Langkah Seribu Menyelamatkan Pasar Tradisional

Agustiyanti
4 Februari 2021, 07:00
Pedagang mendistribusikan buah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Minggu (14/6/2020). Anggota Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Reisa Broto Asmoro mengatakan pasar tradisional rentan menjadi tempat penularan COVID-19 salah
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Ilustrasi.

Suasana di Pasar Pelita, Jakarta Utara kini jauh berbeda dibandingkan tiga tahun lalu. Tak ada lantai becek atau atap yang hampir roboh. PD Pasar Jaya membangun ulang pasar becek ini menjadi pasar modern sejak 2017.

Pasar Pelita merupakan satu dari ribuan pasar yang direvitalisasi pemerintah. Bangunan pasar saat ini berdiri kokoh terdiri dari dua lantai. Pada lantai pertama, berjejer perdagang sayuran, ikan segar, daging, kelontong, serta pakaian. Sementara lantai dua yang hampir separuhnya masih kosong, dihuni oleh pedagang pakaian dan perabot.

"Dulu kalau hujan ya becek dan bocor di beberapa tempat. Sekarang alhamdulillah sudah bagus," ujar Diva, pedagang kelontong yang sudah menghuni pasar sejak 20 tahun lalu kepada Katadata.co.id, akhir bulan lalu.

Namun, bangunan pasar yang lebih baik tak berdampak positif bagi penjualan Diva. Ia bercerita, penjualannya sudah turun sejak minimarket semakin menjamur. Banyak langganannya memilih berbelanja di minimarket yang jaraknya tak sampai 1 km dari pasar tersebut.

Pasar Tradisional
Pasar Tradisional (Katadata/Agustiyanti)

Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik pada 2019, 46,55% pedagang pasar mengalami peningkatan omzet setelah pasar direvitalisasi, sedangkan 53,45% tak mengalaminya. Hal tersebut dimungkinkan karena ada faktor lain yang mempengaruhi nilai penjualan serta keuntungan usaha selain revitalisasi, seperti diversifikasi produk dan jauh pasar rakyat dengan toko modern. 

Bagai jatuh tertimpa tangga, pandemi Covid-19 semakin memukul usaha Diva. Pendapatan dari berdagang beras, minyak goreng, hingga tepung terigu anjlok lebih dari 50%. "Omzet beberapa tahun terakhir sebenarnya sudah turun. Sejak ada Covid-19, turun drastis," kata Diva, kepada Katadata.co.id awal bulan ini.

Berbeda dengan Diva, Yusuf, pedagang sayuran di Pasar Bahari, Jakarta utara ini merupakan salah satu pedagang yang mengalami kenaikan omzet sejak pasar direnovasi beberapa tahun lalu. Namun, pendapatannya anjlok hingga 30% sejak pandemi. 

"Apalagi saat ada satpol PP, pendapatan anjlok sekali. Sekarang sudah sedikit agak lebih baik tetapi masih jauh," kata Yusuf.

Pandemi virus corona Covid-19 telah mengubah perilaku masyarakat dalam berbelanja bahan pangan dan makanan. Berdasarkan hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), masyarakat kini lebih memilih belanja bahan pangan dan makanan melalui daring.

Sebanyak 53,66% responden yang disurvei mengatakan lebih jarang dan 4,84% tidak lagi berbelanja di pasar sejak pandemi. Sementara itu terdapat 30,29% responden yang tetap berbelanja seperti biasa ke pasar dan 11,2% yang justru lebih sering ke pasar.

Survei serupa yang dilakukan DBS pada Oktober juga menunjukkan pasar tradisional tak lagi menjadi pilihan masyarakat untuk berbelanja bahan makanan selama pandemi, terlihat dalam databoks di bawah ini.



Hera, 33 tahun, salah satu konsumen yang mengurangi intensitas untuk berbelanja ke pasar tradisional sejak pandemi. Ia kini hanya dua kali sepekan mengunjungi pasar untuk menyetok sejumlah bahan makanan. "Sebelumnya seminggu sekali ke pasar tradisional, sebulan sekali ke mal. Sekarang ke mal sama sekali enggak pernah dan ke pasar tradisional dikurangi intensitasnya," ujarnya.

Warga Gunung Sindur, Bogor ini sebenarnya masih sangat khawatir saat berbelanja ke pasar tradisional. Kondisi pasar di dekat rumahnya masih ramai dan banyak pedagang pasar tidak menggunakan masker. Ia pun mencari berbagai alternatif dan kini memenuhi sebagian besar belanja kebutuhan rumah tangga secara online.

"Tapi untuk daging dan makanan segar, enggak berani ambil risiko dengan belanja online. Harga di pasar untuk bumbu, belanja kiloan, ikan, dan daging segar juga masih lebih murah," katanya.

Hal serupa dilakukan Glienmourinsie. Aktivitas ke pasar tradisional yang semula dilakoni 3-4 kali dalam sepekan kini hanya satu kali sepekan. Glien yang memiliki bisnis makanan rumahan juga kini mencari banyak alternatif belanja online meski tetap setia berbelanja ke pasar tradisional dengan berbagai cara. 

"Kalau ada pesanan dalam jumlah cukup banyak biasanya harus belanja ke pasar. Kadang enggak belanja sendiri, pake goshop atau tukang ojek langganan untuk belanja ke pasar," ujar Glien. 

Sejak pandemi, Glien pun kian sering berbelanja bahan makanan mulai dari bumbu, sayuran, hingga ikan segar melalui toko online,  Ia bahkan pernah putar balik saat tiba di pasar yang kondisinya cukup ramai. "Pernah sudah sampai pasar tapi ramai, enggak jadi masuk. Jadi telepon pedagang pasar langganan apa saja yang mau dibeli dan minta diantar tukang ojek. Uangnya di transfer," katanya.

Ramai-ramai Digitalisasi Pasar 

Kebutuhan masyarakat terhadap belanja daring bahan pangan coba ditangkap oleh banyak pihak untuk menyelamatkan denyut pasar tradisional. Inisiatif salah satunya datang dari BRI melalui platform pasar.id. 

Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto menyebut, jumlah pasar yang tergabung dalam platform pasar.id hingga akhir tahun lalu mencapai 4.500 pasar. Terdapat 108 ribu pedagang yang terdaftar. 

"BRI akan terus mendorong para pedagang pasar tradisional untuk beradaptasi dengan kenormalan baru melalui transaksi perdagangan virtual Pasar.id," katanya.  

PASAR TRADISIONAL MULAI TERBUKA
PASAR TRADISIONAL MULAI TERBUKA (ANTARA FOTO/ Akbar Tado/foc.)

Platform ini menyediakan data pasar terdekat bagi calon pembeli dan nomor whatsapp pedagang yang bisa dihubungi untuk melakukan pemesanan layanan antar. Dua di antaranya yang sudah terdaftar adalah toko milik Diva dan Yusuf. Meski demikian, keduanya mengaku belum mendapatkan manfaat dari platform tersebut. "Sekarang whatsapp baru untuk langganan lama saja," kata Diva. 

Meski penjualan anjlok akibat Pandemi Covid-19, keduanya tak terlalu tertarik untuk menjual produknya secara online. Diva beralasan, kesulitan untuk memahami aplikasi-aplikasi yang tersedia. Sementara Yusuf mengatakan sulit menjual produknya berbentuk makanan segar di e-commerce karena harus menjaga kualitas bahan yang mudah rusak. "Ya bisa saja, tapi susah lah," katanya. 

Katadata.co.id mencoba menjajal platform pasar.id. Saat membeli daging dari salah satu pedagang di Pasar Bahari, pedagang cepat merespons. Tawar-menawar pun bisa terjadi melalui sambungan telepon dan produk diantar kurang dari 30 menit. 

Namun, pengalaman yang berbeda dirasakan saat berbelanja pada toko yang berbeda di pasar yang sama untuk membeli beberapa bahan pokok. Pesan baru dijawab oleh pedagang satu jam kemudian, tetapi barang di antar 30 menit setelah pemesanan. 

Aestika memastikan, pihaknya akan terus mendorong para pedagang pasar tradisional untuk beradaptasi dengan kenormalan baru melalui transaksi perdagangan virtual. BRI juga tengah melakukan penyempurnaan tampilan muka website yang lebih baik bagi konsumen. 

Bersambung ke halaman berikut:  Saat Pasar Tradisional Masuk e-Commerce

Kementerian Perdagangan, Bank Indonesia, dan Tokopedia juga tengah mendorong digitalisasi pasar tradisional. Percontohan dilakukan di Pasar Cikurubuk, Tasikmalaya dan Pasar Sabilulungan, Bandung. 

Direktur Sarana Distribusi dan Logistik Kemendag Frida Adiati menjelaskan, digitalisasi ini melibatkan koperasi sebagai pengelola. Proses edukasi yang dilakukan oleh Tokopedia juga tak membutuhkan waktu lama, hanya berkisar 2-3 bulan. "Digitalisasi Pasar Cikurubuk diinisiasi Tokopedia, saya rasa perkembangannya cukup bagus. Sedangkan yang Sabilulungan diinisiasi oleh kami dan baru akan dievaluasi," katanya. 

Ia pun berharap digitalisasi serupa dapat diterapkan di 10 kabupaten/kota. Namun, ini akan sangat bergantung pada kesiapan Pemda. "Yang kemarin sudah menyatakan tertarik dan siap berkomitmen, Cirebon dan Cilegon,' ujarnya. 

Frida memastikan akan memfasilitasi daerah yang ingin mendigitalisasi pasar tradisional tanpa memberikan perlakukan khusus bagi wilayah tertentu. Hanya saja, perlu komitmen yang tegas dan kuat dari daerah sebagai pengawas dari implementasi program tersebut. "Jangan sampai hanya semangat di awal saja, kemudian tidak berjalan," katanya. 

Ke depan, menurut dia, program edukasi sekolah pasar yang saat ini diselenggarakan Kementerian Perdagangan dapat diselipkan pengetahuan digital, terkait sistem pembayaran hingga penjualan online.  Program sekolah rakyat sebelumnya, mencakup penataan pasar, pengelolaan sampah, pembukaan sederhana, hingga cara mengaktivasi pasar.

External Communication Senior Lead Tokopedia Ekhel Chandra Wijaya menjelaskan, pihaknya aktif memberikan pendampingan kepada seluruh pengelola pasar tradisional dalam proses go digital, seperti meng-upload produk, menerima pesanan, dan melakukan pengiriman secara mandiri. 

Ketua Pedagang Pasar Tasikmalaya Ahmad Jahid mengatakan, pengelolaan pasar online Cikurubuk dilakukan oleh koperasi pasar. Selain di Tokopedia, pengelola pasar juga telah membuka toko di Shopee dan Bukalapak. 

Penjualan online diharapkan dapat membantu pendapatan pedagang yang anjlok hampir 50% akibat pandemi Covid-19. Namun, masih perlu upaya lebih. Dalam sehari, pihaknya saat ini rata-rata hanya menerima 5-10 pesanan  dengan nilai di atas Rp 100 ribu. 

"Pengikut kami jumlahnya ada 2.900 di Tokopedia, tapi masih di bawah 10% yang berbelanja.Ini memang perlu sosialisasi," katanya. 

Upaya digitalisasi pasar tradisional juga dilakukan oleh Shopee, Grab, dan Gojek. Direktur Shopee Indonesia Handhika Jahja menjelaskan telah mendigitalisasi puluhan pasar bersama PD Pasar Jaya. Pasar-pasar tersebut dapat diakses melalui platform Shopee. 

Tak hanya itu, menurut dia, Shopee memberikan bantuan modal hingga Rp 1 juta dalam bentuk voucher, kredit iklan 150 ribu, serta promo gratis ongkir xtra selama dua pekan. Pihaknya juga memberikan bantuan pendampingan kepada pedagang untuk membuat toko, mendaftarkan produk, hingga mengemasnya.

VP Corporate Communication Gojek Audrey P Petriny menjelaskan pihaknya memiliki program go-shop yang membantu para pembeli menjangkau pasar tradisional di Jabodetabek dan Yogyakarta. Pihaknya juga memberikan gratis ongkos kirim berupa cashback yang mendatangkan ribuan transaksi dalam jangka waktu beberapa bulan. "Go-shop telah membantu pedagang tradisional menaikkan transaksi 28% dan omzet 25%," katanya. 

Saat ini, pihaknya juga tengah mengkaji rencana untuk memberikan penyuluhan kepada para pedagang tradisional agar siap untuk melakukan proses digitalisasi dengan mempertimbangkan protokol kesehatan. 

Sementara itu, Juru Bicara Grab menyebut, pihaknya memberikan solusi layanan GrabAsisstant yakni pembelian produk oleh konsumen melalui mitra grab pada 7.000 titik pasar tradisional di 105 kota. Melalui layanan tersebut, pelanggan dapat meminta mitra pengemudi membeli produk dan membayarkan produknya terlebih dahulu senilai Rp 200 ribu untuk grabbike dan Rp 1 juta untuk Grabcar per transaksi. 

"Selama pandemi ini kami telah menyambut lebih dari 32 ribu pedagang tradisional," katanya. 

Layanan ini pun diklaim Grab mendatangkan kenaikan omzet bagi pedagang. Pemilik Toko Sembako Yenny, Jessyca yang menyediakan kebutuhan sehari-hari mengalami kenaikan transaksi hingga 3 kali lipat melalui layanan GrabAssistant. Layanan ini sendiri mencatatkan kenaikan 2,5 kali dalam sebulan terakhir. 

Pemulihan Ekonomi Daerah Melalui Modernisasi Pengelolaan Pasar Tradisional
Pemulihan Ekonomi Daerah Melalui Modernisasi Pengelolaan Pasar Tradisional (Katadata)

Berbagai langkah digitalisasi yang dilakukan berbagai pihak saat ini belum mampu mengembalikan omzet pedagang yang anjlok. 

Ketua Bidang Infokom Ikatan Pedagang Pasar Indonesia Reynaldi  menjelaskan rata-rata omzet pedagang pasar saat ini turun 60% dibandingkan sebelum pandemi. Meski demikian, digitalisasi pasar dapat menjadi salah satu solusi agar pasar tradisional tak makin tertinggal. 

"Tapi banyak pekerjaan rumahnya. Mbok-mbok yang jual sayur perlu diedukasi, mereka punya hp yang serba tanggung, itu bagaimana. Harus ada pendekatan dan pendampingan yang aktif," katanya. 

Selain itu, menurut dia, pemerintah harus memberikan bantuan fisik dan nonfisik agar para pedagang dapat bertahan di masa pandemi. “Bisa dalam bansos yang sudah berjalan atau bantuan-bantuan lainnya,” katanya. 

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...