas-negara di luar Cina.
Dia sempat mendirikan platform pengiriman uang di Hong Kong pada 2015, sembari mempelajari gaya hidup masyarakat Indonesia yang termasuk dalam nasabahnya. Kemudian, Li membangun layanan finansial online di Indonesia secara khusus.
Sedangkan Bank Neo merupakan nama baru dari Bank Yudha Bhakti yang didirikan pada 1990. Bank ini diawali dari PAKTO 27/1988 yang diinisiasi oleh Dephankam, Perum ASABRI, Pepabri dan para developer.
2. GoPay
PT Dompet Karya Anak Bangsa, pengelola GoPay menguasai 22,16% saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) pada 2020. CEO GoTo Andre Soelistyo mengatakan, investasi di ini bagian dari strategi bisnis jangka panjang.
Hal itu akan memperkuat pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis perusahaan ke depannya. Langkah ini sejalan dengan rencana GoTo membesarkan GoPay dan memimpin layanan keuangan digital di Indonesia.
3. Kredivo
PT Finaccel Teknologi Indonesia atau Kredivo resmi menjadi pengendali PT Bank Bisnis Internasional Tbk (BBSI) tahun lalu. Status pengendali tersemat setelah Kredivo membeli saham dari pemilik lama Rp 439,69 miliar pada transaksi 15 Oktober 2021.
Berdasarkan keterbukaan informasi, Kredivo sebelumnya hanya memiliki 726,36 juta unit atau setara 24% saham Bank Bisnis Internasional.
Fintech itu kemudian membeli 484,24 juta unit atau 16% dengan harga Rp 908 per lembar. Ini artinya, Kredivo menggelontorkan dana sekitar Rp 439,69 miliar.
4. Ajaib
PT Takjub Finansial Teknologi (Ajaib) resmi memiliki 24% atau 554,4 juta saham PT Bank Bumi Artha Tbk. Ajaib memiliki Bank Bumi Arta melalui rekening efek PT Ajaib Sekuritas Asia.
Kepemilikan Ajaib di Bank Bumi Arta terungkap melalui laporan kepemilikan saham investor di atas 5% saham yang disampaikan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
5. WeLab
Perusahaan milik Sequoia Capital dan miliarder Li Ka-shing ini mengakuisisi 24% saham di PT Bank Jasa Jakarta. Tujuannya, mengembangkan bank digital di Indonesia.
6. Alami
Fintech lending syariah ini membeli Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tahun lalu. CEO Alami Dima Djani menyampaikan, proses akuisisi dan penambahan modal tersebut dilakukan secara bertahap.
Perusahaan juga berencana mengembangkan bank berbasis teknologi lewat akuisisi ini.
Sebelumnya, Kepala Departemen Riset Sektor Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inka Yusgiantoro mengatakan, keuntungan perusahaan teknologi memiliki bisnis bank yaitu meningkatkan skala bisnisnya, terutama sistem pembayaran.
Selain itu, “mungkin dalam rangka mewujudkan ekosistem digitalnya," kata Inka dalam sesi webinar, akhir tahun lalu (23/11/2021).
Dari sisi bank, masuknya raksasa teknologi, termasuk fintech, dapat mempercepat proses digitalisasi di internal bank. Selain itu, bank mendapatkan keuntungan karena modalnya diperkuat dengan investor baru.