Bocoran Terbaru Perpres Ojol: Tarif, Besaran dan Sistem Bagi Hasil, Status

Desy Setyowati
27 November 2025, 17:27
bocoran perpres ojol,
Katadata/Fauza Syahputra
Pengemudi ojek online (ojol) melintas di Jalan Panglima Polim, Blok M, Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pemerintah berencana menerbitkan Peraturan Presiden alias Perpres ojol, yang ditargetkan dirilis akhir tahun ini. Presiden Prabowo Subianto juga bertemu Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad untuk ketiga kalinya selama pekan lalu, salah satunya membahas kesejahteraan pengemudi taksi dan ojek online.

Berikut rincian keterangan para pejabat pemerintah terkait isi perpres ojol.

Sistem Bagi Hasil Ojol

Wakil Menteri Ketenagakerjaan atau Wamenaker Afriansyah Noor menegaskan sistem bagi hasil antara perusahaan dan pengemudi harus berlandaskan prinsip keadilan, transparansi dan memberikan bagian proporsional dari tarif yang dibayarkan oleh pengguna jasa.

“Salah satu aspek penting yang menjadi fokus kami hari ini yakni sistem bagi hasil dan transparansi tarif,” kata Wamenaker di Jakarta, Selasa (25/11).

Saat ini, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 hanya mengatur besaran potongan aplikator untuk layanan pengantaran orang, yakni maksimal 15% dari total biaya yang dibayar pengguna.

Komisi itu bisa bertambah 5% untuk biaya penunjang, menjadi paling banyak 20%. Biaya penunjang yang dimaksud meliputi:

  • Asuransi keselamatan tambahan
  • Penyediaan fasilitas pelayanan mitra pengemudi seperti pelatihan, kesehatan
  • Dukungan pusat informasi
  • Bantuan biaya operasional misalnya, voucer BBM dan pulsa
  • Bantuan lainnya dalam situasi tertentu

Potongan aplikator untuk layanan pengantaran barang dan makanan, termasuk program argo goceng alias aceng, bukan termasuk ranah Kemenhub. Begitu juga dengan program langganan bagi mitra pengemudi seperti Hemat.

“Itu business to business atau B2B sebenarnya. Hubungan bisnis antara aplikator dengan mitra (pengemudi ojol),” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Aan Suhanan dalam konferensi pers di kantornya, pada Juli (2/7). 

Sistem bagi hasil seperti itu yang berpotensi diatur dalam Perpres Ojol, jika merujuk pada pernyataan Wamenaker Afriansyah Noor.

Driver Ojol Bebas Berserikat

Sesuai rancangan Perpres, Afriansyah Noor mengatakan pekerja platform juga dijamin kebebasan berserikat dan berorganisasi. Selain itu, diberikan ruang dialog melalui forum komunikasi antara serikat pekerja dan perusahaan.

Kementerian Ketenagakerjaan  melakukan diskusi bersama para pihak yang terlibat. seperti pekerja, perusahaan penyedia jasa alias aplikator, dan pemangku kepentingan lain terkait materi muatan dalam Perpres tentang Pelindungan Pekerja Transportasi Berbasis Platform Digital.

“Kami berharap masukan konstruktif dari perusahaan aplikator, pekerja, dan seluruh pemangku kepentingan untuk menyempurnakan rancangan peraturan ini, khususnya terkait sistem bagi hasil yang adil, transparan, dan berkelanjutan bagi seluruh pihak,” katanya.

Perpres Ojol Atur Komisi 10%?

Para jurnalis bertanya kepada  Menteri Sekretaris Negara alias Mensesneg Prasetyo Hadi pada 7 November, apakah Perpres ojol mengatur tentang komisi alias pungutan yang diambil oleh aplikator.

Selama ini, mitra pengemudi ojol yang tergabung dalam Gabungan Aksi Roda Dua alias Garda dan Serikat Pekerja Angkutan Indonesia atau SPAI meminta agar komisi untuk layanan ojek online pengantaran orang turun dari 20% menjadi 10%.

“Sejak awal memang diminta oleh teman-teman mitra pengemudi ojol kan (komisi 10%)? Oleh karena itu, kami bicarakan untuk mencari titik temu,” ujar Prasetyo.

Akan tetapi, tidak semua mitra pengemudi ojol menginginkan komisi atas layanan pengantaran orang turun dari 20% menjadi 10%. Komunitas Ojol dan Unit Reaksi Cepat (URC) Bergerak maupun Koalisi Ojol Nasional atau KON tidak ingin komisi turun.

Perpres Ojol Atur Tarif dan Status Pengemudi?

Ketika ditanya apakah Perpres ojol memuat status pengemudi taksi dan ojek online, maupun tarif, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjawab singkat. “Tidak ada,” kata dia di Istana Kepresidenan, Jakarta, bulan lalu (29/10).

Sebab selama ini ada asosiasi pengemudi transportasi online yang menginginkan status berubah dari mitra menjadi karyawan, meski ada juga yang menolak.

Namun Menteri Ketenagakerjaan Yassierli berharap Perpres yang akan diterbitkan Presiden Prabowo itu nantinya bisa memberikan transparansi terkait hubungan kerja perusahaan dengan mitra pengemudi.

“Kami ingin memastikan lewat aturan, ada transparansi terkait hubungan kerjanya. Jadi tidak boleh ada hubungan yang tidak setara. Kami ingin memastikan juga, kerja itu mendapatkan kesempatan untuk memberikan aspirasi,” kata Menteri Yassierli dalam media briefing di Jakarta, bulan lalu (28/10).

Ia mengatakan pemerintah masih menunggu informasi lebih lanjut terkait penyusunan Perpres ojol, karena melibatkan sejumlah kementerian strategis. “Ditargetkan dapat segera dirilis,” Yassierli menambahkan.

Grab dan Gojek Wajib Bayar Iuran JKK dan JKM Mitra Ojol?

Yassierli mengatakan Perpres ojol yang tengah dibahas berfokus kepada perlindungan mitra pengemudi taksi dan ojek online, seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).

Hal senada disampaikan oleh Airlangga Hartarto. “(Mengatur) fasilitas kemanfaatan untuk pengemudi, yang sekarang kami sudah berikan, seperti fasilitas JKK dan JKM Nanti ada hal-hal lain yang teknis,” kata dia.

Selama ini, baru sekitar 200 ribu pekerja BPU yang mendaftar BPJS Ketenagakerjaan. Pemerintah menargetkan penerima mencapai 731.361 orang seiring perluasan cakupan ke petani, pedagang, dan pekerja informal lainnya pada tahun depan.

Ada dua jenis penerima manfaat JKK dan JKM, dikutip dari laman resmi BPJS Ketenagakerjaan, yakni:

  1. Bukan Penerima Upah atau BPU, seperti pemilik usaha, seniman, dokter, pengacara, freelancer, petani, sopir angkot, pedagang, nelayan hingga pengemudi taksi online dan ojol
  2. Penerima Upah atau PU, untuk peserta yang menerima upah, gaji, dan imbalan dalam bentuk lain dari pemberi kerja, seperti Aparatur Sipil Negara (ASN), karyawan swasta, karyawan BUMN, dan lainnya.

Jika merujuk pada sistem kemitraan seperti saat ini, maka pengemudi taksi online dan ojol, termasuk dalam BPU. Besaran iurannya menurut PP Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JKM dan JKK, sebagai berikut:

  • JKK: 1% dari penghasilan. Nominalnya Rp 10 ribu – Rp 207 ribu
  • JKM: sekitar Rp 6.800 per bulan
  • Jaminan Hari Tua atau JHT: 2% dari penghasilan. Nominalnya Rp 20 ribu – Rp 414 ribu

Pada medio September, Airlangga menyampaikan pemerintah memberikan diskon iuran JKK dan JKM 50% kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan dari kelompok pekerja BPU termasuk pengemudi taksi online, ojol, sopir logistik, dan kurir. Hal ini masuk dalam Paket Ekonomi Akselerasi 2025.

"Mereka hanya perlu membayar sesuai dengan paketnya. Kalau tidak salah Rp 10.800. Kami memberikan diskon 50%,” kata Airlangga, pada September (15/9). Sisanya ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Diskon iuran JKK dan JKM itu diberikan selama enam bulan. Melalui program ini, peserta mendapat perlindungan berupa:

  • Santunan kematian hingga 48 kali upah
  • Santunan cacat 56 kali upah
  • Beasiswa pendidikan bagi dua anak Rp 174 juta
  • Manfaat JKM total Rp 42 juta

Akan tetapi, Airlangga tidak memerinci apakah diskon iuran JKK dan JKM itu masuk dalam Perpres ojol yang tengah dibahas. Jika benar, maka iurannya ditanggung oleh pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan, bukan pengemudi taksi online dan ojol maupun aplikator, selama enam bulan periode diskon.

Airlangga juga tidak memerinci siapa yang menanggung iuran JKK dan JKM pengemudi taksi online dan ojol setelah periode enam bulan tersebut, apakah dibebankan kepada aplikator atau driver? Jika ditanggung oleh perusahaan seperti Gojek dan Grab, maka aplikator akan membayarkan iuran jutaan mitra pengemudi.

Sementara itu, Wamenaker Afriansyah Noor mengatakan iuran JKK dan JKM yang tidak ditanggung, berimplikasi pada rendahnya tingkat kepesertaan.

“Di sisi lain, biaya operasional seperti bahan bakar, perawatan kendaraan, cicilan motor, hingga pulsa masih sepenuhnya ditanggung oleh pekerja. Pendapatan pun sangat bergantung pada insentif yang dapat berubah sewaktu-waktu,” ujar dia, Selasa (25/11).

Oleh karena itu, menurut dia perlu ada regulasi yang lebih komprehensif, seimbang, dan berorientasi pada keberlanjutan ekosistem transportasi online.

“Tujuan kita bukan hanya memberikan pelindungan bagi pekerja platform (seperti driver ojol), tetapi juga memastikan keberlangsungan usaha bagi perusahaan aplikator, serta memberikan kepastian tarif bagi masyarakat sebagai pengguna layanan,” ujar dia.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu, Antara

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...