Pendapatan Anjlok, Kerugian Grab Membengkak Jadi Rp 15,8 Triliun
Grab mencatatkan pendapatan anjlok 44% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$ 122 juta atau sekitar Rp 1,8 triliun pada kuartal akhir tahun lalu. Alhasil, kerugiannya membengkak menjadi US$ 1,1 miliar atau setara Rp 15,8 triliun.
Decacorn asal Singapura itu mengatakan, pendapatan turun karena perusahaan berinvestasi terlebih dahulu untuk meningkatkan jumlah pengemudi. Ini guna mendukung pemulihan yang kuat dalam permintaan mobilitas.
“Insentif konsumen untuk mobilitas dan pengiriman juga meningkat,” demikian dikutip dari keterangan resmi Grab, Kamis (3/3).
Hal itu membuat kerugian meningkat menjadi US$ 1,1 miliar. Ini mencakup US$ 311 juta beban bunga non-tunai terkait saham preferen yang dapat ditukar dan ditukarkan.
Laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EBITDA yang disesuaikan negatif US$ 305 juta. Ini karena ada peningkatan investasi berupa insentif bagi mitra pengemudi dan konsumen.
Selain itu, karena investasi strategis di bidang-bidang seperti teknologi dan layanan keuangan.
“Kami berencana untuk berhati-hati dan disiplin dalam mengalokasikan modal, karena kami menggandakan peluang pertumbuhan jangka panjang dari bisnis sesuai permintaan, periklanan, dan layanan keuangan,” Chief Financial Officer Grab Peter Oey.
Secara keseluruhan, pendapatan Grab meningkat 44% yoy menjadi US$ 675 juta sepanjang tahun lalu. Namun kerugiannya US$ 3,6 miliar.
Kerugian itu mencakup US$ 1,6 miliar beban bunga non-tunai terkait dengan saham preferen yang dapat ditukarkan dan ditukarkan milik Grab yang dihentikan setelah pencatatan publik Grab. Selain itu, US$ 353 juta terkait pencatatan publik satu kali.
Nilai transaksi bruto atau GMV Grab meningkat 29% yoy menjadi US$ 16,1 miliar atau sekitar Rp 231,6 triliun sepanjang tahun lalu. Rincian GMV sebagai berikut:
- Layanan pengiriman seperti Grab Express dan GrabFood tumbuh 56%
- Mobilitas seperti taksi dan ojek online turun 14%
- Jasa keuangan 37%
“Kami mempertahankan kepemimpinan kategori di semua vertikal inti dengan bisnis pengiriman makanan yang merupakan mayoritas di Asia Tenggara,” ujar Peter.
Pengguna yang bertransaksi per bulan turun 2% menjadi 24,1 juta. Sedangkan GMV per pengguna yang bertransaksi per bulan meningkat 31% menjadi US$ 666.