Kebut Proyek Satelit Satria, Kominfo Bangun 11 Stasiun Bumi
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menargetkan Satelit Indonesia Raya atau satelit Satria mengorbit pada 2023. Kominfo pun membangun 11 stasiun bumi atau ground segment di Cikarang, Banjarmasin hingga Jayapura.
Stasiun bumi merupakan bagian dari sistem transmisi satelit di bumi. Ini berfungsi sebagai terminal yang mengubah sinyal dasar menjadi frekuensi radio atau sebaliknya.
Peletakan batu pertama 11 stasiun bumi itu dilakukan pada hari ini (18/8). Pembangunan 11 stasiun bumi ditarget rampung akhir tahun.
"Sudah berjalan. Akan selesai akhir tahun ini," kata Chief Executive Office Satelit Nusantara Tiga (PSNT) Adi Rahman Adiwoso saat konferensi pers Ground Breaking Ceremony Stasiun Bumi Proyek KPBU Satelit Multifungsi Pemerintah, Rabu (18/8).
Stasiun bumi proyek satelit Satria itu akan dibangun di Cikarang, Banjarmasin, Batam, Pontianak, Tarakan, Kupang, Ambon, Manado, Manokwari, Timika, dan Jayapura. PSNT selaku penyelenggara telah membebaskan tanah di 11 lokasi ini.
Antena yang akan digunakan pada stasiun bumi untuk menerima sinyal sudah proses final manufacturing.
Ada dua jenis stasiun bumi yang disiapkan oleh Kominfo. Pertama, stasiun pengendali yang akan mengontrol proses penerimaan sinyal. Kedua, stasiun bumi gateway yang berfungsi menerima dan mengirim sinyal.
Menteri Kominfo Johnny G Plate mengatakan, pembangunan 11 stasiun bumi menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengejar target proyek Satelit Satria. "Meski situasi pandemi, kami gencar mempercepat transformasi digital dengan menghadirkan konektivitas digital di seluruh pelosok," katanya.
Saat ini, pembangunan Satelit Satria sudah melebihi 33% dari target. Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo Anang Latif mengatakan, proyek Satelit Satria berjalan sesuai target.
Pembangunan Satelit Satria menggunakan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), konsorsium Pasifik Satelit Nusantara sebagai pemenang tender.
Konstruksi satelit multifungsi dibangun setelah penandatanganan Preliminary Working Agreement atau Perjanjian Pendahuluan. Ini dilakukan oleh badan usaha pelaksana, Satelit Nusantara Tiga, bagian dari konsorsium, dan pabrikan satelit Thales Alenia Space yang berada di Prancis.
Menurut Anang, pihak pabrikan asal Perancis itu belum memberikan keluhan soal pembangunan satelit. "Jadinya, konstruksi masih sesuai rencana semula," ujar Anang kepada Katadata.co.id, Juli lalu (13/7).
Sejauh ini, Thales Alenia Space dalam proses perakitan satelit. Pabrikan sempat menghadapi kendala imbas pandemi corona. Namun konstruksi berjalan lancar seiring menurunnya angka kasus positif virus corona di Eropa.
Anang mengatakan, pembangunan Satelit Satria akan berlangsung hingga 2023, atau sekitar dua tahun lagi. Pemerintah menargetkan satelit meluncur pada kuartal ketiga 2023 dan beroperasi di akhir tahun.
Direktur Infrastruktur Bakti Kominfo Bambang Nugroho mengatakan bahwa penggunaan satelit menjadi salah satu solusi untuk pemerataan akses internet di Tanah Air. “Pemanfaatan satelit tak bisa dihindari karena letak geografis Indonesia,” katanya, pada Juni.
Indonesia sebagai negara kepulauan dan memiliki banyak perbukitan, membuat beberapa lokasi tidak terjangkau jaringan telekomunikasi, khususnya berbasis kabel serat optik. Pembangunan pun membutuhkan biaya sangat tinggi.
Untuk itu, kementerian membangun Satelit Satria dengan kapasitas 150 GB per detik. Satelit ini akan menyediakan internet di 150 ribu titik layanan publik. Rinciannya, 93.900 titik untuk kebutuhan sekolah dan pesantren.
Sebanyak 47.900 titik untuk kebutuhan pemerintah daerah, 3.700 untuk fasilitas kesehatan, 3.900 untuk layanan Polsek, dan sisanya 600 titik untuk kementerian dan lembaga lain.
Dengan asumsi peningkatan jaringan internet di titik yang belum terkoneksi mencapai 3% per tahun, Satelit Satria diklaim mampu menghemat biaya internet hingga Rp 29 triliun dalam 15 tahun ke depan.
Untuk penggunaan kebutuhan e-education, efisiensi diprediksi mencapai Rp 59 miliar selama 15 tahun. Penghematan penggunaan e-government sekitar Rp 4 triliun dari penggunaan anggaran pemerintah, serta efisiensi dari penggunaan e-healthcare diperkirakan mencapai Rp 59,3 miliar.