Investor Masih Punya Banyak 'Dry Powder' untuk Suntik Startup
Banyak startup kesulitan mendapatkan pendanaan karena para investor lebih selektif mendistribusikan modal mereka. Venture Partner Monk’s Hills Venture Lingga Madu mengatakan investor sebenarnya masih memiliki banyak dana atau dry powder untuk disalurkan ke startup.
“Sejujurnya, masih banyak dry powder amunisi funding dari ekosistem Venture Capital,” ujar Lingga, beberapa waktu lalu.
Ia menyatakan bahwa dalam perspektif funding, startup pada tahap early stage yang bagus dan dinilai tetap bisa tumbuh akan mendapatkan pendanaan. “Monk’s Hills salah satunya masih aktif, kami sangat aktif sekali investasi di Indonesia dan Asia Tenggara,” katanya.
Lingga mengatakan saat ini adalah momen terbaik bagi startup untuk bertumbuh khususnya bagi startup yang memiliki fundamental kuat dan produk yang baik. “Cost digital marketing di Facebook, Google, Tik Tok relatif lebih murah karena enggak banyak saingan, dan go to market juga lebih mudah,” kata dia.
Dia juga menyatakan sekarang momen yang menguntungkan startup early stage karena sudah tak ada lagi saingan yang menekan harga dengan 'bakar-bakar uang'.
Selain itu, Lingga mengatakan startup early stage saat ini juga tidak perlu terlalu khawatir untuk membangun teknologi yang baik. Biaya karyawan developer IT menjadi lebih rasional. “Bukan hanya soal gaji, banyak talent-talent luar biasa yang sebelumnya tidak bisa disentuh oleh early stage, kini bisa sebagai eksekutif atau co-founder.”
Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro mengatakan, investor memang selektif dalam memberikan pendanaan. Hal ini karena ada ancaman resesi ekonomi.
Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani menyampaikan, faktor makro ekonomi memang berpengaruh terhadap sentimen investasi di startup, terutama yang masih di level growth stage. Para investor pun mencari aman dengan pola mengambil peluang.
“Hal ini membuat para startup harus memberikan prioritas kepada ‘core business’, sehingga layanan atau produk yang masih dalam tahap pengembangan dan belum memiliki kepastian sebagai kontributor yang besar harus di ‘streamlined’,” kata Edward kepada Katadata.co.id, Jumat (3/3).
Dengan begitu, startup dapat menghemat pengeluaran dan runway lebih lama sambil menunggu sentimen ekonomi dan investasi yang lebih baik. Dalam konteks startup, runway mengacu pada berapa lama perusahaan dapat bertahan di pasar, jika pendapatan dan pengeluaran konstan.
Menurutnya, startup di Indonesia masih menarik karena pangsa pasarnya besar dan terus meningkat. Selain itu, masih banyak sektor yang belum dijamah oleh perusahaan rintisan.