Perjalanan Bisnis GoTo Gojek Mulai dari 20 Driver, Decacorn, Disebut Gabung Grab
Kabar GoTo Gojek Tokopedia akan merger dengan Grab santer terdengar setelah Direktur Utama Patrick Walujo mengundurkan diri. Bagaimana perjalanan bisnis perusahaan hingga dikabarkan bakal segera bergabung dengan pesaingnya?
Dua pekan lalu, Bloomberg melaporkan investor besar seperti SoftBank, Provident, dan Peak XV ingin mengganti Patrick Walujo lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) demi mempercepat kemungkinan penggabungan GoTo Gojek Tokopedia dengan Grab.
Direktur GOTO R. A. Koesoemohadiani mengatakan agenda RUPSLB tidak berkaitan dengan isu penggabungan usaha GoTo dan Grab. Namun kini, Patrick Walujo mengundurkan diri dari posisi Direktur Utama pada Senin (24/11).
Hans Patuwo, yang menjabat Chief Operating Officer (COO) dinominasikan untuk menggantikan Patrick Walujo.
Sejarah Gojek
Gojek didirikan oleh Nadiem Makarim, Kevin Aluwi, dan Michaelangelo Moran pada 2010. Perusahaan awalnya bernama Go-jek dengan fokus pada layanan pemesanan pengantaran orang lewat telepon.
Nadiem Makarim bercerita saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk ‘The Economist Event Indonesia Summit 2016’ di Hotel Shangri La, Jakarta, pada Februari 2016, ojek menjadi solusi saat lalu lintas begitu padat.
Ia bercerita tentang pengalamannya menggunakan ojek, yakni pengemudi memasang tarif tinggi untuk jarak tempuh dekat. Berbekal pengetahuan terkait bisnis digital, Nadiem berinisiatif membuat layanan yang memungkinkan orang mudah menggunakan jasa ojek dengan patokan tarif.
Saat itu, Go-jek hanya memiliki 20 mitra pengemudi.
Go-jek kemudian membuat aplikasi pada 2015. Pada Agustus 2015, startup ini mendapatkan pendanaan seri A dari Sequoia Capital India dan Formation Group yang membuat valuasinya naik menjadi US$ 200 juta – US$ 500 juta.
Berdasarkan pengalaman Katadata.co.id saat itu, aplikasi Gojek menawarkan diskon besar-besaran. Tarif perjalanan sembilan kilometer hanya Rp 5.000.
Bahkan saat jurnalis Katadata.co.id membayar dengan uang tunai Rp 50.000, pengemudi ojol yang ditumpangi saat itu memberikan layanan gratis karena tidak ada kembalian.
Saat itu, pengemudi ojol yang ditemui Katadata.co.id bercerita bisa mendapatkan penghasilan termasuk bonus hingga Rp 500 ribu per hari. Beberapa driver ojek online juga bercerita bisa menghasilkan Rp 11 juta per bulan.
Kemudian Gojek mendapatkan pendanaan seri B US$ 550 juta dari KKR, Warburg, Ferrara dan Capital Group Private Market pada April 2016. Pada saat itu, valuasi Gojek mencapai US$ 1,3 miliar atau menyandang status unicorn.
Gojek terus mendapatkan investasi hingga mencapai status decacorn atau valuasi di atas US$ 10 miliar pada April 2019. Dikutip dari laman resmi perusahaan, mitra pengemudi kini mencapai tiga juta dan mitra pedagang 5,3 juta.
Gojek Hampir Bangkrut
Salah satu pendiri Gojek Kevin Aluwi bercerita pada Juli 2021, perusahaannya nyaris bangkrut berkali-kali. Dia mengatakan Gojek pernah mengalami masa sulit pada 2015 - 2016 dan hampir bangkrut, meski layanan digunakan banyak orang.
"Meski perkembangan Gojek pesat, tapi ada masa ketika beberapa kali kami hampir bangkrut," ujar Kevin dalam Talkshow bertajuk ‘StartUp Building Experience From The Founder’ pada 2021.
Gojek pernah kehabisan uang untuk menjalankan usaha dengan ratusan karyawan, sedangkan pendanaan sulit didapatkan. "Kami punya tanggung jawab ke karyawan," ujarnya.
Perusahaan kemudian mencari cara agar masalah keuangan bisa diselesaikan. Kevin mengatakan nasib Gojek diselamatkan oleh investor yang mempercayai model bisnis.
Disebut Akan Merger dengan Grab, Gojek Justru Jadi GoTo
Pada Februari 2020, sumber The Information menyampaikan Grab dan Gojek berdiskusi terkait konsolidasi guna meminimalkan kerugian perusahaan. Saat ini, Gojek belum merger dengan Tokopedia.
“Perusahaan berusaha untuk membendung kerugian yang disebabkan oleh pertarungan mahal untuk merebut pangsa pasar,” demikian dikutip dari The Information , pada Februari 2020.
Kabar itu berhembus setelah Grab mendapat pendanaan 80 miliar yen atau Rp 9,8 triliun dari bank terbesar di Jepang, Mitsubishi UFJ Financial Group atau MUFG, serta Nadiem Makarim yang mundur dari posisi CEO Gojek pada Oktober 2019.
Saat itu, valuasi Grab disebut-sebut mencapai US$ 14 miliar atau Rp 194,6 triliun, sementara Gojek US$ 9 miliar atau Rp 125,1 triliun.
Pada Maret 2020, Financial Times melaporkan pemegang saham Grab mendorong agar kedua perusahaan bergabung. Sumber yang merupakan investor Grab menyampaikan upaya menyatukan keduanya intens dibahas sejak 2018.
Walaupun sumber menyampaikan rencana merger Grab dan Gojek kabarnya merupakan ide investor SoftBank, Elliot Management Corp.
Pemegang saham Grab dan Gojek disebut membujuk SoftBank untuk mendukung merger kedua perusahaan. Perusahaan investasi multinasional asal Jepang ini berinvestasi di kedua startup bernuansa hijau itu.
SoftBank saat itu tertekan karena gagalnya penawaran saham perdana alias Initial Public Offering (IPO) startup berbagi kantor WeWork 2019. WeWork akhirnya mendekati kebangkrutan, dan kesulitan membayar utang.
Pendiri SoftBank Masayoshi Son mengunjungi Jakarta pada awal 2019 untuk membahas investasi di bidang teknologi dan pengembangan unicorn di Indonesia, serta rencana pembangunan Ibu Kota Nusantara alias IKN.
Sumber menyampaikan, Son menyadari bahwa Gojek merupakan lawan tangguh Grab, sehingga mendukung pembicaraan untuk konsolidasi. “Stres akibat Covid-19 dan kekhawatiran atas model bisnis berbagi tumpangan secara global menekan perusahaan untuk menyetujui kesepakatan,” demikian dikutip dari Financial Times, pada Maret 2020.
Selain SoftBank, Grab dan Gojek memiliki investor yang sama yakni raksasa korporasi asal Jepang Mitsubishi. Berdasarkan data Crunchbase, Mitsubishi UFJ Financial Group menyuntikan modal di Grab, sementara Mitsubishi Corporations, Mitsubishi Motors, Mitsubishi UFJ Financial Group, dan Visa berinvestasi di Gojek.
Gojek justru bergabung dengan Tokopedia pada Mei 2021. Keduanya membentuk entitas gabungan bernama GoTo. Bisnisnya menjangkau layanan on-demand, keuangan, dan e-commerce.
Berdasarkan data CB Insight, valuasi masing-masing perusahaan sebelum merger sebesar US$ 10 miliar. GoTo Gojek Tokopedia resmi IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada April 2022.
GoTo Gojek Dikabarkan Segera Merger dengan Grab
Kabar merger Grab dan Gojek kembali mencuat setelah Mensesneg Prasetyo Hadi menyebut Danantara turut dilibatkan dalam pembahasan Perpres terkait taksi dan ojek online. Ia mengakui bahwa keterlibatan lembaga investasi negara itu salah satunya berkaitan dengan isu konsolidasi dua perusahaan ride hailing tersebut.
"Berbagai macam (kementerian yang diajak diskusi). Sebab itu, kemudian ada juga Danantara yang ikut terlibat (dalam pembahasan Perpres)," kata Prasetyo di Istana Merdeka, Jakarta, dua pekan lalu (7/11).
Para wartawan kemudian bertanya apakah keterlibatan Danantara dalam diskusi terkait Perpres taksi online dan ojol itu terkait isu merger Grab dan Gojek yang sudah lama berhembus. “Ya salah satunya,” Prasetyo Hadi menjawab pertanyaan jurnalis.
Prasetyo Hadi juga mengiyakan kabar bahwa Grab ingin membeli saham GOTO Gojek Tokopedia. “Rencananya begitu,” ia menambahkan. Selain itu, ia mengatakan bentuknya bisa berupa merger maupun akuisisi. “Sedang kami cari skemanya,” ujar dia.
GOTO membantah adanya keputusan terkait merger, sementara Grab memilih belum berkomentar. GOTO menegaskan setiap langkah perusahaan akan tetap mematuhi regulasi dan mengutamakan nilai jangka panjang bagi pemegang saham serta seluruh pemangku kepentingan, termasuk mitra pengemudi dan UMKM.
Laporan Financial Times menyebutkan bahwa Grab dan GOTO dikabarkan menawarkan ‘saham emas’ kepada Danantara untuk mendapatkan persetujuan pemerintah atas potensi merger. Saham itu akan memberi Danantara hak khusus atas cabang Indonesia, termasuk dalam isu sensitif seperti gaji pengemudi.






